Sabtu. Minggu Biasa XVI, Hari Biasa (H)
- Yer 7:1-11
- Mzm 84:3.4.5-6a.8a.11
- Mat 13:24-30
Lectio
24 Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. 25 Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi.
26 Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. 27 Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu?
28 Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? 29 Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu.
30 Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”
Meditatio-Exegese
Perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, Aku mau diam bersama-sama kamu
Yer. 26 memberi penjelasan lengkap tak hanya tentang situasi yang dihadapi seperti ditulis dalam bab ini, tetapi juga hasil perbuatan umat. Diinformasikan bahwa Nabi Yeremia berkhotbah di Bait Allah “Pada permulaan pemerintahan Yoyakim, anak Yosia raja Yehuda.” (Yer. 26:1), pada tahun 608 sebelum Masehi.
Beberapa waktu sebelumnya, Yosia terbunuh dalam peperangan melawan Firaun Neko di Megido (2Raj. 23:29-30; 2Taw 35:19-24), setelah memugar Bait Allah dan mengawali pembaharuan iman dengan pusat ibadat di Yerusalem.
Yosia digantikan oleh Yoahas, yang memerintah selama tiga bulan dan melakukan apa yang jahat di mata Allah (bdk. 2 Raj. 23:31-32; 2Taw. 35:19-24). Yoahas mengizinkan praktek penyembahan berhala yang telah dilarang dan dihancurkan pendahulunya.
Umat Kerajaan Selatan, Yehuda, merasa yakin akan perlindungan ilahi, karena Bait Allah berada di ibu kota kerajaan, Yerusalem. Mereka merasa lebih yakin setelah tentara Asyur yang dipimpin Sanherib mundur tanpa memasuki kota suci pada 701.
Keberadaan Bait Allah dengan segala kemegahannya, setelah dipugar pada masa Yosia, tidak menggerakkan hati umat mengubah hati dan berbalik kepada Allah. Maka, saat Nabi Yeremia menyampaikan pesan Allah, perilaku dan perwujudan iman seperti jauh panggang dari api, jauh dari apa yang dikehendaki Allah.
Maka, sang nabi mendesak tiap pribadi untuk bertobat, menghayati iman dengan benar, memperbaiki tingkah langkah dan perbuatan. Pertobatan diwujudnyatakan dalam melaksanakan keadilan, tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah, tidak mengikuti allah lain (Yer. 7:5-6)
Tetapi seruan nabi tidak didengarkan. Mereka tidak mau melaksanakan perintah Allah dan terus melakukan segala kekejian dan dosa. Mereka lupa bahwa untuk selamat mereka harus setia melakukan Hukum Tuhan (Yer. 7:8-10).
Mereka lupa bahwa Bait Allah tidak memiliki kekuatan magis dan akan mengalami kehancuran sama seperti saat kemah suci, tempat bersemayam Tabut Perjanjian, di Silo dihancurkan, sebelum dipindah ke Yerusalem (Yos. 18:1; Hak. 21:19).
Maka, bila mereka tidak memperbaiki tingkah laku dan setia pada Allah, mereka akan dihukum seperti yang dialami sepuluh suku kerabat mereka di utara, seluruh keturunan Efraim (Yer. 7:15).
Nabi juga mendapati percampuran keyakinan yang berasal dari kepercayaan iman mereka dengan ibadat kafir untuk menghormati Dewi Isthar, penguasa surga dan dewi kesuburan di Asyur (Yer. 7:16-18). Maka, Allah pasti menghukum mereka (Yer. 7:19-20).
Ungkapan ‘sarang penyamun’ (Yer. 7:11) menyingkapkan bahwa Bait Allah telah diselewengkan oleh orang yang tidak setia pada Allah. Ungkapan ini juga menyingkapkan kehancuran hati Yesus saat menyaksikan para penukar uang dan pedagang hewan kurban yang melecehkan Bait-Nya (Mat. 21:12-23 dan paralel).
Sama seperti Yesus, nabi tidak mengecam peribadatan di Bait Suci, tetapi ia mencela seluruh usaha untuk menihilkan makna dan kehadiran Allah di sana. Dan kelak, setelah kedatangan Yesus Kristus, tiap pribadi tidak perlu beribadat di tempat yang ditetapkan.
Santo Hieronimus menulis, “Mereka yang terus menerus berkata, “Inilah Bait Allah, Rumah Tuhan.”, harus mendengarkan perkataan Rasul, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor. 3:16). Apakah kamu tinggal di Yerusalem? Atau tinggal di Brittany? Itu tidak menjadi soal. Allah yang di surga selalu membuka Diri-Nya untuk kita, kaena Kerajaan Allah ada di antara kita.” (Epistolae, 2, 58, 2).
Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya
Dua orang petani bermusuhan. Masing-masing menabaurkan benih yang berbeda. Sang pemilik ladang bekerja pada siang hari saat surya menerangi bumi. Kala cahaya menyibak kelamnya malam, ia keluar rumah dan pergi ke ladang.
Pasti ketika ia memulai bekerja, tanah di ladang pertaniannya tidak berbentuk seperti yang diinginkan-Nya (Bdk. Kej 1:2). Ia mengolah tanahnya dan menabur benih kebaikan saat matahari bersinar.
Maka, sabda-Nya (Mat 13:24), “Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya.”, Simile factum est regnum caelorum homini, qui seminavit bonum semen in agro suo.
Namun, pada saat malam, tanpa sepengetahuan siapa pun, sang musuh menabur di ladang yang telah ditaburi benih gandum. Kapan si jahat ini datang dan menabur hanya dialah yang tahu.
Yang dapat dipastikan adalah ia menunggu saat yang tepat (bdk. Luk 4:13). Dan setelah menaburkan lalang, hama tanaman gandum, ia pergi tanpa peduli.
Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu
Gandum dan lalang tumbuh bersama. Pada awal pertumbuhan keduanya sulit dibedakan, sehingga sulit juga untuk diatasi.
Mencabut lalang, berisiko mematikan gandum. Maka, para pekerja bertanya: “Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu?”
Lalang, kejahatan dosa, pasti berasal dari setan (Mat. 13:39). Setan selalu memecah belah dan menyimpang. Ia berkeinginan kuat menguasai. Ia mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dan menganggap dirinya paling penting dan menentukan.
Ia adalah musuh yang siap siaga dalam diam di antara anggota komunitas.
Gandum dan lalang menggambarkan bagaimana dinamika pertarungan antara kebaikan dan kejahatan dalam sejarah manusia. Kerajaan Allah harus diperjuangkan dengan sepenuh tenaga melalui kesabaran, belajar hidup bersama dan berdialog dengan pelbagai macam bentuk kejahatan yang tersamar.
Namun, yakinlah bahwa pada akhirnya nanti, akan terjadi pemilahan: mana yang gandum dan mana yang lalang.
Sabda-Nya (Mat. 13:30), “Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar.”, Colligite primum zizania et alligate ea in fasciculos ad comburendum ea.
Katekese
Tuhan menabur benih yang baik dalam hatimu. Santo Chromatius, wafat 406:
“Dengan jelas Tuhan menunjukkan bahwa Ia adalah Sang Penabur benih yang baik. Ia tidak berhenti menabur di dunia sebagaimana di ladang.
Sabda Allah adalah seperti benih yang baik dalam hati manusia, sehingga masing-masing kita, menurut benih yang ditabur dalam diri kita oleh Allah, menghasilkan buah-buah roh dan surgawi.” (Tractate On Matthew 51.1)
Oratio-Missio
Tuhan, semoga sabdaMu berakar dalam-dalam di dalam hatiku dan aku mampu menghasilkan buah yang baik demi kemuliaan-Mu. Semoga aku selalu lapar akan kebenaranMu agar aku siap menghadapi hari pengadilan dengan penuh suka cita. Amin.
- Mengapa aku menabur benih kebaikan?
Colligite primum zizania et alligate ea fasciculos ad conburendum, triticum autem congregate in horreum meum – Matthaeum 13:30