Home BERITA Lectio Divina 26.07.2023 – Hasilkan Buah Paling Tidak 30 Kali Lipat 

Lectio Divina 26.07.2023 – Hasilkan Buah Paling Tidak 30 Kali Lipat 

0
Menabur benih, by Vatican News

Rabu. Peringatan Wajib Santo Yoakim dan Santa Anna, Orang Tua Ibu Maria (P)

  • Kel. 16:1-5.9-15
  • Mzm. 78:18-19.23-24.25-26.27-28
  • Mat. 13:1-9

Lectio

1 Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. 2 Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai.

3 Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. 4 Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.

5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. 6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.

7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. 8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. 9 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar.”

Meditatio-Eksegese

Inilah roti yang diberikan Tuhan kepadamu menjadi makananmu

Belum hilang dari ingatan umat Israel akan karya Allah membebaskan mereka dari Mesir dengan cara yang dahsyat. Ia meluluh lantakkan pasukan firaun dan membelah air laut sehingga mereka bisa lewat di celah yang kering ke seberang.

Mereka merdeka. Tetapi, anugerah agung itu dijawab dengan sungut-sungut akan kebutuhan yang sangat fisikal: kebutuhan akan pangan atau kebutuhan perut. 

Kata mereka, “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang. Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan.” (Kel. 16:3).

Umat lupa akan teladan iman Abraham, yang mau mengurbankan anak-Nya. Mereka melupakan kisah Yusuf,  yang tulang belulangnya mereka serta, saat mengatur makanan untuk leluhur mereka.

Musa dan Harun mendengarkan dengan sabar keluh kesah umat. Allah tak hanya selalu bersedia berbicara dengan dan mendengarkan keluhan para pendosa. Ia juga membuka tangan untuk menyambut pertobatan masing-masing pribadi.

Origenes, pengajar dari Alexandria, menulis, “Walau Allah dapat menjatuhkan hukuman pada mereka yang layak dihukum, Ia tidak pernah melakukan tindakan itu. Sebaliknya, hingga sesaat sebelum penghukuman, Ia berbicara dengan pendosa dan membiarkannya bicara dengannya. Maka, Ia membantunya menghindari penghukuman.” (Homiliae in leremiam, 1, 1).

Namun, Allah tetaplah Allah, yang panjang sabar dan penuh dengan kasih setia. Ia menganugerahkan  manna dan burung puyuh. Ia mengabaikan keluh kesah dan memperhatikan kebutuhan umat-Nya di padang pasir.

Sejumlah ahli menyatakan bahwa manna adalah semacam cairan manis dari pohon tamarisk, tamarix mannifera. Cairan keluar dari pohon setelah serangga tertentu melukai kulit. Kemudian  mengeras karena udara malam yang dingin di Sinai dan jatuh ke tanah.

Hingga sekarang suku badui suka mengumpulkan manna di pagi hari, karena segera akan rusak atau busuk setelah terkena sinar matahari yang mencapai suhu tinggi.

Burung puyuh, burung rantau lintas benua, akan melewati semenanjung Sinai saat migrasi antara Afrika dan Eropa atau Asia.

Pada bulan Mei atau Juni, mereka sampai di semenanjung Sinai dari Afrika dalam keadaan kelelahan setelah terbang melintai Laut Mediterania yang luas sehingga mudah ditangkap atau dijebak.

Alam bisa menerangkan dari mana asal usul makanan untuk umat Israel di gurun. Tetapi penulis suci  memandang peristiwa itu sebagai tanda heran yang dilakukan Allah.

Para penulis suci tidak merinci kejadian alami. Tetapi mereka menuliskan pengalaman akan gejala alami saat mereka pertama kali menyaksikan dan menanggapinya dengan berkata, “Apakah ini?” (Kel. 16:15), yang dalam bahasa Ibrani terdengar seperti “man hu”, yakni, manna.

Puyuh dan tepung itulah yang disediakan Allah. Maka, Musa berkata kepada mereka (Kel. 16:15), “Inilah roti yang diberikan Tuhan kepadamu menjadi makananmu.”, Iste est panis, quem dedit Dominus vobis ad vescendum.

Tentang manna di padang pasir, Gereja mengajar, “manna di padang gurun menunjuk kepada Ekaristi, “roti yang benar dari surga” (Yoh 6:32).” (Katekismus Gereja Katolik, 1094).

Santo Ignatius dari Antiokhia, 110 Masehi, menulis tentang Ekaristi, “Aku tidak memiliki selera atas makanan yang dapat busuk dan tidak membuat hidupku bahagia. Aku menghendaki Roti dari Allah, yakni Tubuh Kristus, yang berasal dari keturunan Daud. Dan minuman yang kukehendaki adalah Darah-Nya, yakni kasih yang tak pernah rusak.” (Letter to the Romans 7:3).

Adalah seorang penabur keluar untuk menabur

Sama seperti para rabbi pada jaman-Nya, Yesus mengajar menggunakan perumpamaan, masal (Ibrani). Yesus menggunakan contoh dari kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan tersembunyi tentang Kerajaan Allah.

Pesan-Nya hanya bisa ditangkap maknanya oleh mata yang mampu melihat dan telinga yang mampu mendengar (bdk. Mat. 13: 16).

Pesan, media dan cara penyampaian Yesus sangat sangat hidup dan kuat terpateri dalam ingatan para pendengar-Nya. Perumpamaan itu adalah harta terpendam yang siap digali dan ditemukan (Mat 13:44).

Pada waktu ia menabur. Petani yang menaburkan benih gandum sungguh aneh. Ia menaburkan benih ke sembarang tempat: pinggir jalan, tanah berbatu, semak berduri dan tanah yang subur. Rupanya, Yesus menggunakan cara bertani pada waktu itu untuk menyampaikan pesan tentang Kerajaan Allah.

Penabur lalu tahu di tempat mana benih yang ditaburnya tumbuh subur dan merawat dengan sepenuh hati. Ia yakin bahwa benih yang ditaburkan pasti akan berbuah banyak di tanah yang subur.

Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah. Yesus mengharapkan pesanNya tentang Kerajaan Allah diterima oleh bangsa-Nya dengan sukacita. Tetapi, ternyata, yang dialami adalah penolakan.

Kepada yang menolak, Yesus tetap menaruh perhatian. Mereka yang menolak diumpamakan sebagai pinggir jalan, tanah berbatu dan semak duri.

Penolakan juga dilakukan dengan cara yang sangat senyap dan canggih. Mempelajari dan mengajarkan Kitab Suci dan Tradisi suci menyibukkan orang dan menyita seluruh perhatiannya. Namun si pelaku tidak mau menyelami hati Pribadi yang diwartakan para penulis suci.

Di lain tempat, orang suka berdoa panjang-panjang dan sangat lama dengan kalimat indah melebihi madah para pemazmur. Tetapi mereka terlalu lelah untuk membuka hati dalam keheningan mendengarkan suara Tuhan yang sangat lembut, seperti dialami Nabi Elia (1Raj. 19:12-13).

Kecanggihan dalam menolak benih sabda-Nya sering disamakan dengan mentalitas munafik. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” (Mat. 23:27).

Namun, Kitab Suci juga menyajikan begitu banyak orang yang menaruh perhatian dan hati pada Allah. Mereka diumpakan sebagai pohon yang ditanam di tepi air.

Nabi Yeremia melukiskan dengan rinci, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan.

Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yer. 17:7-8; Mzm. 1:3)

Pribadi yang yang telah menjadikan hatinya selalu mendengarkan dan belajar dari-Nya pasti menghasilkan buah Roh yang berlimpah.

Yesus melukiskan (Mat. 13:8), “Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”, Alia vero ceciderunt in terram bonam et dabant fructum: aliud centesimum, aliud sexagesimum, aliud tricesimum.

Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!  Pada mereka benih sabda tetap ditaburkan, dengan harapan ada perubahan hati. Pertobatan selalu menjadikan Allah sebagai yang pertama dan utama. Dan umat akan menjadi umat-Nya dan Ia menjadi Allah mereka.

Nabi Yehezkiel melukiskan harapan Allah, “Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Yeh. 11:19-20).

Katekese

Hati yang dangkal dan tak berakar, Santo Cyrilus dari Alexandria, 375-444:

“Mari kita perluas wawasan kita akan apa yang dimaksud dengan berada di tepi jalan. Menurut salah satu pengertiannya, tiap jalan diperkeras dan pasti bodoh atas dasar kenyataan bahwa jalan selalu diinjak-injak kaki.

Tak ada benih akan mendapatkan cukup tanah yang dalam untuk menutupinya. Sehingga, benih itu selalu terletak di permukaan dan siap dimakan burung yang terbang mendekatinya.

Maka, siapa pun yang memiliki hati yang keras dan tertutup rapat pasti tidak akan menerima benih sabda ilahi; maka ia menjadikan dirinya mudah dirasuki roh yang najis.

Inilah yang dimaksud dengan “burung-burung dari langit”.

Kita memahami, ‘langit’ sama dengan udara, dan dari padanya berasal roh-roh jahat, yang selalu bergerak dan memangsa serta menghancurkan benih kebaikan.

Kemudian, apa makna ‘yang jatuh di tanah yang berbatu-batu? Mereka adalah orang yang tidak banyak memperhatikan iman yang tumbuh dalam diri mereka.

Mereka tidak mempersiapkan sikap batin dan jiwa untuk memahami rahasia persatuan dengan Kristus. Mereka tidak menaruh hormat pada Allah. Iman mereka lemah dan tidak berakar mendalam.

Mereka melakukan seluruh ajaran Injil pada masa yang mudah dan nyaman, saat tidak ada musim gugur pencobaan yang menyakitkan.

Mereka tidak akan mempertahankan iman, karena jiwa mereka tidak pernah disiapkan untuk terus berjuang dalam masa-masa pengejaran yang penuh derai air mata dan kesengsaraan.” (Fragment 168).

Oratio-Missio

Tuhan, kuatkanlah imanku akan Dikau. Bukalah mata imanku akan karya tanganMu dan telingaku akan suara panggilanMu. Bimbinglah aku untuk memahami kehendakMu dan hidup seturut dengan kehendakMu. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan untuk merawat benih iman di dalam hati?

Qui vero in terra bona seminatus est, hic est, qui audit verbum et intellegit et fructum affert et facit aliud quidem centum, aliud autem sexaginta, porro aliud triginta – Matthaeum 13:23

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version