Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Renungan Harian Lectio Divina 29.5.2024 – Melayani, Memberikan Nyawa dan Menjadi Tebusan bagi Banyak...

Lectio Divina 29.5.2024 – Melayani, Memberikan Nyawa dan Menjadi Tebusan bagi Banyak Orang

0
Melayani yang kecil dan miskin, by Greg Joens

Rabu. Minggu Biasa VIII, Hari Biasa (H)

  • 1Ptr 1:18-25
  • Mzm 147:12-13.14-15.19-20
  • Mrk 10:32-45

Lectio

32 Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya,

33 kata-Nya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, 34 dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit.”

35 Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!” 36 Jawab-Nya kepada mereka: “Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?”

 37 Lalu kata mereka: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu.” 38 Tetapi kata Yesus kepada mereka: “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?”

39 Jawab mereka: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. 40 Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.”

41 Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. 42 Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.

43 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 44 dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.

45 Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Meditatio-Exegese

Sekarang kita pergi ke Yerusalem

Yesus sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan diikuti para murid. Dia berjalan cepat, tanpa keraguan untuk menyongsong akan apa yang terjadi, karena sadar bahwa Ia akan dibunuh di kota itu.

Nabi Yesaya telah menubuatkan kematian-Nya (Yes. 50:4-6; 53:1-10). Kematian itu bukan merupakan nasib buta atau telah direncanakan sebelumnya. Ia menyongsong kematian karena memikul tugas pengutusan dari Bapa dan  pembelaan pada mereka yang diabaikan.

Inilah alasan mengapa sampai tiga kali Ia mengingatkan para murid-Nya akan sengsara dan kematian yang akan ditanggung-Nya di Yerusalem. Para murid diminta kesediaan untuk mengikuti jejak kaki-Nya, bahkan jika harus menanggung sengsara dan kematian seperi Diri-Nya.

Maka, rasa gentar dan takut melanda tak hanya para murid, tetapi siapa pun yang berjalan di belakang mereka. Mereka tak memahami apa yang sedang dialami Yesus. Derita tidak bersesuaian dengan pemahaman mereka tentang Mesias. 

Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak

Para murid tidak memahami pemberitahuan Yesus tentang apa yang akan dialami-Nya dalam waktu yang tak terlalu lama lagi. Mereka tidak mengenal Yesus, perasaan, pemikiran, keprihatinan dan gejolak jiwa-Nya. Mereka lebih tertarik membahas minat dan keinginan masing-masing.

Dua orang murid menghendaki kedudukan penting saat Yesus dalam kemuliaan-Nya. Bahkan mereka berdua, Yakobus dan Yohanes, harus memintanya melalui ibu mereka (Mat.20:20). Mungkin, mereka meminta jaminan akan pekerjaan yang pasti dalam Kerajaan Allah yang sering disinggung Yesus di tengah merebaknya kemiskinan dan kurangnya lapangan kerja.

Permintaan kedua anak Zebedus menimbulkan kemarahan para murid yang lain, karena menghendaki juga hal serupa. Maka, perselisihan itu mencerminkan apa yang dialami jemaat yang dibina Santo Markus. Masing-masing hanya tertarik pada kepentingan diri sendiri dan melupakan pengenalan mendalam akan Yesus, yang mereka ikuti.

Kamu tidak tahu apa yang kamu minta

Yesus menegaskan mereka sungguh tidak mengenal-Nya dan tidak mau tahu akan apa yang sedang terjadi di depan mata. Sabda-Nya (Mrk. 10:38), “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta.”, Nescitis quid petatis.

Ia kemudian bertanya kepada mereka apakah mereka dapat meminum cawan yang akan dimunum-Nya dan pembaptisan yang diterima-Nya. Keduanya menjawab, “Kami dapat.”, tanpa memikirkan dan menimbang makna terdalam yang dimaksudkan-Nya.

Titik pusat perhatian mereka hanya kedudukan, kuasa untuk memerintah, mengatur, dan mengeksploitasi segala yang dapat direguk untuk diri sendiri. Mereka menghendaki tempat kehormatan di sisi Yesus di Kerajaan-Nya. Sedangkan Yesus hanya menawarkan piala dan pembaptisan, penderitaan dan salib.

Beberapa saat setelah kejadian di Yerusalem, setelah Yesus ditangkap di Getsemani, mereka melarikan diri dan membiarkan Yesus sendirian menghadapi saat-saat penyiksaan hingga kematian (Mrk. 14:50). Mereka kecewa, karena harapan yang digantungkan pada Yesus lenyap bersama dengan apa yang dialami-Nya.

Bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya

Yesus tetap konsisten mengajar tentang bagaimana tiap pribadi dalam Kerajaan-Nya bersikap dan bertindak dengan tepat, seperti teladan-Nya. Pada akhir pengajaran tentang Salib, Ia sekali lagi menegaskan bagaimana kuasa dilaksanakan (Mrk.9:33-35).

Para penguasa kekaisaran Romawi dan seluruh bawahannya tidak memperhatikan rakyat. Perhatian mereka dipusatkan pada bagaimana gelegak hati yang rakus dipenuhi. Mereka bertindak berdasarkan apa yang mereka mau, seperti Herodes Antipas (Mrk. 6:17-29).

Kekaisaran Romawi mengendalikan dan mengatur seluruh dunia agar semua tunduk padanya. Tanda takluk diwujudkan dalam rupa, misalnya: upeti, pajak tanah, pajak kepala/perorangan, pajak atas barang dagangan/bea cukai. Sistem yang dibangun memusatkan aliran kekayaan pada segelintir orang di Roma.

Cara hidup bersama seperti dilakukan Romawi diatur melalui kuasa yang menekan dan menjajah. Sebaliknya, Yesus menawarkan cara baru yang bertolak belakang dengan apa yang dilakukan manusia.

Inilah cara-Nya, “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Mrk. 10:43-44).

Ia mengajar tentang bagaimana melenyapkan cara mendaku hak istimewa dan persaingan antar sesama anggota. Ia menolak sistem pemerintahan yang tidak adil dan mempraktekkan pelayanan sebagai ganti atas ambisi pribadi. Komunitas-Nya selalu menampilkan alternatif dari yang dipraktekkan manusia.

Ia melakukan dan menggenapi yang diajarkan (Mrk. 10:45), “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”, nam et Filius hominis non venit, ut ministraretur ei, sed ut ministraret et daret animam suam redemptionem pro multis.

Maka, Ia menggenapi nubuat Nabi Yesaya tentang Mesias Sang Pelayan (bdk. Yes. 42:1-9; 49:1-6; 50:4-9; 52:13-53:12). Sepanjang hidup-Nya, Ia belajar dari Sang Ibu, yang menjawab Malaikat Gabriel, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan.” (Luk. 1:38). Ia selalu membawa pembaharuan.

Pada-Nya, Gereja Perdana mewariskan gelar yang disematkan pada Yesus Kristus: Anak Manusia, Hamba Yahwe, Sang Penebus yang membebaskan, yang menyelamatkan. Ia memulihkan hidup manusia agar semakin manusiawi, melayani saudara dan saudari dan menyambut mereka yang diingkari dunia.

Katekese

Akar menghujam ke bawah, agar pohon tumbuh ke atas. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:

“Perhatikan pohon, ia pertama-tama menghujamkan akarnya ke kedalaman tanah, agar ia mampu tumbuh ke atas. Akar itu kuat mencengkeram tanah, agar ia mampu tumbuh menjulang di langit. Bukankan cara itu merupakan cara kerendahan hati yang terus berusaha untuk tumbuh?

Tanpa kerendahan hati tak mungkin mencapai kehormatan (Ams. 18:12). Tetapi, kamu menghendaki kehormatan tinggi di angkasa tanpa akar di dalam tanah. Ini bukan pertumbuhan, tetapi keruntuhan.” (The Gospel Of John, Sermon 38.2).

Oratio-Missio

Tuhan, melalui salib Engkau telah menebus dunia dan menyingkapkan kemuliaan dan kemenangan-Mu atas dosa dan maut. Semoga aku tak gagal memandang kemuliaan dan kemenangan-Mu di salib. Bantulah aku menyelaraskan hidupku dengan kehendak-Mu dan setia mengikuti jalan kekudusan-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk setia melayani-Nya dan Gereja-Nya?

nam et Filius hominis non venit, ut ministraretur ei, sed ut ministraret et daret animam suam redemptionem pro multis. – Marcum 10:45

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version