Kamis. Hari Raya Santo Petrus dan Santo Paulus, Rasul (M)
- Kis. 12:1-11
- Mzm. 34:2-3.4-5.6-7.8-9
- 2Tim. 4:6-8.17-18
- Mat. 16:13-19
Lectio
13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” 14 Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.”
15 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” 16 Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”
17 Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. 18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.
19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.”
Meditatio-Exegese
Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku
Pengejaran pada anggota Gereja Perdana terus dilakukan Herodes Agrippa, keponakan Herodes Antipas, bawahan Romawi, 37-44, sebelum kunjungan Paulus dan Barnabas ke Yerusalem (bdk. Kis. 11:30).
Agrippa adalah cucu Herodes Agung, yang memugar Bait Allah dan bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap kanak-kanak, karena kekhawatirannya akan munculnya Sang Raja Mesias (bdk. Mat. 2:16).
Agrippa memiliki segala kuasa dan intrik untuk menjadi penguasa. Ia pandai mengambil hati Caligula, kaisar Romawi. Maka, padanya diserahkan wilayah yang sejak kakeknya mati dikuasai gubernur Romawi dan diijinkan memakai gelar raja.
Untuk mengkonsolidasi kekuasaan, ia bekerja sama dengan kaum Farisi untuk mempraktekkan Yudaisme. Dalam Kisah Para Rasul, kisah ini mengakhiri episode Gereja di Yerusalem. Selanjutnya, perhatian ditujukan kepada Gereja di Antiokhia, Siria.
Yakobus, anak Zebedeus, lahir di Bethsaida. Ia dipanggil saat sedang membereskan jala bersama bapak dan saudaranya, Yohanes (Mat. 4:21).
Dalam tradisi Gereja, ia adalah uskup Yerusalem dan menjadi martir pada tahun 42 atau 43. Kepalanya dipenggal atas perintah Agrippa. Karena dilarang untuk dikuburkan di Palestina, jenazahnya dibawa dan dimakamkan di kota Compostela, Spanyol.
Atas kemartirannya, Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Tuhan mengijinkan kematian ini untuk menunjukkan kepada para pembunuhnya bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak menyebabkan orang Kristen mundur atau berhenti.” (Homily on Acts, 26).
Santo Paulus, yang sangat paham dengan budaya Yunani dan sadar bahwa kematian sudah di depan mata, menggambarkan hidup seperti pertandingan lari di Olympiade Yunani di hadapan Allah, Sang Pengadil yang adil.
Baginya hidup merupakan usaha tak kenal berhenti untuk meraih kesempurnaan (bdk. Fil. 3:14); berlatih olah raga serupa dengan latihan untuk mengekang diri (bdk. 1Kor. 9:26-27); bertempur selalu menuntut usaha keras untuk melawan dosa, bahkan dituntut hingga mati, seperti saat dalam masa pengejaran (bdk Ibr. 12:4). Mengajak semua murid Tuhan, Santo Paulus mendorong untuk terlibat dalam pertandingan ini.
Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Mahkota yang diberikan setelah menang tidak pernah rusak. Mahkota itu tidak terbuat dari daun palma; juga bukan manusia yang meletakkan mahkota di kepala.
Mahkota itu tidak direbut di arena pertandingan yang disesaki manusia, tetapi di stadion yang dipenuhi para malaikat. Dalam pertandingan di arena dunia, seorang atlet berjuang dan bertanding selama berhari-hari dan hanya menerima mahkota yang segera layu dalam hitungan jam […].
Hal ini tidak terjadi di sini: mahkota yang diberikan-Nya adalah kemuliaan dan kehormatan yang terus berkilau sepanjang masa.” (Homily on 2 Tim, ad loc.).
Santo Paulus mengikuti jejak Kristus. Ia mempercayakan diri pada Allah, walau para sahabatnya menjauh darinya, termasuk saat ia menghadapi pengadilan Romawi (2Tim. 4:10-12.16). Walau orang yang memusuhinya pun seolah mencari cara untuk melenyapkannya, ia tetap mengampuni mereka (2Tim. 4:14.16).
Disebutnya juga nama daerah yang menjadi tempatnya berkarya dan menerima Yesus dengan sukacita: Tesalonika, Galatia, Dalmatia Efesus, Troas, Korintus dan Militus. Santo Paulus juga menunjukkan perbedaan besar akan cara Allah dan manusia dalam memperlakukannya.
Baginya, Allah selalu ada di pihaknya. Ia tetap berpegang teguh pada keyakinannya (2Tim. 4:17), “Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku”, Dominus autem mihi adstitit et confortavit me.
Santo Paus Yohanes Paulus II mendeskripsikan kedua tokoh Gereja, “Jika kita merenungkan panggilan dan sejarah kedua rasul ini: Petrus dan Paulus, kita mencatat bahwa upaya dan kerja keras masing-masing dalam pelayanan dan pewartaan Injil merupakan ungkapan terdalam pertobatan masing-masing.
Melalui pengalaman diuji dengan perlakukan manusia yang buruk, Tuhan membaskan mereka. Melalui penghinaan karena penyangkalannya dan tetesan air mata yang memurnikan hatinya, Simon menjadi Petrus, yakni, karang: dikuatkan oleh daya kekuatan Roh, tiga kali ia menyatakan pada Yesus bahwa ia mengasihinya, dan ia menerima perintah untuk menggembalakan domba-domba-Nya (bdk. Yoh. 21:15-17).
Saulus memiliki pengalaman yang serupa: Tuhan yang dianiayanya (bdk. Kis. 9:5) ”memanggil [nya] oleh kasih karunia-Nya.” (Gal. 1:15), setelah membutakannya dengan cahaya yang menyilaukan mata dalam perjalanannya ke Damaskus.
Dengan cara ini Tuhan membebaskannya dari prasangka buruk dan secara radikal mengubahnya; Ia menjadikannya ‘alat yang dipilih-Nya’ untuk membawa nama Kristus pada semua bangsa-banga lain (bdk. Kis. 9:15).
Dengan cara ini kedua Rasul agung itu menjadi sahabat Tuhan.” (Homili Hari Raya Santo Petrus dan Santo Paulus, Minggu 29 Juni 2003).
Siapakah Anak Manusia itu?
Yesus ingin tahu apa yang dipikirkan orang banyak tentang diriNya. Jawaban sangat beragam : Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau salah seorang dari para nabi.
Ketika Yesus minta pendapat dari antara para rasul, atas nama mereka Petrus menjawab (Mat. 13:16), “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.”, Tu es Christus, Filius Dei vivi.
Pengakuan Petrus sebenarnya bukan hal baru. Pada satu kesempatan, ketika Yesus berjalan di atas air, murid yang lain mengungkapkan pengakuan imannya, “Sesungguhnya Engkau Anak Allah.” (Mat. 14:33).
Pengakuan ini merupakan penggenapan atas nubuat dalam Perjanjian Lama. Dalam Injil Yohanes, Marta juga percaya, “Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia” (Yoh. 11:27).
Berbahagialah engkau Simon
Yesus menyatakan Petrus ‘berbahagia’ karena melalui dia Bapa menyingkapkan siapa Yesus. Pada kesempatan lain Yesus juga mengungkapkan kepada murid yang lain keadaan ‘berbahagia’ karena mendengar dan melihat apa yang tidak bisa dilakukan orang lain (Mat. 13:16).
Ia juga memuliakan Bapa karena telah menyingkapkan Anak kepada mereka yang kecil dan bodoh (Mat 11:25). Petrus adalah salah satu dari yang kecil, yang padanya Bapa berkenan menyingkapkan diri.
Pemahaman iman bahwa Allah hadir dalam diri Yesus bukan ‘berasal dari manusia’. Bukan pula hasil olah budi atau mempelajari ilmu pengetahuan. Tetapi merupakan anugerah yang diberikan Bapa yang diberikan seseuai dengan kehendak dan kemurahan hati-Nya.
Batu karang, kunci, Gereja
Batu Karang. Petrus menjadi batu karang. Ia menjadi pondasi yang kuat bagi Gereja agar mampu bertahan terhadap alam maut.
Melalui sabda Yesus kepada Petrus, iman anggota komunitas di Siria dan Palestina dikobarkan saat menderita dan dikejar-kejar. Mereka setia pada warisan iman rasuli dan taat pada kepemimpinan Petrus.
Pada saat itu, jemaat mengembangkan ikatan kuat dengan para pemimpin yang mendirikan komunitas mereka. Maka komunitas di Siria dan Palestina berpegang pada kepemimpinan Petrus.
Sedangkan komunitas Yunani mengakui dan menghormati kepemimpinan Paulus. Beberapa komunitas lain di Asia berpegang pada kepemimpinan Murid yang kasihi.
Dan beberapa lain pada Yohanes yang menulis Kitab Wahyu. Dan Santo Paulus mengingatkan pengakuan atas kepemimpinan ini rentan terhadap perpecahan (1Kor. 1:11-12).
Menjadi batu karang sebagai pondasi iman mengingatkan akan sabda Allah kepada umat yang tinggal dalam pembuangan di Babilonia, “Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengejar apa yang benar, hai kamu yang mencari TUHAN.
Pandanglah gunung batu yang dari padanya kamu terpahat, dan kepada lobang penggalian batu yang dari padanya kamu tergali. Pandanglah Abraham, bapa leluhurmu, dan Sara yang melahirkan kamu; ketika Abraham seorang diri, Aku memanggil dia, lalu Aku memberkati dan memperbanyak dia.” (Yes. 51:1-2).
Ketika diterapkan pada Petrus, ia menjadi batu pondasi bermutu tinggi untuk memulai membangun umat Allah yang baru.
Kunci. Petrus menerima kunci Kerajaan Allah untuk mengikat dan melepaskan, yakni: untuk memulihkan relasi umat dengan Allah. Kuasa ini diberikan juga kepada jemaat (Mat. 18:8) dan para murid (Yoh. 20:23).
Salah satu butir ajaran penting dalam Injil Matius adalah tentang rekonsiliasi dan pengampunan (Mat 5:7.23-24.38.42-44-48; 6:14-15; 18:15-35).
Tahun 80-90 an di Siria dan Palestina merebak tekanan dan perpecahan dalam keluarga di antara anggota jemaat karena pengakuan iman pada Yesus. Banyak anggota terus mengimani Yesus; lainnya menolak-Nya.
Santo Matius mendorong mereka untuk memulihkan persatuan dalam persekutuan iman. Maka rekonsiliasi terus menerus menjadi salah satu tugas penting para pemuka jemaat.
Seperti Petrus, mereka bekerja keras untuk mengikat dan melepas, yakni: menguatkan rekonsiliasi, mengambangkan sikap saling menerima, dan membangun persaudaraan sehati-sejiwa (Kis 4: 32).
Gereja. Kata ini berakar dari kata Yunani εκκλησια, ekklesia, ecclesia (Latin). Dalam Perjanjian Baru digunakan 105 kali, terutama dalam Kisah Para Rasul dan Surat-surat.
Kata ini hanya ditemukan dalam Matius dan hanya digunakan tiga kali. Kata ini bermakna, ‘persekutuan orang yang dipanggil’ atau ‘persekutuan orang yang dipilih’.
Maka, bila digunakan untuk jemaat, kata itu bermakna: umat yang bersekutu, dipanggil oleh Sang Sabda, untuk menghayati pesan Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus. Gereja bukan Kerajaan Allah, tetapi sarana dan tanda kehadiran-Nya.
Kerajaan selalu lebih besar dan agung. Dalam Gereja, komunitas iman, semua anggota harus tahu dan sadar bahwa Allah menguasa dan memiliki hidup mereka.
Katekese
Hanya melalui harapan. Santo Basilius Agung, 329-379:
“Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu.” (Mzm 116:7). Petarung yang gagah berani menarapkan kata-kata pemazmur ini pada dirinya sendiri, seperti Santo Paulus, ketika berkata, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran.” (2Tim. 4:7-8).
Hal yang sama juga dikatakan oleh nabi bagi dirinya sendiri: Karena engkau telah mengakhiri rangkaian perjalanan hidup secara memadai, kembalilah ke tempat peristirahatanmu, “sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu.”
Karena, istirahat abadi tersedia di hadapan mereka yang telah berjuang melalui hidup ini dengan setia melakukan hukum Tuhan. Istirahat itu tidak diberikan sebagai pelunasan hutang atas pekerjaan mereka. Tetapi disediakan sebagai rahmat Allah yang berbelas kasih bagi mereka yang berharap pada-Nya.” (Homilies 22)
Orati-Missio
Allahku, aku mengakui dan percaya pada Kristus, PuteraMu. Kuatkanlah imanku, seperti Santo Petrus dan Paulus. Berilah aku keberanian untuk berbicara tentang-Mu agar sesamaku mengenal Engkau. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk merealisasikan kesetiaanku pada Gereja-Nya?
Tu es Petrus, et super hanc petram aedificabo Ecclesiam meam – Matthaeum 16:18