Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Lectio Divina 29.8.2024 – Suara Kebenaran tak Bisa Dibungkam

Lectio Divina 29.8.2024 – Suara Kebenaran tak Bisa Dibungkam

0
Herodias mencincang kepala Yohanes Pembaptis, by Pieter Fransz. de Grebber

Kamis. Perayaan Wajib Wafatnya Santo Yohanes Pembaptis (M)

  • Yer. 1:17-19
  • Mzm. 71:1-2.3-4a.5-6ab.15ab.17
  • Mrk. 6:17-29

Lectio

17 Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri. 18 Karena Yohanes pernah menegor Herodes: “Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu.”

19 Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, 20 sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya.

Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga mendengarkan dia. 21 Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea.

22 Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja berkata kepada gadis itu: “Minta dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu,” 23 lalu bersumpah kepadanya: “Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku.”

24 Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: “Apa yang harus kuminta?” Jawabnya: “Kepala Yohanes Pembaptis.” 25 Maka cepat-cepat ia pergi kepada raja dan meminta: “Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam.”

26 Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. 27 Raja segera menyuruh seorang pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara.

28 Ia membawa kepala itu di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya. 29 Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kuburan.

Meditatio-Exegese

Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau

Yeremia dipanggil untuk menjadi nabi-Nya tahun 625 sebelum Masehi, sebelum dan sesudah kejatuhan Yerusalem di tangan Babel. Saat menerima panggilan dari-Nya, ia berusia kira-kira sembilan belas tahun.

Yeremia sangat mudah terbawa luapan perasaan dan tidak percaya pada diri sendiri. Ia menyukai keheningan, enggan tampil di muka umum, tidak suka popularitas dan senang tidak dikenal petinggi kerajaan dan imam.

Wajar bila ia menolak panggilan-Nya (Yer. 1:6), “Ah, Tuhan Allah. Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.”, Heu, Domine Deus! Ecce nescio loqui, quia puer ego sum.

Walau ditolak, panggilan-Nya tetap nyaring bergema, “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kau sampaikan.” (Yer. 1:7).

Dan Allah terus menguatkan Yeremia. Sang nabi tidak boleh gentar dan ciut hati saat menyampaikan pesan Allah pada seluruh negeri, pejabat negeri, raja-raja, dan imam-mam. Ia harus tegar melawan penentang Allah, walau tanpa kawan.

Sama seperti Musa dan para pelayan-Nya yang lain, Allah selalu menyertai (Yer. 1:19), “Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau.”, tecum ego sum, ut eripiam te.

Panggilan untuk menyampaikan pesan Allah dimulai saat Allah membentuk tiap pribadi dalam rahim ibu. Dan panggilan untuk menjadi saksi-Nya selalu menuntut keberanian dan kerendahan hati, serta kesetiaan untuk selalu dekat dengan-Nya.

Kelak, Nabi Yeremia mengalami pelbagai macam pengalaman buruk. Ia dipaksa tidak berbicara atas nama Allah, dilarang menikah, disiksa, digantung di atas pintu gerbang Bait Allah. Perlakuan buruk membuatnya hampir putusa asa.

Tiap ia hendak lari meninggalkan panggilan-Nya, ia selalu tidak sanggup. Katanya, “Tetapi apabila aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya,” maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.” (Yer. 20:9). 

Herodes menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara

Darah oran benar seolah tanpa henti menetes di tanan kebengisan. Selalu berulang satu demi satu saksi kebenaran dibunuh orang yang takut menatap kebenaran. Tak cukup para nabi dibunuh, disusul pembunuhan atas anak Zakharia-Elizabet dan berpuncak pada penyaliban Yesus.

Herodes Antipas tidak mau orang yang mengecam dirinya dan kekuasaan yang digenggam tangannya. Manusia sangat canggih menyembunyikan perilaku menyimpang di pelbagai lembaga dan komunitas, termasuk yang paling dianggap suci, dan siap menerkam korban, terutama yang miskin dan kecil.

Herodes Antipas, walaupun menduduki tahta penguasa Galilea, tetaplah ia takluk pada kaisar Romawi. Sebagai penguasa boneka, ia berusaha keras menyelenggarakan sistem pemerintahan yang efisien dan stabil. Efisiensi menjamin penghematan luar biasa dari sisi keuangan, yang akan masuk ke kantongnya dan upeti pada penguasa Roma.

Stabilitas keamanan merupakan syarat untuk melanggengkan kekuasaannya. Maka, Herodes tidak pernah membiarkan merebaknya korupsi dan pemberontakan. Herodes bermuka dua: ia dianggap orang yang murah hati bagi rakyat, tetapi sekaligus penguasa yang bengis (bdk. Luk. 22: 25). Yesus sendiri menyebutnya sebagai serigala (Luk. 13:32).

Maka, ketika Yohanes Pembaptis mengecam perilaku yang tidak senonoh, mengawini isteri saudara kandungnya sendiri, ia meradang dan menyuruh pembungkaman suara kebenaran. Yohanes mengecam (Mrk 6:18), “Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!”, Non licet tibi habere uxorem fratris tui.

Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis

Pada abad pertama Masehi, sejarahwan dan imam Yahudi, Flavius Josephus, 37-100, menulis tentang kematian Yohanes Pembaptis dalam buku Antiquities of the Jews. Kematiannya disebabkan karena ketakutan Herodes Antipas bahwa Yohanes mengobarkan pemberontakan terhadapnya.

Selanjutnya Flavius Josephus menjelaskan bahwa Yohanes selalu berperilaku jujur. Ia menawarkan pembaptisan sebagai tanda pertobatan agar dosa diampuni dan hidup disucikan (lih. Antiquities of the Jews, 18.5.2 [http://www.sacred-texts.com/jud/josephus/ant-18.htm]).

Sumber yang sama juga menyebutkan nama anak Herodias dari suami pertamanya, Salome, yang menarikan tarian untuk membangkitkan nafsu liar dan mengarahkan pada kematian Yohanes (Antiquities of the Jews, 18.5.3).

Sebagai penganut agama Yahudi, proselit, Herodes sadar perayaan ulang tahun berasal dari kebiasaan dari bangsa asing, Yunani. Dan dalam pestanya, tarian liar itu dirancang dengan rapi oleh ibu Salome, Herodias.

Kata κορασιον, korasion, bentuk diminutif/pengecilan dari kata kore, gadis, digunakan untuk menyebut anak perempuan itu (Mrk. 6: 22.25.28). Jadi, Salome, gadis kecil, berusia sekitar 12-14 tahun.

Ia diperalat ibunya, yang dirasuki dendam, untuk melenyapkan orang yang selalu mengusik nuraninya. Santo Markus melukiskan dengan rinci, “Anak itu pergi dan menanyakan ibunya , ”Apa yang harus kuminta?” Jawabnya, ”Kepala Yohanes Pembaptis.” (Mrk. 6:24).

Herodias berbeda dengan Yairus, kepala rumah ibadat. Ia meminta Yesus untuk menyembuhkan, bahkan, membangkitkan gadis kecilnya, sekitar 12-14 tahun (Mrk. 5:42). Kedua anak gadis itu seusia. Tetapi, yang satu membawa maut; yang lain membawa pada Sang Hidup.

Seorang pengawal memenggal kepala Yohanes di penjara

Herodes menyurus pengawal memenggal kepala Yohanes di penjara. Yohanes mati. Kepalanya lalu dibawa ke tempat pesta untuk ditunjukkan kepada yang meminta.

Terdapat beberapa persamaan antara kematian Yohanes Pembaptis dengan kematian Yesus, sepupunya. Pertama, keduanya mati di tangan penguasa yang enggan untuk melaksanakan hukuman mati.

Kedua, Herodes dan Pilatus mengakui bahwa keduanya merupakan orang yang hidup suci, tetapi keduanya dijatuhi hukuman mati secara tidak adil. Ketiga, orang-orang yang memicu kematian Yohanes dan Yesus dipengaruhi oleh kebencian, karena mereka harus melawan suara kebenaran.

Kemudian, jamuan makan yang diselenggarakan Herodes dan menyebabkan kematian Yohanes adalah perjamuan kematian. Sedangkan perjamuan yang diselenggarakan Yesus bersama Lewi – Matius dan teman-temannya melambangkan perjamuan kehidupan.

Selanjutnya, tiada seorang pun yang mengecam atas kematian Yohanes. Demikian juga tiada seorang pun yang menentang pelaksanaan hukuman mati atas Yesus. Akhirnya, murid Yohanes dan murid Yesus sama-sama memperlakukan jenazah mereka dengan pemakaman yang layak.

Sangat sedihlah hati raja

Kesedihan hati Herodes Antipas menyingkapkan proses berkembangnya dosa. Dosanya berkembang dari benih yang sangat kecil.

Ia tidak mampu mengelola dan mengendalikan kecenderungan untuk berbuat dosa. Ia membiarkan kelemahan batin meraja atas dirinya.

Ia ingin merenggut kecantikan istri saudara kandungnya, berkembang ke perzinahan, sumpah yang keliru, percaya pada takhayul, kepongahan palsu, hingga penghilangan nyawa.

Setiap pendosa selalu mengabaikan peringatan Allah pada Kain saat hendak membunuh Habil, adiknya, “Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” (Kej. 4:7).

Katekese

Kelemahan penguasa yang kejam dan kuasa kepala yang dipenggal. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:

“Camkan baik-baik kelemahan seorang penguasa yang kejam terhadap kata-kata orang yang dipenjarakan. Herodes tidak cukup kuat untuk membungkan lidahnya sendiri. Dengan membuka mulutnya, ia membuka mulut lain yang tak terhitung jumlahnya di setiap tempat dan menyerukan pertolongan.

Bagi Yohanes, segera setelah kematiannya ia memicu ketakutan dalam diri Herodes. Ketakutan itu pulalah yang mengusik nuraninya hingga sampai pada kepercayaan bahwa Yohanes telah bangkit dari kematian dan membuat mukjizat (Mrk 6:14-16)!

Pada jaman kita sekarang dan di masa depan, di seluruh penjuru dunia, Yohanes terus menerus  mengusik, baik Herodes sendiri maupun orang lain yang berperilaku seperti dirinya. Bagi setiap orang yang terus menerus membaca, Injil berkata, “Tidak halal engkau mengambil isteri Filipus, saudaramu.” (Mrk. 6:18).

Dan bahkan, walaupun jauh dari pembacaan Injil, dalam perkumpulan dan pertemuan di rumah, di pasar, di setiap tempat… bahkah setiap jengkal di bumi, kamu terus-menerus mendengarkan suara ini dan menyaksikan bahwa orang benar selalu bersuara lantang.

Ia berseru-seru, melawan kejahatan penguasa yang jahat. Ia tak akan bisa dibungkam. Kecamannya tidak pernah akan melemah sepanjang waktu.” (On The Providence Of God  22.8-9).

Oratio-Missio

Tuhan, berilah aku iman, keberanian dan keteguhan hati untuk mempertahankan kebenaran Injil. Dampingilah aku agar tidak goyah saat menjadi saksi kasih dan belas kasihMu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk terus berbuat baik dan benar?

Dicebat enim Ioannes Herodi, “Non licet tibi habere uxorem fratris tui” – Marcum 6:18

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version