Home BERITA Lectio Divina 31.03.2021 – Bukan Aku, Tuhan

Lectio Divina 31.03.2021 – Bukan Aku, Tuhan

0
Tiga puluh keping perak, by Vatican News.

Rabu. Pekan Suci (U)

  • Yes. 50:4-9a
  • Mzm 69:8-10.21bcd-22.31.33.34
  • Mat. 26:14-25

Lectio

14 Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. 15 Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. 16 Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

17 Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” 18 Jawab Yesus: “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.”

19 Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah. 20  Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. 21 Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.”

22 Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?” 23 Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. 24  Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”

25 Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya: “Engkau telah mengatakannya.”

Meditatio-Exegese

Yesus dan kedua belas murid itu

Santo Matius melukiskan pula kisah pengkhianatan. Melalui kisah ini ia menekankan kegagalan para murid mengenal Yesus.

Walau mereka telah hidup dekat dengan-Nya selama tiga tahun, Yudas mengkhianati-Nya. Petrus mengingkari-Nya. Sedangkan para murid yang lain lari meninggalkan-Nya.

Santo Matius menulis kisah tidak untuk mencela mereka. Ia juga tidak melemahkan iman jemaat yang dibinanya. Namun, ia menggaris bawahi bahwa, walaupun Yesus diperlakukan murid demikian buruk, Ia tetap mengasihi mereka masing-masing tanpa kunjung putus.

Sikap Yesus itu membantu jemaat untuk melalui masa pengejaran dan penindasan oleh Kekaisaran Romawi. Dalam masa itu banyak jemaat menjadi kecil hati, putus asa, dan kehilangan iman. Banyak juga yang meninggalkan Yesus dan komunitas iman.

Mereka bertanya, “Mungkinkah aku kembali? Apakah Allah masih menerimaku dan mengampuniku?”

Santo Matius justru menggunakan kebiasaan duduk dan makan bersama untuk menyingkapkan sikap Yesus yang menerima siapa saja tanpa syarat.  Ia tidak pernah memutus tali  persahabatan yang telah dijalin. Kasih-Nya mengatasi ketidak-taatan manusia.

Ia bersaksi (Mat. 26:20), “Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu.”, Vespere autem facto, discumbebat cum Duodecim.

Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?

Mengapa Yudas mengkhianati-Nya? Apakah yang mendorong Yudas berkhianat? Apakah ia didorong oleh kerakusan akan uang atau kekecewaan atas harapan yang diletakkan di pundak Yesus tidak terpenuhi atau kebencian?

Barangkali Yudas berpikir bahwa Yesus tidak segera menegakkan kerajaan mesianis seperti harapannya. 

Ia mungkin ingin memaksa Yesus untuk segera bertindak mewujudkan harapan akan datangnya kerajaan itu.

Namun demikian, sekali ia menyerahkan Yesus, Yudas tidak mampu mengatur dan mengendalikan apa yang dialami Yesus. Yudas gagal menerima Yesus apa adanya.

Yudas memutuskan untuk berkhianat setelah Yesus mematahkan kecaman para murid terkait perempuan yang memboroskan minyak wangi mahal hanya untuk membasuh kaki Yesus (Mat. 26:6-13).

Ia menemui para imam kepala dan bertanya, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” (Mat. 26:15). Ia sepakat dengan bayaran tiga puluh keping uang perak.

Hasil perdagangan atas Yesus juga mengingatkan akan jumlah dua puluh syikal perak untuk pembayaran Yusuf (Kej. 37:28). Tiga puluh syikal perak juga setara dengan dengan biaya yang harus dibayarkan pemilik lembu ketika piaraannya melukai seorang budak (Kel. 21:32).

Santo Matius mengingatkan akan nubuat Nabi Zakharia (Za. 11:12), “Maka mereka membayar upahku dengan menimbang tiga puluh uang perak.”, adpenderunt mercedem meam triginta argenteos

Di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah

Di Yerusalem Yesus tidak memiliki rumah singgah. Ia melewatkan malam di Taman Zaitun (bdk. Yoh. 8:1). Dan pada saat perayaan Paskah, Yerusalem disesaki peziarah dari seluruh penjuru kekaisaran. Penghuni kota itu berlipat tiga.

Maka, sulitlah bagi Yesus untuk menemukan rumah dapat digunakan untuk merayakan Paskah.

Namun, sungguh di luar perkiraan, ternyata ada orang yang diam-diam mau menyediakan rumah dan seluruh perlengkapan perayaan Paskah. 

Seluruh tulisan Perjanjian Baru dan sumber lain di luar Perjanjian Baru tidak memberi informasi sedikit pun tentang identitas pemilik rumah itu. Ia mempertaruhkan nyawa karena menerima Yesus yang diburu prajurit Bait Allah dan tetap tanpa nama hingga kini.

Yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini

Yesus sadar akan pengkhianatan yang segera menimpa-Nya, walau Yudas melakukan secara diam-diam. Namun, Ia terus melakukan upaya menjalin relasi kasih tanpa putus dengan seluruh sahabat, termasuk Yudas. Yudas terus diberi kesempatan untuk berbalik.

Yesus memberi kesempatan untuk ambil bagian dalam perjamuan terakhir. Hingga, akhirnya, Ia mengumumkan akan adanya pengkhianatan.

Sabda-Nya, “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku.” (Mat. 26:23).

Dalam tradisi Yahudi, mencelupkan tangan bersama-sama ke dalam pinggan merupakan tanda kedekatan relasi dan kepercayaan. Tetapi, pada peristiwa ini, tanda itu bermakna sebaliknya: permusuhan dan pengkhianatan.

Memang, Yesus akan mengalami peristiwa itu. Ia pun menyesali mengapa orang mengambil keputusan itu. Kekecewaannya terungkap (Mat. 26:24), Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”, Bonum erat ei, si natus non fuisset homo ille.

Kasih-Nya tidak pernah berhenti mengalir, walaupun Ia dikhianati dan diingkari. Kasih-Nya tidak berkesudahan (bdk. 1Kor. 13:8).  

Katekese

Allah membantu kita untuk bertobat. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:

“Ketika kita mengubah hidup lama kita dan memberi jiwa kita dengan citra baru, kita mengalami bahwa yang kita lakukan sunggu sulit dan melelah.

Tidak mudah berpaling dari kecondongan hati yang menyukai kegelapan dunia dan menatap keteduhan cahaya ilahi. Maka, kita harus memohon pada Allah untuk membantu kita agar kita dibawa pada pertobatan sejati” (dikutip dari Confessions 10,4) 

Oratio-Missio

  • Allah Bapa kami, kami sering merasa lemah dan enggan untuk melaksanakan setiap tanggung jawab dengan jujur dan setia. Kami mohon, kuatkanlah kami bila menghadapi kelemahanan kami, agar kami selalu melaksanakan tugas dengan berani dalam perang rohani melawan kejahatan.

Bantulah kami melawan kebodohan dan sikap pengecut yang tumbuh dalam diri kami. Akhirnya, belalah kami dari pengkhianatan yang muncul dari hati yang tak setia. Demi Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin. (terjemahan bebas, Doa Thomas A Kempis).

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu setia pada Yesus?

Respondens autem Iudas, qui tradidit eum, dixit, “Numquid ego sum, Rabbi?” Ait illi, ”Tu dixisti.” – Matthaeum 26:25

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version