Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Renungan Harian Lectio Divina 28.01.2024 – Yesus Penuh Kuasa dalam Kata dan Tindakan

Lectio Divina 28.01.2024 – Yesus Penuh Kuasa dalam Kata dan Tindakan

0
eolah-olah mereka berkuasa, by Joseph Keppler, 1838-1894

Minggu. Hari Minggu Biasa IV (H).            

  • Ul. 18:15-20
  • Mzm 95:1-2.6-7.8-9
  • 1Kor.7:32-35
  • Mrk. 1:21-28

Lectio (Mrk. 1:21-28)

Meditatio-Exegese

Seorang nabi akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan

Dalam tradisi Alkitabiah, Musa dipandang bukan hanya sebagai pembebas dari perbudakan Mesir dan pemberi hukum. Ia juga nabi pertama dan model utama untuk semua nabi yang akan lahir bagi bangsa Israel dan seluruh umat manusia.

Namun, gelar sebagai nabi, pertama kali, disematkan kepada Abraham oleh Abimelekh, raja bangsa asing itu. Ia mengakui Abraham diberi karunia untuk berdiri dihadapan Allah dan menjadi pengantara yang memutuskan hidup atau mati seseorang (Kej. 20:7).

Tugas utama nabi: mengatakan kepada umat apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya; dan umat wajib menaati Allah dan nabi-Nya. Sabda-Nya, “Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” (Ul. 18:18).   

Pembangkangan nabi pada perintah Allah berakibat penghukuman. Yunus dihukum dengan cara dilemparkan ke laut saat lari ke Tarsus. Ia menolak memberitakan pertobatan kepada orang Niniwe (Ul. 18:19; Yun. 1:1-16).

Nabi hadir untuk menyingkapkan kesetiaan Allah pada janji kelesalamatan-Nya dan melayani umat untuk setia pada-Nya. Tetapi, sering pula suara kenabian diabaikan dan bangsa terpilih jatuh dalam pencobaan.

Mereka justru mengikuti suara nabi-nabi palsu dan mengikuti praktek bangsa yang tak mengenal Allah: sihir, tenung, pemanggilan roh, penyembahan berhala dan takhayul. Raja Ahab, misalnya, mengabaikan pesan Nabi Elia dan mengikuti nabi palsu. Ia menyembah Baal, yang diperkenalkan Izebel, permaisuri Lebanon.

Raja Ahas membuat patung tuangan untuk para Baal, bahkan pengorbanan anaknya untuk kurban bakaran bagi Baal di lembah Ben-Hinom (2Raj. 16:3; 2Taw. 28:2). Atas kesesatan itu, Allah menghukum mereka (Yer. 7:31-8:3; Yeh. 16:20-52).

Sedangkan Tradisi Kristiani mengkaitkan nubuat Nabi Musa dengan kedatangan Mesias-Nabi di masa depan. Kedatangan Sang Mesias telah dijanjikan Allah segera setelah kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 3:15).  Kepenuhan nubat itu terjadi dalam diri Yesus Kristus, seperti dikatakan oleh Santo Petrus pada khotbah Pantekosta.

Santo Petrus mengutip nubuat Musa, “Bukankah telah dikatakan Musa: Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu. Dan akan terjadi, bahwa semua orang yang tidak mendengarkan nabi itu, akan dibasmi dari umat kita.” (Kis. 3:22-23).

Kitab Perjanjian Baru lainnya, juga mengidentifikasi Yesus pada nubuat Musa. Pada Yohanes Pembaptis, imam dan orang Lewi yang diutus pemimpin Yahudi bertanya kalau-kalau ia adalah nabi yang akan datang itu (Yoh. 1:19-21). Perempuan Samaria mengenali Yesus sebagai seorang nabi (Yoh. 4:19).

Setelah diberi makan di tepi pantai Danau Galilea dan mengenali tanda yang dilakukan Yesus, lebih dari 5000 orang berkata, “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.” (Yoh. 6:14).

Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata, “Siapakah orang ini?” Dan orang banyak itu menyahut, “Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.” (Mat. 21:10-11).

Ia memenuhi nubuat tentang keturunan Yakub (Kej. 49:10-11; Za. 9:9), ketika orang banyak memberi salam kepadaNya, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi.” Maka, tiada nama yang lebih indah dari nama Yesus, karena Dialah puncak seluruh pernyataan diri Allah (bdk. Ibr. 1:4).

Para bapa Konsili Vatikan II mengajarkan, “Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai “manusia kepada manusia”, “menyampaikan sabda Allah.” (Yoh. 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh. 5:36; 17:4).

Oleh karena itu Dia – barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh. 14:9) – dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda serta mukjizat-Nya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.” (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 4).

Kapernaum, rumah ibadat dan mengajar

Kapernaum mungkin berasal dari gabungan kata Ibrani kâphâr, rumah, dan nachûm, kenyamanan. Maka. Kota itu bermakna: rumah kenyamanan atau rumah yang nyaman. Kota ini terletak di bagian barat Danau Galilea dan secara tradisional masuk dalam wilayah Suku Zebulon dan Naftali.

Zebulon (Kej. 30:20; 49:13) dan Naftali (Kej. 30:8; 49:21), keduanya, adalah anak-anak Yakub. Masing-masing mendapatkan tanah pusaka di bagian utara yang berbatasan dengan daerah asing (Yos. 19:32-39).

Di kota inilah Yesus tinggal setelah meninggalkan Nazaret, desa asal-Nya (Mat. 4:13). Di tempat ini Yesus memanggil empat murid pertamanya: Simon, yang disebut Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus (Mrk. 1:16-19). Ia menjadikan kota di pantai Danau Galilea ini sebagai pusat karya pelayanan-Nya.

Sinagoga, kata benda bermakna: rapat, pertemuan, komunitas. Sinagoga digunakan orang Yahudi untuk mendeskripsikan tempat atau bangunan tempat mereka berkumpul untuk mendengarkan, membaca Kitab Suci dan beribadat. Tempat atau bangunan ini nampaknya mulai dikenal orang Yahudi pada masa pembuangan di Babel, sekitar abad 7 sebelum Masehi.

Pemugaran Bait Allah yang lengkap dengan segala fungsinya membuat penggunaan sinagoga tidak menyebar dengan cepat. Pada awal abad pertama Masehi, terdapat sinagoga di kota yang dianggap penting di Palestina. Di beberapa kota di luar Palestina sinagoga juga didirikan sebagai sara komunitas Yahudi berkumpul, belajar dan mendengarkan sabda Allah. 

Sinagoga dirancang dalam bentuk persegi panjang  dan tempat duduk harus menghadap ke kota Yerusalem.  Di setiap sinagoga yang menjadi titik pusat perhatian adalah mimbar tempat Kitab Suci dibacakan dan diterangkan maknanya bagi umat.

Setelah Bait Allah dihancurkan dan tak mungkin dibangun kembali pada tahun 70 Masehi, sinagoga berperan penting dalam pembaharuan Yudaisme. Pusat peribadatan bukan lagi upacara kurban, tetapi mendengarkan sabda Allah.  

Sinagoga Kapernaum rupanya dibangun perwira Romawi yang bersimpati pada agama Yahudi dan anaknya disembuhkan Yesus (Luk. 7:5). Sebagai orang Yahudi, Ia mendaftarkan diri menjadi anggota komunitas setempat.

Mengajar dan menyembuhkan. Yesus selalu mengajar di sinagoga. Namun para penginjil tidak menuliskan apa yang diajarkan. Barangkali Ia selalu menggunakan kesempatan itu untuk mengajarkan tentang Kerajaan Allah.

Kelak, pola pewartaan berbasis sinagoga dilaksanakan oleh Santo Paulus di pelbagai tempat. Dari sinagoga, kemudian, beralih kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi (Kis. 13:14-15).

Di samping mengajar, Yesus melakukan banyak mukjizat penyembuhan di kota ini. Ia menyembuhkan hamba perwira Romawi (Mrk. 1:5-13); menyembuhkan mertua Petrus (Mrk. 1:14-17) dan menyembuhkan orang lumpuh (Mrk. 2:1-12).

Roh jahat

Roh jahat (Luk. 4:33)  merasuki manusia dan merusak hidupnya. Ia merusak tidak hanya tubuh, tetapi juga moral dan kesehatan jiwa-raga (Mrk. 1:34; 9:25). Roh ini selalu berusaha menjauhkan manusia dari Allah dan menjadikan manusia budak: konsumerisme, uang, kekuasaan, pengaruh, dan keinginan daging (Gal. 5:19-21). 

Roh jahat, setan, musuh lama, selalu ingin mengalahkan Yesus. Mereka seolah mendapatkan kesempatan ketika Yesus dalam keadaan lemah dan lapar setelah berpuasa 40 hari (Mat. 4:2; Luk. 4:2). Tetapi, Ia, dalam bimbingan dan kuasa Roh Kudus, mengalahkannya di gurun (Mrk. 1:12-13).

Namun, mereka selalu menyingkir dan mencari kesempatan yang baik untuk datang menggoda kembali (bdk. Luk. 4:13). Maka, setiap kali berhadapan dengan Yesus, roh jahat akan selalu melawan.

Setan selalu berkata, “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami?” (Mrk. 1:24). Yang diucapkannya merupakan ungkapan ketakutan.

Setan selalu berbicara dengan kata ganti  ‘kami’. Ia tidak berani menunjukkan identitas dirinya sendiri. Ia selalu mengidentifikasi diri melalui gerombolan atau orang banyak, maka ‘kami’ mengacu pada seisi sinagoga dan setan.

Ia ingin semua orang membenci dan takut pada Yesus, karena Ia diidentifikasi sebagai si pembinasa (Mrk. 1:24; bdk. Mrk. 5:7-10). Dan setan menyukai kalau orang membenci dan merancang kematian Yesus, seperti persekongkolan beberapa orang Farisi dan kaki tangan Herodes Antipas (Mrk. 3:6).

Setan selalu mempunyai cara licik untuk mengelak dari kuasa-Nya. Bahkan melalui pengetahuannya, Yesus digoda. Mengutip Nabi Daniel, ia berseru tentang siapa Yesus, yaitu Ia yang kudus dari Allah (Dan. 9:24).

Roh jahat memang percaya pada dan mengenal Yesus. Tetapi, Santo Agustinus dari Hippo, 354-430, mengingatkan, “Iman selalu kuat, tetapi tanpa kasih iman tak ada artinya. Setan percaya pada Kristus, tetapi mereka tidak memiliki kasih, maka iman mereka hampa.

Mereka berkata, “Apa urusan-Mu dengan kami?”  (Mark. 1:24). Mereka memiliki sejenis iman, tetapi mereka tidak memiliki kasih. Maka mereka setan.”

Roh jahat berhadapan dengan Pribadi yang diutus untuk membinasan mereka, seperti ditulis Santo Yohanes (1Yoh. 3:8), “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan iblis itu”, in hoc apparuit Filius Dei ut dissolvat opera diaboli.   

Maka, saat iblis berhadapan dengan-Nya, Yesus dengan penuh kuasa menghardik mereka (Mrk. 1:25), “Diam, keluarlah dari padanya.”, Obmutesce et exi de homine.

Ia berkata-kata dengan kuasa

Yesus menghardik si setan untuk diam. Digunakan kata φιμωθητι, phimotheti, diamlah, tenanglah. Kata ini yang  berasal dari φιμω, phimo, juga digunakan ketika Yesus menghardik angin taufan di danau (Mrk. 4:39) dan menenangkan binatang buas (1Kor. 9:9).

Setan pun takut dan keluar dari tubuh orang itu. Yesus tidak mau setan menyingkapkan identitas diri-Nya, karena Ia tidak ingin diperintah oleh setan (bdk. pencobaan Yesus pada Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-113). 

Santo Markus menggunakan kata εξουσια, exousia, yang berasal dari ἔξεστι, exesti, keberadaan. Kata ini menggambarkan Yesus memiliki kualitas pribadi atau kewibawaan yang mampu membuat setan pergi dari hadapan-Nya. Maka, exousia bermakna pula terhapusnya keberadaan si jahat.

Kewibawaan itu menyebabkan kuasa atau daya, δυναμεις, dunameis, bekerja sesuai dengan kehendak-Nya. Kuasa dan daya-Nya membuat manusia mengabdi kepada-Nya, karena Ia telah memulihkan citra-nya yang buram menjadi secitra dengan Diri-Nya (Kej. 1:27).

Wibawa-Nya berbeda dengan kewibawaan para ahli Taurat dan orang Farisi (Mrk 1:22). Wibawa dan kuasa yang diberikan kepada-Nya dari kekal (bdk. Dan. 7:13-14) digunakan untuk menegakkan Kerajaan Allah.

Maka, saat Ia menyatakan memiliki wibawa dan kuasa untuk mengampuni dosa (Mrk. 2:10), saat itulah konflik dengan pemuka agama Yahudi mulai merebak. Sabda-Nya itu dianggap sebagai ajaran baru (Mrk. 1:27) dan tidak cocok dengan yang lama, seperti pada perumpamaan tentang kain baru dan anggur baru (Mrk. 2:18-22).

Santo Markus terus menerus menyajikan perselisihan antara Yesus dengan iblis. Dan umat takjub setelah mendengarkan pengajaran-Nya. Santo Yohanes menulis (Yoh. 7:46), “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu.”, Numquam sic locutus est homo.

Yesus  memulai pengajaranNya dengan ungkapan penuh wibawa, “Aku berkata kepadamu… .” Kuasa pengajaran-Nya nampak dalam pengusiran setan, pengampunan dosa (Mrk. 2:1-12), perombakan atas adat istiadat Yahudi (Mrk. 7:1-13), misalnya.

Katekese

Yesus penuh kuasa dalam perkataan dan tindakan. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:    

Yesus mengajar dengan penuh wibawa. Maka, Ia menyatakan Diri-Nya sebagai Utusan Allah. Ia tidak mendasarkan pengajaran-Nya pada manusia yang berpijak pada tradisi-tradisi sebelumnya.

Yesus mempunyai kewibawaan penuh. Ajaran-Nya baru dan Injil mencatat apa yang dikatakan orang banyak, “Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa.” (Mrk. 1:27).

Saat itu pula, Yesus menyatakan Diri-Nya dalam tindakan yang penuh kuasa. Di Sinagoga Kapernaum, ada seorang laki-laki yang kerasukan roh najis.

Roh itu menunjukkan dirinya dengan berteriak, “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” (Mrk. 1:24).

Iblis itu mengatakan kebenaran: Yerus datang untuk membinasakan iblis, menghancurkan setan, mengalahkannya. Roh najis itu tahu akan kuasa Allah dan ia juga memberitahukan kesucian-Nya.

Tetapi Yesus menegurnya, “Diam, keluarlah dari padanya!” (Mrk. 1:25). Beberapa kata dari Yesus sudah cukup untuk mengalahkan setan, yang keluar dari orang itu sambil “menggoncang-goncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring”, tulis Injil (Mrk. 1:26).   

Tindakan dan kata-kata-Nya  menimbulkan kesan yang sangat kuat pada mereka yang hadir. Tiap orang takjub dan bertanya pada diri sendiri: “Apa ini? […] Roh-roh jahatpun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya.” (Mrk. 1:27).  

Kuasa Yesus meneguhkan otoritas pengajaran-Nya. Dia tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tapi Ia mengambil tindakan. Dengan cara ini, Ia mewujudkan rencana Allah dengan kata-kata dan dengan kekuatan perbuatan-Nya.

Dalam Injil, kita menyaksikan bahwa dalam tugas pengutusan-Nya, Yesus menyingkap kasih Allah, baik melalui pengajaran, perhatian maupun uluruan tangan yang tak terhitung jumlahnya kepada orang sakit, miskin, anak-anak dan orang berdosa.

Yesus adalah Guru kita, penuh kuasa dalam perkataan dan perbuatan. Yesus memberikan kepada kita semua terang yang menerangi jalan hidup kita yang terkadang gelap.

Ia juga menyalurkan kekuatan-Nya yang kita butuhkan untuk mengatasi kesulitan, pencobaan dan godaan. Mari kita renungkan betapa besar anugerah bagi kita, karena mengenal Allah yang berkuasa dan baik hati.  

Dia pula Guru dan Sahabat yang  menunjukkan jalan dan merawat kita terutama ketika kita mengalami kesulitan.” (Angelus, Lapangan Santo Petrus, 28 Januari 2018) 

Oratio-Missio

Tuhan, sabda-Mu penuh kuasa dan hidup. Semoga aku tak pernah ragu akan kasih dan belas kasih-Mu. Melalui sabda-Mu, bebaskanlah, sembuhkanlah dan pulihkanlah tubuh, hati dan jiwaku. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak menjadi budak dari  konsumerisme, uang, kekuasaan dan keinginan daging?

Obmutesce et exi de homine! – Marcum 1:25

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version