Jumat. Hari Biasa Pekan Prapaskah V (U)
- Yer. 20:10-13.
- Mzm. 18:2-3a.3b-4.5-6.7
- Yoh. 10:31-42
Lectio
31 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. 32 Kata Yesus kepada mereka: “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?”
33 Jawab orang-orang Yahudi itu: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.”
34 Kata Yesus kepada mereka: “Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? 35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah — sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan-, 36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah. Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?
37 Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, 38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.”
39 Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka. 40 Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ.
41 Dan banyak orang datang kepada-Nya dan berkata: “Yohanes memang tidak membuat satu tandapun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini adalah benar.” 42 Dan banyak orang di situ percaya kepada-Nya.
Meditatio-Exegese
Kitab Taurat kamu
Ungkapan ‘kitab Taurat kamu’ (Yoh. 10:34) menyentakkan kesadaran akan keterpisahan jemaat Kristiani dan Yahudi. Antara ecclesia, gereja, dan sinagoga.
Terkesan dalam ungkapan itu seolah-olah tidak ada relasi persahabatan antara pengikut Yesus dengan kaum Yahudi, walaupun keduanya, kelak ditambah saudara-saudari Muslimin, mengaku sebagai pewaris iman Abraham.
Maka, selama masa Prapaskah, jemaat diajak untuk menilik hati masing-masing dalam menjalin relasi persaudaraan, sehingga ungkapan ‘kamu’ dapat diubah menjadi ‘kita’, yang melibatkan ‘kamu’ dan ‘aku’.
Luapan hati yang tersirat dalam Yoh. 10:34 adalah luapan kekecewaan, karena penolakan. Yesus merasa putus asa, karena apa yang dilakukan-Nya ditolak oleh bangsan-Nya sendiri. Padahal, tentang Dia, mereka dapat mengenali melalui apa yang ditulis dalam Kitab Taurat dan para nabi.
Beratnya beban tugas Yesus serupa dengan beban yang harus ditanggung Nabi Yeremia. Sang nabi mengeluh kepada Allah, karena ia ditolak, termasuk diperlakukan buruk oleh Imam Pasyhur, yang memukul dan memasungnya di pintu gerbang Benyamin (Yer. 20:1-2). Terlebih panggilan Yeremia sebagai nabi telah menjadi bahan tertawaan dan olok-olok (Yer. 20:7).
Penyiksaan fisikal dan spiritual membuat Nabi Yeremia sampai demikian terpuruk. Ia pun mengeluh pada Allah (Yer. 20:8), “Firman Tuhan telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari.”, et factus est mihi sermo Domini in opprobrium et in derisum tota die.
Namun, dalam keterpurukannya, sang nabi justru menemukan peneguhan. Ia berkata (Yer. 20:11), “Tuhan menyertai aku seperti pahlawan yang gagah.”, Dominus autem mecum est quasi bellator fortis.
Pengalaman serupa, dialami Yesus, ketika di taman Getsemani, Ia berseru, “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Mrk. 14:36).
Karena Engkau menghujat Allah dan menyamakan diri-Mu dengan Allah
Intensitas perselisihan antara Yesus melawan para pemimpin agama Yahudi makin meningkat. Mereka hendak menghukum Yesus dengan hukum rajam sampai mati.
“Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati.” (Im. 24: 16).
Menurut mereka, Yesus harus dihukum mati, karena dianggap menghujat Allah dan menyamakan diri dengan Allah. Mereka menihilkan perbuatan baik yang dilakukan-Nya, karena Ia melakukan kehendak Dia yang mengutus-Nya.
Mereka sudah dibutakan oleh paham keagamaan yang beku dan wawasan pengetahuan sempit. Padahal, mereka sendiri juga menjadi saksi perbuatan baik yang dilakukan Yesus: menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan memberi makan mereka yang kelaparan.
Aku Anak Allah
Yesus membela hak-Nya untuk menyebut diri-Nya sendiri sebagai Anak Allah dengan mengutip Mazmur, “Aku sendiri telah berfirman, “Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian.” (Mzm. 82:6).
Yesus beralasan bahwa jika Kitab Suci menyingkapkan hal demikian tentang manusia, atas alasan apa Ia dilarang berbicara seperti apa yang tertulis. Yesus kemudian menyingkapkan bahwa Dia “dikuduskan oleh Bapa dan diutus-Nya ke dalam dunia.” (Yoh. 10:36).
Dalam tradisi alkitabiah, dikuduskan dan diutus berarti dengan suka rela disucikan dan dipersembahkan bagi Allah. Samuel, misalnya, dipersembahkan kepada Allah oleh Hana, ibunya (1 Sam. 1:22-28).
Dikuduskan dan diutus-Nya
Yesus menjadikan diri-Nya sendiri korban silih atas dosa manusia. Ia menjadi tebusan atas penghukuman dan perhambaan terhadap dosa. Ia bersabda (Yoh. 10:36), ”Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia”, quem Pater sanctificavit et misit in mundum.
Dengan sabda itu, Ia menantang para penentang untuk menerima pekerjaan yang Ia lakukan seandainya mereka tidak mau menerima sabda-Nya. Orang bisa berselisih pendapat tentang perkataan, tetapi perbuatan mengatasi segala kata indah.
Yesus adalah guru yang sempurna. Ia tidak hanya menyakinkan para murid-Nya dengan kata-kata, tetapi dengan apa yang dilakukan-Nya. Sabda Allah adalah hidup dan kekuatan bagi mereka yang percaya pada-Nya.
Tetapi Yesus menunjukkan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai kebenaran dan kesucian: mendengarkan dan melaksanakan sabda Bapa-Nya. Dengan konsekuensi, mereka mau menangkap dan melempari-Nya dengan batu.
Katekese
Pengorbanan Kristus. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430: “Walau pun Yesus Kristus sebagai manusia, dan sertentak sehakekat dengan Bapa, menerima pengorbanan kita, namun demikian Ia telah memilih untuk menjadi seorang hamba untuk menjadi korban dari pada menerima korban itu.
Maka, Ia adalah Imam itu sendiri yang mempersembahkan persembahan. Ia sendiri adalah apa yang dikorbankan.” (City of God, 10,20)
Oratio-Missio
Tuhan, tulislah sabda-Mu dalam hatiku. Anugerahilah aku rahmat yang cukup agar aku mampu menjadi pelaksana sabdaMu, tidak sekedar menjadi pendengar yang mudah melupakan Sang Sabda. Amin.
- Apa yang harus kulakukan untuk menjadi pendengar setia sabda-Nya dan melaksanakannya dalam situasi yang sulit di tengah pandemi?
si autem facio, et si mihi non vultis credere, operibus credite, ut cognoscatis et sciatis quia in me est Pater, et ego in Patre – Ioannem 10:38