Senin. Perayaan Wajib Santo Hieronimus (P)
- Ayb 1:6-22
- Mzm 17:1.2-3.6-7
- Luk 9:46-50
Lectio
46 Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. 47 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya,
48 dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”
49 Yohanes berkata: “Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” 50 Yesus berkata kepadanya: “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”
Meditatio-Exegese
Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan
Ayub, orang terkaya di belahan dunia timur dan dikenal jujur, tetiba kehilangan hampir segala-galanya, seluruh harta benda dan keluarganya. Ia sendiri ditimpa sakit kulit parah, menyendiri dan duduk bersipuh di tempat berdebu, tetapi ia tidak mengutuki Allah.
Sebelum kemalangan Ayub, dalam sidang ilahi, setan menuduh Allah memagari Ayub dan memberkatinya dan membuatnya kaya. Maka, bila semua dicabut dari Ayub, ia pasti mengutuki-Nya(Ayb. 1:10-11).
Allah mengizinkan pencobaan atas Ayub. Sabda-Nya, “Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” (Ayb. 1:12).
Maka, setan dapat menggunakan segala macam cara untuk mencobai Ayub, tetapi ia tidak diizinkan menyerang hambanya. Selanjutnya, apakah akan terbukti Ayub mengutuki Allah? Jika tidak, si penuduh pasti salah dan berkat Allah dalam diri Ayub dibuktikan benar.
Petaka kemudian dilaporkan pada Ayub silih berganti. Sapi dan keledai dirampok. Kambing dan domba dirampas. Unta-unta dibawa kabur. Akhirnya, semua anaknya mati saat rumah si sulung roboh disapu angin gurun.
Istri dan anak Ayub mati. Tidak ada yang meneruskan garis keturunannya. Seolah-olah petaka menjadi kutukan baginya dan setan seolah hendak berseru, “Lihat, hamba-Mu mengutuki muka-Mu, Tuhan.”
Tetapi, Ayub berkata lirih (Ayb. 1:21), “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.”, Nudus egressus sum de utero matris meae et nudus revertar illuc. Dominus dedit, Dominus abstulit; sicut Domino placuit, ita factum est: sit nomen Domini benedictum.
Segala sesuatu yang ada di genggaman tangan Ayub dianugerahkan Allah padanya dan sekarang diambil-Nya kembali. Imannya mampu memandang kuasa Allah dalam segala, termasuk saat menghadapi bencana.
Pertanyaan tentang mengapa orang jujur dan tidak berdosa ditimpa petaka bukan merupakan hal baru. Bahkan, bila meyakinkan diri kalau Allah tidak ada, penderitaan pun akan tetap hadir dalam hidup pribadi.
Dan bila memandang Yesus, Anak Allah yang menderita, bahkan mati di salib, tiap pribadi dikaruniai kesembuhan. Nabi Yesaya mengungkapkan, “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita … dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” (Yes. 53:5)
Timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus
Para murid justru berperilaku aneh selama dalam perjalanan. Mereka berselisih pendapat (Luk. 9:46), “Siapakah yang terbesar di antara mereka?”, quis eorum maior esset.
Lukas melukiskan perjumpaan Yesus dengan banyak orang, termasuk para murid. Ia memberi kuasa dan mengutus mereka pergi ke kota-kota mewartakan Kerajaan Allah. Ia hadir dan menyembuhkan yang sakit.
Kemudian, Ia bertanya tentang siapakah diri-Nya dan mengajak tiga orang murid ke gunung (Luk. 9:1-45). Sekarang, babak baru dimulai, Ia memusatkan diri pada perjalanan ke Yerusalem (Luk. 9:51).
Selama melakukan perjalanan ke Yerusalem Yesus menyingkapkan apa yang akan menimpa diri-Nya (Luk. 9:22). Kemudian Ia berubah rupa di gunung, menyingkapkan kemuliaan-Nya dan berbicara dengan Musa dan Elia tentang tujuan kepergian-Nya, εξοδος, exodos, yang akan digenapi-Nya di Yerusalem.
Segera setelah menyatakan kemuliaan-Nya, Ia menyingkapkan bagaimana Ia akan menanggung kematian (Luk. 9:44), “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”, Filius enim hominis futurum est ut tradatur in manus hominum.
Namun, para murid-Nya tidak mengerti apa yang disabdakan-Nya dan tidak memiliki keberanian untuk bertanya pada-Nya (Luk. 9:45).
Yang terbesar di antara mereka
Pertengkaran di antara para murid tak kunjung henti. Yesus menyudahi menyudahi pertengkaran itu. Ia mendudukkan anak kecil tengah mereka, dan bersabda (Luk. 9:47), “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”, Quicumque susceperit puerum istum in nomine meo, me recipit.
Yesus hendak menekankan bahwa cara pikir, cara merasa dan cara tindak yang paling utama dalam komunitas yang didirikan-Nya ditentukan oleh penyambutan, bukan kedudukan. Mereka yang terbesar adalah mereka mereka yang mampu menerima orang-orang kecil dan miskin.
Golongan ini dilambangkan oleh anak kecil, yang selalu tergantung pada orang tua atau orang yang lebih dewasa darinya untuk hampir semua urusan. Ia juga rentan akan sakit, keamanan, pelecehan, dan eksploitasi (bdk. Luk. 16:19-31).
Menerima anak kecil bermakna menerima Yesus. Di samping itu, tiap murid Yesus harus berkembang menjadi pribadi yang menggantungkan diri pada Allah.
Tiap pribadi yang menggantungkan diri pada Allah selalu sadar bahwa masing-masing rentan untuk masuk dalam pencobaan. Yesus pun memohon pertolongan Allah atau pendampingan Roh Kudus saat Ia mempersiapkan pelayanan publik (bdk. Mat. 4:1; Luk. 4:1).
Sejak awal keberadaannya, Gereja mengajak tiap pribadi untuk mendaraskan, “Dan janganlah biarkan kami masuk ke dalam pencobaan.”, et ne nos inducas in temptationem (bdk. Doa Bapa Kami).
Santo Matius menungkapkan (Mat.20:28), “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”, Filius hominis non venit ministrari sed ministrare et dare animam suam redemptionem pro multis.
Dalam Surat kepada Jemaat di Filipi (Flp. 2:7), Santo Paulus berkata bahwa Yesus “telah mengosong dirinya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”, semetipsum exinanivit formam servi accipiens, in similitudinem hominum factus.
“Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati” (Yak. 4:6). Setiap murid Kristus akan mampu menyambut yang kecil apabila masing-masing, dengan bantuan Allah, mampu mematikan percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, keserakahan, marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulut (bdk. Kol. 3:5-9).
Dengan cara ini para murid Yesus akan mampu “menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku.” (Luk. 9:48).
Barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu
Yohanes melaporkan kalau mereka mencegah orang mengusir setan atas nama Yesus. Mereka mempersalahkan orang itu karena ia bukan anggota komunitas mereka.
Maka, perlu disadari bahwa Roh Kudus mempu menumbuh kembangkan pelbagai perbuatan baik dan menggerakkan siapa pun melakukannya. Tiap orang yang melakukan kebaikan dan tidak melawan Allah, pasti, ada di pihak Allah.
Para murid Yesus tidak perlu menjadi pengawas apakah mereka benar atau salah. Para murid tidak boleh membatasi kehendak Allah. Tetapi perlu menunggu, karena “dari buahnya kamu mengenal pohonnya,” sabda Yesus (lih. Mrk. 7:16).
Katekese
Dipanggil menjadi kontemplatif di tengah kesibukan. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang:
“Tidaklah sehat menyukai keheningan ketika melarikan diri dari pergaulan dengan sesama, menghendaki kedamaian dan ketenangan ketika menghindari kegiatan, mencari saat hening untuk berdoa ketika mengabaikan pelayanan.
Segala hal dapat diterima dan diintegrasikan dalam hidup kita sehari-hari, dan menjadi bagian dalam perjalanan kita menuju kesucian.
Kita dipanggil menjadi kontemplatif, bahkan saat kita sedang melakukan pekerjaan. Dan untuk tumbuh dalam kesucian melalui tugas pengutusan kita yang kita laksanakan dengan penuh tanggung jawab dan murah hati.” (Seruan Apostolik, Gaudete Et Exsultate, 26).
Oratio-Missio
Tuhan, anugerah-Mu tak mengenal batas. Engkau memberikannya secara cuma-cuma kepada siapa pun yang rendah hati; Engkau pula menganugerahi kami kemerdekaan untuk mengasihi dan melayani sesama tanpa pamrih. Kobarkanlah hatiku untuk selalu berbuat baik bagi sesama. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk menerima dan melayani mereka yang kecil?
Quicumque susceperit puerum istum in nomine meo, me recipit; et, quicumque me receperit, recipit eum, qui me misit – Lucam 9:48