Rabu (H)
- 2Tim.1:1-3.6-12
- Mzm 123:1-2a.2bcd
- Mrk.12:18-27
Lectio
18 Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: 19 “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.
20 Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. 21 Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. 22 Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati.
23 Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia.” 24 Jawab Yesus kepada mereka: “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. 25 Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.
26 Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? 27 Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!”
Meditatio-Exegese
Pada hari kebangkitan siapakah yang menjadi suami perempuan itu?
Inilah satu-satunya dialog antara Yesus dengan kaum aristokrat Yahudi, Saduki. Deskripsi tentang kaum Saduki kebanyakan berpijak dari sumber di luar Kitab Suci. Kaum Saduki tidak percaya pada kebangkitan orang mati (bdk. Luk. 20:27; Kis. 23:8; Josephus, Antiquities of the Jews, 18:1.6).
Menurut sejarahwan Yahudi, Josephus, kaum ini menerima dan menerapkan ajaran yang tertulis dalam Kitab Taurat/Pentateukh; namun mereka tidak percaya pada tradisi seputar kitab hukum itu sebagaimana dipraktikkan kaum Farisi (Josephus, Antiquities of the Jews, 13.5.9; 13.10.6; 18:1.3; Jewish Wars, 2.8.14).
Selanjutnya, Josephus menjelaskan bahwa kebanyakan kaum Saduki membentuk partai politik/keagamaan yang eksklusif dengan anggota kebanyakan imam-imam kepala; dan berorientasi pada kemakmuran material dan mendukung aristokrasi/kebangsawanan (Antiquities of the Jews, 13.10.6).
Lawan politik mereka yang sangat tangguh adalah kaum Farisi (Antiquities of the Jews, 13.10.6).
Pada tahun 70-an ketika Injil Markus ditulis, beberapa gelintir dari kalangan jemaat mencoba berkompromi dengan penguasa Romawi agar tidak dikejar-kejar. Maka mereka mencoba menbuat sinkretisme, pemaksaan penggabungan pesan Injil dengan gagasan kemakmuran Kekaisaran Romawi.
Sedangkan kelompok yang lain terus mempertahankan pesan Yesus dengan konsekuensi dikejar-kejar, dipenjara, disiksa, bahkan, dibunuh. Para murid Yesus bersaksi bahwa orang-orang Kristen tidak pernah membiarkan diri ditipu oleh ideologi/paham kemakmuran sementara.
Maka, membaca konflik antara Yesus dengan para penguasa, termasuk orang Saduki, pembaca Injil Markus harus memperhatikan mereka yang dianiaya karena iman mereka berlawanan dengan paham yang dipaksakan.
Bagi kaum Saduki, Kerajaan Sorga sudah hadir sekarang dalam situasi ketika seseorang mengalami kemakmuran atau kelimpahan harta benda. Mereka mengikuti paham ‘pembalasan di bumi’.
Paham ini mengajarkan: Allah membalas dengan pemberian kemakmuran kepada siapa pun juga yang melaksanakan HukumNya dengan setia; tetapi Ia akan menghukum mereka yang melanggar Hukum-Nya.
Maka, kaum Saduki tidak pernah menghendaki adanya perubahan. Semua harus harmonis dan tetap, seperti Allah tidak berubah.
Alasan inilah yang melandasi penolakan atas kebangkitan badan dan bantuan para malaikat yang menjagai mereka yang berjuang melawan ketidak adilan, perbubahan sosial dan pemerdekaan.
Untuk mendukung gagasan anti-kebangkitan, mereka menghadap Yesus dan mengolok-olok dengan mengacu pada hukum perkawinan levirat (Ul 25:5-10).
Hukum ini melarang saudara kandung mengawini janda saudaranya yang telah memiliki anak-turun; tetapi mengijinkan, apabila perempuan itu tidak memiliki anak. Hukuman keras dikenakan kepada mereka yang menolak hukum ini, seperti terjadi pada Onan (Kej 38:8-10).
Hukum levirat juga diberlakukan kepada saudara dekat untuk memberi keturunan pada janda yang tanpa anak itu (bdk. Rut 4:5). Nan, kaum Saduki membuat kisah yang sangat ekstrem pada perempuan mandul yang dinikahi 7 orang lelaki bersaudara kandung. Pada akhir kisah itu, mereka bertanya : pada hari kebangkitan, siapa yang menjadi suami perempuan itu.
Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah
Yesus menjawab pertanyaan mereka (Mrk 12:25), ”Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah”, Non ideo erratis, quia non scitis Scripturas neque virtutem Dei.
Jawaban Yesus membuat mereka bungkam. Ia menunjukkan sesat pikir mereka dan ketidak mampuan memahami ajaran Musa dan pengenalan akan Allah.
Pada saat kebangkitan orang mati, hidup pasti berbeda dengan yang dialami di bumi. Pada saat itu manusia hidup seperti malaikat, sehingga tidak perlu kawin-mawin (bdk. 1Kor. 15:35-40). Perkawinan hanya diperlukan ketika manusia hidup sementara di dunia untuk melangsungkan keturunan.
Tentang kebangkitan orang mati, Gereja mengajar, “Kristus telah bangkit dengan tubuh-Nya sendiri: “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku; Aku sendirilah ini” (Luk. 24:39), tetapi Ia tidak kembali lagi kepada kehidupan di dunia ini.
Atas cara demikian “semua orang akan bangkit … dengan tubuhnya sendiri, yang sekarang mereka miliki” (Konsili Lateran IV: DS 801). Tetapi tubuh mereka akan diubah ke dalam “rupa tubuh yang mulia” (Flp. 3:21), ke dalam “tubuh rohani” (1 Kor. 15:44):
“Tetapi mungkin ada orang yang bertanya, “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?”
Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu. Dan yang engkau taburkan bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi biji yang tidak berkulit… yang ditaburkan akan binasa, yang dibangkitkan tidak akan binasa…
Orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa… Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati” (1Kor. 15:35-37.42.52-53)” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 999).
Yesus juga menyingkapkan bahwa Allah adalah Allah orang hidup. Dalam Kel. 3:6 Allah menyingkapkan bahwa Ia adalah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakob.
Allah yang dikenal Musa adalah Sahabat dari Abraham, Ishak dan Yakob ketika mereka hidup di bumi. Persahabatan itu tidak pernah putus, walau mereka mengalami kematian.
Daud sendiri mengungkapkan imannya akan Allah yang hidup ketika ia berdoa,“Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan” (Mzm. 73:23-24).
Roh Kudus menyingkapkan kebenaran bahwa Allah mengasihi manusia tanpa batas dan Ia menganugerahkan hidup abadi. Mengutip Nabi Yesaya (Yes. 64:4; 65:17), Santo Paulus berkata, “Tetapi seperti ada tertulis:“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia”.
Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh” (1Kor. 2:9-10). Janji itu akan terpenuhi ketika setiap murid setia pada-Nya.
Katekese
Tidak kawin dan dikawinkan dalam kebangkitan. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430: “Apa kata Tuhan pada orang-orang Saduki? Ia bersabda, “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” (Mrk. 12:24-25; Mat. 22:29-30).
Kuasa Allah amatlah agung.
Mengapa mereka tidak mengawini suami atau isteri? Mereka tidak mulai mati lagi. Ketika satu generasi pergi, generasi lain dituntut untuk menggatikannya. Tetapi, pasti tidak akan peristiwa pembusukan seperti itu di sana.
Tuhan telah melalui tahap-tahap pertumbuhan alami seperti yang kita alami, dari masa bayi hingga dewasa sepenuhnya. Karena saat itu Ia hidup dengan kodrat badaniah yang pasti mengalami kematian.
Setelah Ia bangkit dari mati sesaat setelah penguburan-Nya, apakah kita harus membayangkan bahwa Ia tumbuh menjadi tua di sorga? Ia bersabda, “Mereka akan hidup seperti malaikat di sorga.”
Ia membantah pengandaian orang Yahudi dan mematahkan keberatan kaum Saduki. Karena orang Yahudi percaya bahwa orang mati akan dibangkitkan lagi, tetapi mereka memiliki tubuh manusiawi dan budi duniawi setelah kebangkitan.
Ia bersabda, “Mereka akan hidup seperti malaikat di sorga” … Sudah pula diwartakan bahwa kita akan dibangkitkan lagi. Kita sudah mendengar dari Tuhan bahwa kita akan dibangkitkan lagi untuk hidup seperti malaikat.
Dalam kebangkitan-Nya sendiri, Tuhan menunjukkan kepada kita dengan bentuk tubuh yang sangat khusus. Dengan tubuh itulah kita akan alami dalam kebangkitan badan” (dikutip dari Sermon 362.18–19.30)
Oratio-Missio
- “Semoga Tuhan Yesus menyentuh mata kita dengan tangan-Nya, karena kita juga akan memandang bukan apa yang tampak, tetapi apa yang tak tampak. Semoga Ia membuka mata kita agar memperhatikan bukan apa yang sekarang sedang terjadi, tetapi yang sekarang belum tiba. Semoga Ia membuka mata hati kita, agar kita mampu memandang Allah dalam Roh. Dengan pengantaraan Tuhan, Yesus Kristus, yang empunya kemuliaan dan kuasa sepanjang segala masa, tanpa kesudahan” (Doa Origenes, 185-254, terjemahan bebas)
- Apa yang harus aku lakukan ketika imanku akan kebangkitan badan mulai kabur?
Ego sum Deus Abraham et Deus Isaac et Deus Iacob – Markum 12: 26