Home BERITA Lectio Divina 30.12.2022 – Hormatilah Orangtuamu

Lectio Divina 30.12.2022 – Hormatilah Orangtuamu

0
Yusuf bangun, membawa Anak dan ibu-Nya dan mengungsi ke Mesir, by Vatican News

Jumat. Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf (P)

  • Sir. 3:2-6.12-14
  • Mzm. 128:1-2.3.4-5
  • Kol. 3:12-21
  • Mat. 2:13-15.19-23

Lactio (Mat. 2:13-15.19-23)

Meditatio-Exegese

Barangsiapa memuliakan bapanya

Allah menghendaki penghormatan, perawatan dan perlakuan tepat pada orang tua (Kel. 20:12; Ul. 5:16). Putra Sirakh mengingatkan akan perintah keempat, “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”  (Sir. 3:6).  

Setiap pribadi yang takut akan Allah harus menghormati orang tua mereka. Guru Israel mengungkapkan (Sir. 3:8, vulgata), “Barangsiapa takut akan Allah menghormati orang tuanya.”, Qui timet Dominum, honorat parentes.

Takut akan Allah bermakna sikap batin untuk selalu mengimani-Nya karena Ia selalu melimpahkan kasih. Maka, menghormati orang tua menjadi salah satu wujud kasih pada Allah. Dialah Sang Kasih (1Yoh. 4:8), “Allah adalah kasih.”, Deus caritas est.

Allah menyingkapkan pentingnya sikap hormat dan memuliakan orang tua. Guru kebijaksanaan Israel, Sirakh, meyakini Allah mendengarkan doa anak yang taat dan penuh perhatian pada orang tua, bahkan Ia mengampuni dosa-dosanya (Sir 3:4,14). 

Anak yang berbakti pada orangtua dilukiskan sebagai anak yang melayani orangtuanya layaknya seorang budak melayani tuannya. Ia melayani orangtua karena dari merekalah ia dilahirkan. “Seperti kepada tuannya anak akan mengabdi pada mereka, yang melahirkannya.” (bdk. Sir. 3:8, Vulgata).

Yesus membahas kewajiban untuk menghormati dan berterima kasih pada orang tua, saat Ia mengutuk perbuatan ahli Kitab dan orang Farisi. ”Hormatilah ayahmu dan ibumu. Dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati.

Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban -yaitu persembahan kepada Allah-, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatupun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku…” (Mrk 7:10-13a). 

Allah tahu bahwa ada orang tua yang sangat kejam dalam memperlakukan anak dan gagal menampilkan diri sebagai citra-Nya, Bapa yang mengasihi. Tetapi, memiliki orangtua yang buruk tidak meniadakan perintah untuk memuliakan dan menghormati orang tua.

Maka, tiap pribadi yang menghormati Allah akan memuliakan dan menghormati orangtuanya sendiri. Apa yang diperbuat untuk Allah harus sesuai dengan apa yang dilakukan mereka yang mengasihi-Nya. 

Bangunlah, ambillah Anak serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana

Untuk kedua kali malaikat Tuhan berbicara pada Yusuf dalam mimpi (lih. Mat. 1:18-25). Segera Yusuf mengambil Yesus dan Ibu Maria dan pergi ke Mesir.

Mat. 2:15 merupakan pemenuhan nubuat Nabi Hosea (Hos. 11:1), dan memenuhi petunjuk Tuhan seperti diperintahkan dalam Kel. 4:22-23 ketika Allah menyuruh Musa untuk memberitahu Firaun bahwa bangsa Israel adalah ‘anak sulung’-Nya dan membiarkan mereka anak-anak-Nya pergi untuk beribadat kepada-Nya.

Petunjuk ini menjadi sarana identifikasi diri Yesus dengan bangsa Israel dan ambil bagian dalam kisah pembesan, Keluaran dari Mesir.

Mengacu pada kisah Keluaran, kisah hidup Yesus sejajar dengan kisah hidup bangsa Israel. Anak-anak Israel dilahirkan kembali saat mereka keluar dari Mesir. Mereka diubah dari budak yang mengabdi raja Mesir, para firaun, menjadi bangsa yang merdeka dan diciptakan untuk mengabdi Yahwe, Raja Agung mereka.

Yesus datang untuk menuntun manusia pada Keluaran baru, yakni pembebasan dari perbudakan dosa. Ia menciptakan Israel baru dan umat yang dilahirkan kembali untuk melayani Kristus, Raja Kerajaan Allah yang abadi.

Bukanlah hal yang asing bila Bapak Yusuf mengungsikan keluarga ke Mesir. Kitab Suci mengisahkan pengungsian ke Mesir. Abraham, Ishak dan Yakub mencari perlindungan dan mengungsi ke Mesir pada saat menghadapi bencana kelaparan (Kej. 12:10; 26:1-2; 46:5-7).

Pangeran Yerobeam dari suku Efraim mencari perlindungan di Mesir saat melarikan diri dari amarah Raja Salomo (1Raj. 11:40). Ketika penguasa Babel dan prajuritnya dibunuh, orang-orang yang tinggal di Yudea takut menghadapi pembalasan Babel mengungsi ke Mesir bersama dengan Nabi Yeremia (2Raj. 25:25-26).

Nabi Uria mencoba mengungsi ke Mesir ketika tahu bahwa raja Yoyakim menolak mendengarkan pewartaannya dan mencoba membunuhnya (Yer. 26:20-21).

Jarak dari  Bethlehem ke Mesir, Wadi el-Arish, Sungai Mesir (1Raj. 8:65; Yud. 1:9) kira-kira 100 mil atau 161 kilo meter ditempuh kita-kira 3-4 hari berjalan kaki. Persembahan mahal dari orang Majus (Mat. 2:10-11) kemungkinan digunakan untuk biaya perjalanan dan membangun hidup baru di Mesir.    

Ketika Herodes Agung mati, malaikat Tuhan menampakkan diri pada Yusuf dalam mimpi untuk ketiga kali. Ia memerintahkannya untuk kebali ke tanah air.

Seperti anak-anak Israel, anak sulung Allah keluar dari kungkungan penjajah (Kel 4:22) dan kembali ke tanah yang dijanjikan, Keluarga Kudus kembali ke tanah air mereka karena Allah “memanggil Anak-Nya dari Mesir” (Mat. 2:15, 20-21). Sekali lagi, Yusuf taat, tetapi ia tidak kembali ke Bethlehem.

Seluruh Keluarga Kudus menjauh dari jangkauan keturunan Herodes Agung, Arkhelaus, dan menetap di Nazaret. Ketika Herodes Agung mati, bangsa Romawi menghormati kehendak Herodes dan menunjuk anaknya, Arkhelaus untuk berkuasa dari Yerusalem hingga ke wilayah Yudea, Samaria, dan Idumea.

Arkhelaus sangat licik dan kejam seperti ayahnya, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengelola wilayah kekuasaannya. Ia berkuasa di Yudea hanya selama 2 tahun untuk kemudian disingkirkan oleh penguasa Romawi.

Wilayah kekuasaannya diserahkan pada pengelolaan wali negeri Romawi yang juga membawahkan wilayah Siria. Sedangkan, Herodes Antipas menjadi wali negeri Galilea dan Perea.

Santo Matius tidak menyebut secara khusus nama seorang nabi saat menulis, “Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazaret.” (Mat 2:23). Terlebih, digunakan kata benda jamak, nabi-nabi.

Demikian pula, tidak ada petunjuk yang jelas dalam Perjanjian Lama tentang gelar Yesus sebagai Orang Nazareth. Namun, rupanya Santo Matius menggunakan acuan akar kata Nazareth diperluas. Kata ini berasal dari kata Ibrani natzer, yang bermakna: pangkal pohon atau pangkal cabang.

Tentang pangkal pohon atau pangkal cabang, Nabi Yesaya bernubuat, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya (natzer) akan berbuah” (Yes 11:1). Maka, berdasarkan nubuat nabi, Yesus dikenali sebagai keturunan Isai, anak Obed, anak Ruth dan Boaz, yang menjadi ayah dari Raja Daud (1Sam. 7:16; 23:5; Ez 34:23-24). 

Keluarga selalu berperan penting dalam rencana penyelamatan Allah, semula dari keluarga Adam dan Hawa. Dari mereka lahir seluruh bangsa manusia.

Keluarga Abraham dan Sara melahirkan bangsa Israel. Dan Keluarga Kudus Nazareth melahirkan  Juruselamat, Yesus Kristus.

Masing-masing keluarga juga dipanggil untuk ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah. Terlebih Yesus juga mewariskan kelanjutan pewartaan dan perwujudan tugas pengutusan-Nya untuk menebarkan Kabar Sukacita, Injil, ke seluruh dunia, hingga Ia datang sebagai Penyelamat.

Katekese

Ibu Maria membantu mengenali pesan Tuhan. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:

“Di hadapan setiap keluarga dihadirkan ikon keluarga kudus Nazaret, dengan kegiatan sehari-hari mereka yang melelahkan dan bahkan menakutkan, seperti ketika mereka harus menderita karena mengalami kekejaman Herodes yang tidak dapat dimengerti.

Pengalaman seperti itu saat ini masih terulang secara tragis pada amat banyak keluarga pengungsi yang ditolak dan tak berdaya. Seperti orang-orang Majus, keluarga-keluarga  diundang untuk merenungkan Sang Bayi dan Ibu-Nya, bersujud dan menyembah-Nya (bdk. Mat 2:11).

Seperti Maria, mereka diajak untuk menghayati tantangan keluarga mereka dengan keberanian dan ketenangan, dalam suka dan duka, dan menyimpan serta merenungkan dalam hati mereka hal-hal besar yang telah dikerjakan Allah (bdk Luk 2:19, 51).

Dalam kekayaan hati Maria juga berisi peristiwa-peristiwa setiap keluarga kita, yang dijaganya dengan penuh perhatian. Itulah sebabnya Maria bisa membantu kita memahami makna peristiwa-peristiwa tersebut untuk mengenali pesan Tuhan dalam sejarah keluarga kita.”  (Seruan Apostolik Pasca Sinode Sukacita Kasih, Amoris Laetitia, 30).

Oratio-Missio

Tuhan, hadirlah dalam keluarga kami masing-masing. Bukalah budi dan hati tiap anggota keluarga agar selalu taat kepada-Mu dan setia mewartakan Sukacita Injil di tengah masyarakat. Jadikanlah keluarga kami sahabat bagi para tetangga di sekitar kami. Amin.      

  • Apa yang perlu kita lakukan untuk menjadikan keluarga sebagai tanda dan sarana keselamatan Allah?

quod dictum est per Prophetas: “Nazaraeus vocabitur” – Matthaeum 2:23

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version