Rabu (P)
- Kis. 20:28-38
- Mzm. 68:29-30,33-35a,35b-36c
- Yoh. 17:11b-19
Lectio
11b Ya Bapa yang kudus, peliharalahmereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. 12 Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.
13 Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. 14 Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. 15 Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. 16 Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia.
17 Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. 18 Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; 19 dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran.
Meditatio-Exegese
Ya Bapa yang kudus
Yesus memohon agar para murid-Nya dianugerahi empat rahmat : kesatuan, ketekunan/kegigihan, suka cita dan kesucian. Saat berdoa kepada Bapa-Nya, Yesus meminta pada Bapa rahmat ketekunan/kegigihan untuk para murid-Nya dalam melaksanakan perintah-Nya (bdk. Yoh. 17:6) dan bersatu dengan-Nya.
Buah dari ketekunan adalah kesatuan, “Supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Yoh 17:11). Kesatuan ini yang dimohonkan-Nya mencerminkan kesatuan Tri Tunggal Mahakudus.
Ia juga memohon agar tiada seorang pun yang dipercayakan kepada-Nya tidak hanya binasa. Tetapi juga dilindungi, sementara Ia masih bersama dengan mereka.
Kesatuan dengan Allah dan ketekunan/kegigihan melaksanakan perintah-Nya membuahkan suka cita, karena para murid ambil bagian dalam suka cita Yesus Kristus (Yoh. 17:13).
Suka cita dialami saat ini, ketika semakin mengenal Allah dan semakin bersatu dengan-Nya. Saat ini pula suka cita menjadi semakin penuh. Akhirnya, akan mencapai puncak kepenuhan dalam hidup abadi.
Di penghujung, Ia berdoa bagi mereka yang masih tinggal di dunia. Murid Yesus pasti bukan berasal dari dunia dan, bahkan dimusuhi dunia, kejahatan, dosa dan maut. Ia memohon agar para murid Yesus hidup dalam kesucian.
Di samping, mereka taat melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan, seperti Ia setia melaksanakan tugas perutusan dari Bapa pada-Nya.
Supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci
Yesus mengacu pada apa yang disabdakan-Nya terlebih dahulu dengan secara utuh mengutip nubuat dalam Kitab Mazmur, ”Bahkan, sahabat karibku yang kupercayai, yang memakan rotiku, telah mengangkat tumitnya melawan aku” (Mzm. 41:10).
Yesus mengutip nubuat tentang pengkhianatan Yudas Iskarot untuk menguatkan iman para Rasul dengan cara menyingkapkan bahwa Ia sebenarnya telah mengetahui apa yang akan menimpa diri-Nya dan sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci.
Tetapi, Yudas Iskariot memilih memisahkan diri, bukan karena seolah-olah Allah telah mengatur seluruh rencana dan tinggal dilaksanakan seperti yang dikira oleh beberapa paham. Pengkhianatan itu tumbuh sedikit demi sedikit, melalui pelbagai tindakan kecil untuk tidak setia, misalnya : pencurian uang milik kelompok dua belas rasul itu (bdk. Yoh. 12:6).
Yesus selalu merentangkan tangan dan membuka hati-Nya untuk pertobatan Yudas Iskariot dan berbalik kepada-Nya pada kesempatan pertama (bdk. Yoh. 13:21-32); sayang, tawaran-Nya selalu ditolak dan, akhirnya, ia harus bertanggung jawab atas kejatuhannya sendiri ke dalam dosa dan maut.
Melalui mulut dan tangan para nabi pengkhiantan dinubuatkan. Kristus mengetahui Yudas akan mengkhianati-Nya dan pengkhianatan itu disampaikan-Nya dengan kesedihan mendalam pada para Rasul. Sayang, Yudas Iskariot menolak untuk berpaling kembali kepada-Nya dan kesebelas yang lain tidak mengerti kehendak-Nya.
Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia
Dalam Kitab Suci kata κοσμος, kosmos, dunia, memiliki sejumlah makna. Pertama, kosmos, dunia, bermakna seluruh ciptaan (Kej. 1:1 dst) dan di dalam alam ciptaan itu, Allah sangat mengasihi manusia (Ams. 8:31).
Makna ini yang dimaksud Tuhan kita ketika Ia bersabda, ”Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat” (Yoh. 17:15).
Dunia tidak jahat, karena ia berasal dari tangan-Nya. Ia diciptakan-Nya. Atas ciptaan-Nya “Allah selalu melihat semuanya baik”, vidit Deus quod esset bonum (Kej. 1:10.20.25); dan, tentang manusia yang diciptakan-Nya pada hari keenam, “Allah memandang sungguh amat baik”, viditque Deus cuncta quae fecit et erant valde bona (Kej. 1:31).
Maka, dunia menjadi jahat bukan karena Allah. Tetapi ketika berdosa dan tidak setia pada-Nya, manusia membuatnya jahat dan buruk. Dunia, tempat Allah bermain-main (Ams. 8:31), yang semula baik berubah menjadi sesuatu yang selalu menentang Allah, karena ulah manusia.
Makna kedua dari kata dunia mengacu pada benda-benda yang berasal dari alam ciptaan, yang tidak langgeng dan sering berlawanan dengan apa yang bersifat rohani (bdk. Mat. 16:26).
Akhirnya, karena manusia yang jahat telah diperbudak oleh dosa dan setan, “penguasa dunia” (Yoh. 12:31; 16:11), dunia kadang bermakna musuh Allah, sesuatu yang selalu menentang Kristus dan murid-murid-Nya (Yoh. 1:10-11).
Makna terakhir kata dunia adalah kejahatan, dosa. Makna ini diacu Yesus ketika Ia mendoakan para murid (Yoh. 17:16), ”Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia”, De mundo non sunt, sicut ego non sum de mundo. Makna yang bernuansa negatif ini selalu terbawa dalam ajaran kesalehan tradisional yang mendeskripsikan bahwa dunia, daging, sebagai musuh yang harus diwaspadai terus-menerus.
Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran
Yesus memohon (Yoh. 17:17), “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran”, Sanctifica eos in veritate; sermo tuus veritas est. Hanya Allah yang kudus. Manusia dan segala macam ciptaan lain ambil bagian dalam kekudusan-Nya.
Menguduskan selalu bermakna menjadikan kudus; dan mempersembahkan seseorang/sesuatu untuk Allah bermakna memisahkan sesuatu dari penggunaan untuk urusan duniawi/profan.
Maka, Allah bersabda pada Nabi Yeremia, ”Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa” (Yer. 1:5). Jika sesuatu dikuduskan untuk Allah, ia harus sempurna, yakni: suci.
Seorang pribadi yang dikuduskan atau dipersembahkan pada Allah, ia harus memiliki kesucian dalam hidup moral. Ia melakukan semua kebenaran moral. Tuhan kita meminta kedua hal itu bagi para murid-Nya, karena mereka membutuhkannya jika mereka harus memenuhi tugas perutusan dari-Nya di dunia.
Saat Ia berdoa, ”Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka” (Yoh. 17:19), Yesus Kristus mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Bapa melalui korban salib. Melalui korban salib itu, Ia menguduskan seluruh murid-Nya, ”Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri” (Ibr. 13:12).
Maka, karena kematian-Nya, manusia dijadikan putera-puteri Allah melui pembaptisan, ambil bagian dalam kodrat ilahi dan memampukan mereka untuk meraih kekudusan. Setiap manusia dipanggil-Nya untuk hidup kudus.
Katekese
Ikatan kasih di antara para murid Kristus. Santo Cyrilus dari Alexandria, 375-444 :
“Kristus berharap para murid tetap bersatu dengan menyatukan budi dan kehendak yang sama. Mereka hidup dalam persekutuan jiwa dan roh; melakukan hukum damai sejahtera dan saling mengasihi satu terhadap yang lain.
Ia menghendaki mereka hidup dalam pertalian persaudaraan yang terikat kuat dan tak terpatahkan dalam kasih. Agar mereka dapat maju Bersama hingga mencapai persatuan yang unggul, karena mereka dipilih untuk saling mengikatkan diri dan menjadi citra persatuan yang ada antara Bapa dan Putera.
Ia mengharapkan mereka bersuka cita karana persatuan mereka tak terpisahkan dan tak tergoyahkan. Pemisahan biasanya terjadi karena kehendak yang berlawanan seperti yang dialami dunia atau karena pengejaran atas kesenangan untuk diri sendiri.
Para murid didorong untuk terus merawat daya kuasa kasih dalam mencurahkan segenap upaya untuk tetap bersatu dan hidup dalam kesucian. Karena kita baca dalam Kisah Para Rasul, “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa” (Kis. 4:32), yakni : persatuan dalam Roh Kudus.
Hal ini juga disampaikan Santo Paulus, ketika ia menulis, “satu tubuh, dan satu Roh” (Ef. 4:4), “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1Kor.10:17; Rm. 12:5), dan, kita semua telah dibaptis dan diutapi dalam satu Roh, Roh Kristus (bdk. 1Kor. 12:13)” (dikutip dari Commentary On The Gospel Of John 11.9.18)
Oratio-Missio
- Ya Yesus yang baik, seandainya saja aku memiliki rahmat untuk benar-benar menyatu denganmu! Di tengah seluruh macam hal duniawi di sekitarku, ya Tuhan, satu-satunya yang kuinginkan adalah bersatu dengan-Mu. Engkaulah kerinduan jiwaku. Sahabat hatiku, persatukanlah jiwaku yang sangat kecil ini dengan kebaikan hatiMu yang sempurna. Engkaulah milikku; kapan aku akan menjadi milik-Mu? Yesus, Tuhanku, Kekasih jiwaku, tariklah hatiku ke dalam Hati-Mu. Peganglah, genggamlah, dan satukanlah aku dengan Hati Kudus-Mu selama-lamanya. Engkau telah menciptakan aku demi diri-Mu sendiri; buatlah aku bersatu dengan-Mu. Seraplah setetes kecil hidupku ke dalam samudera kebaikan, yang menjadi tempat asal hidupku. Amin. (Doa Francis de Sales, 1567-1622, terjemahan bebas)
- Apa yang harus kulakukan untuk selalu memilih kekudusan dan bersatu dalam jemaat-Nya?
Sanctifica eos in veritate; sermo tuus veritas est – Ioannem 17: 17
Hatur Nuwun Romo