Minggu. Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf (P)
- Kej. 15:1-6; 21:1-3
- Mzm. 105:1b-2,3-4,5-6,8-9
- Ibr.11:8,11-12,17-19
- Luk. 2:22-40 atau Luk 2: 22.39-40 (Singkat)
Lectio (Luk. 2:22-40 atau Luk 2: 22.39-40)
Meditatio-Exegese
Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar
Rangkaian kisah ini menjadi latar ketika Allah bersabda bahwa Ia selalu menjadi perisai yang melindungi Abram dan Ia akan mengganjar sahabat-Nya karena pulang dari peperangan hanya dengan membawa badan (Kej. 15:1).
Abram dan Lot, keponakannya, harus berpisah karena perselisihan di antara para gembala mereka tentang wilayah penggembalaan (Kej. 13:6-7). Kemudian, keterlibatan Abram dalam peperangan melawan para raja di wilayah Timur memberinya legitimasi sebagai panglima perang (Kej. 14:1-12); di samping itu, ia berhasil menyelamatkan seluruh keluarga Lot yang ditawan musuh dan mengejar mereka hingga jauh ke wilayah utara Damsyik (Kej. 14:13-16).
Setelah pertempuran, Abram memberikan seluruh jarahan perang pada Raja Sodom dan menolak pemberiannya. Ia hanya meminta apa yang menjadi hak para pembantunya (Kej. 14:21-24). Ia tak mau memiliki ikatan apa pun dengan raja kota itu, yang disebut sebagai kota yang jahat dan berdosa terhadap Tuhan (Kej. 13:13). Namun, di Salem, ia diberkati Melkisedek, Raja Salem dan imam Allah yang maha tinggi.
Saat Allah menjumpai Abram, Ia berabda (Kej. 15:1), “Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.” Noli timere, Abram! Ego protector tuus sum, et merces tua magna erit nimis.
Di masa Perjanjian Lama, umat sering merasa takut saat berjumpa dengan Allah. Ungkapan yang sama, “Jangan takut” dikatakan oleh malaikat Tuhan saat menjumpai Zakharia, Ibu Maria dan para gembala di padang (Luk. 1:13, 30; 2:10).
Dan kata yang sama digunakan Allah atau malaikat-Nya untuk membesarkan hati umat-Nya yang sedang menghadapi bahaya (Kej. 21:17; 26:24; 46:3). Allah tidak menempatkan Abraham dalam bahaya, tetapi Ia justru menjadi perisainya. Pasti ia merasakan perlindungan-Nya selama peperangan dan merasakan kehadiran-Nya sebagai ‘Allah adalah perisaiku’.
Saat Allah bersabda “Upahmu akan sangan besar.” (Kej. 15:1c), tak dapat dipastikan perbuatan mana yang patut diganjar, karena, dalam tradisi lama, setiap perbuatan pasti ada ganjarannya.
Abraham telah menaati perintah untuk meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan rumah bapaknya (Kej. 12:1); dan Allah berjanji akan menjadikannya bapa suatu bangsa yang besar dan memberkatinya (Kej. 12:2-3).
Dan belum lama, Abram menolak pemberian Raja Sodom, “Aku bersumpah demi TUHAN, Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi: Aku tidak akan mengambil apa-apa dari kepunyaanmu itu, sepotong benang atau tali kasut pun tidak, supaya engkau jangan dapat berkata: Aku telah membuat Abram menjadi kaya.” (Kej. 14:22-23). Mungkin Allah memberikan anugerah atas dua tindakan Abram yang luar biasa.
Percayalah Abram kepada TUHAN
Tak ada anugerah apa pun bermakna bagi Abram karena ia tidak memiliki ahli waris yang sah. Abram sudah kaya raya (Kej. 13:1). Maka penambahan kekayaan tidak akan mengubah dirinya. Ia mengharapkan lebih dari pada sekedar kambing domba atau tanah. Ia mengharapkan pewaris sah.
Abram mengungkapkan rasa hati yang getir ketika jawab, “Aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.” (Kej. 15:2). Abram sadar akan hukum adat yang berlaku. Ia harus mengangkat seseorang untuk menjadi ahli waris.
Kebiasaan suku Nuzi di Mezopotamia, misalnya, mengizinkan pasangan yang tak tak punya anak mengangkat seorang budak untuk bertindak seperti anak sendiri – merawat ketika bapak-ibu angkat berusia lanjut, menguburkan dan menangisi kematian mereka. Ia juga menjadi ahli waris.
“Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku.” (Kej. 15:3) menyingkapkan kepedihan hati. Allah menjanjikan keturunan, tetapi yang dihadapi Abram adalah usia yang makin renta dan istri yang mandul.
Allah meyakinkan Abram. Sabda-Nya, “Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu.” (Kej. 15:4). Lalu, Ia mengajak Abram ke luar tenda dan memandang langit. Sekarang Allah menggunakan lambang bintang untuk membaharui janji akan keturunan dengan jumlah yang melampaui pikiran manusia.
Saat langit cerah, tanpa awan, mata telanjang mampu melihat bintang gemintang di angkasa. Letak masing-masing selalu tetap. Bintang selalu menjadi pandu bagi para gembala untuk menentukan arah yang harus dituju ketika menggembalakan domba dari padang satu ke padang lain.
Atas janji ini, Abram percaya pada Allah, Credidit Domino. Imannya pada Allah menjadikan dia dipandang benar. Walau, ia harus terus memperjuangkan kepercayaannya pada Allah, termasuk di dalam konflik rumahtangganya sendiri, sejak saat Allah menjumpainya hingga Ishak beranjak dewasa dan keharusan mengusir Ismael (Kej. 21:20).
Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah
Keluarga Kudus Nazaret, Yusuf-Maria dan Yesus, yang baru berusia 40 hari, mengunjungi Bait Allah di Yerusalem, 2400 mil di atas muka laut. Dari Bethlehem mereka menyusuri punggung timur pegunungan Yehuda sepanjang 9,6 kilometer.
Kunjungan Yesus ini memenuhi nubuat Nabi Maleakhi, “Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya!” (Mal. 3:1b). Upacara sunat dan pemberian nama (Luk. 2:21), seperti dilakukan Keluarga Zakharia-Elizabet pada Yohanes, semakin membuktikan bahwa Keluarga Kudus patuh pada ketentuan Yahwe dalam Hukum Taurat, sehingga Anak Ibu Maria disebut “kudus” (Luk 1:35).
Mengikuti Hukum Tuhan atau Hukum Musa dalam Im 12:1-41, perempuan bersalin najis selama tujuh hari. Pada hari kedelapan anak laki-laki yang dilahirkannya harus disunat.
Selanjutnya ia harus memantikan pentahiran dari darah nifas selama 33 hari lagi. Bila mengikuti ketetapan itu, pada hari ke empat puluh, Yesus dipersembahkan di Bait Allah.
Saat itulah para perempuan, termasuk Ibu Maria mandi di kolam pentahiran, mikvah, lalu mempersembahkan korban bakaran untuk penebusan dosa (Im. 12:6-7). Dan sebagai anak sulung, Yesus dipersembahkan sebagai milik Allah.
Santo Lukas mengutip Hukum Tuhan (Luk. 2:23; bdk. Kel. 13:2), “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah.”,Omne masculinum adaperiens vulvam sanctum Domino vocabitur.
Walau Keluarga Kudus Nazaret ternyata termasuk keluarga melarat, sembah bakti mereka pada Allah tak pernah terhalang. Mereka tetap setia mengikuti Hukum Tuhan dengan mempersembahkan dua ekor burung merpati sebagai korban bakaran, sesuai dengan peraturan khusus untuk kaum miskin pada Im. 12:6-8.
Santo Lukas menggunakan ungkapan Hukum Musa, νομον μωσεως, nomon Moseos, sebanyak sembilan kali. 5 kali digunakan dalam bab ini ( Luk. 2:22.23.24.27.39; 10:26; 16:16-17; 24:44).
Dinyatakan oleh Roh Kudus
Simeon dibimbing Roh Kudus, Roh yang juga membimbing Yesus ke gurun (Luk. 4:1), untuk menyambut Bayi Yesus. Kehadiran-Nya ternyata menjadi kesempatan untuk bersuka cita dan memuliakan Allah (Luk. 1:46-55; 2:14, 20). Kedatangan Yesus dan orang tua-Nya menjadi tanda pemenuhan janji Allah pada Simeon, nabi yang benar dan saleh (Luk. 2:26).
Serupa dengan Kidung Pujian Maria, Magnificat, Simeon menyingkapkan disposisi batinnya sebagai ‘budak’, δουλον, doulon, dari kata dasar doulos. Di hadapan Allah ia mengidentifikasi diri sebagai orang yang tidak layak sama sekali.
Dalam strata sosial Yunani-Romawi, budak dianggap dan diperlakukan seperti binatang; bahkan, bisa dijadikan umpan dan makanan binatang buas.
Dalam Kidung Simeon, Benedictus atau Nunc Dimittis, dengan penerangan Roh Kudus, ia menyingkapkan kehadiran Mesias menandakan kehadiran penyelamatan Allah. Dalam pandangannya, penyelamatan yang terjadi dalam Yesus disediakan bagi segala umat dan bangsa, bukan hanya untuk bangsa Israel dan Ia menjadi Terang bagi bangsa-bangsa lain (Luk. 2:31-32. bdk. Mzm. 98:3; Yes. 42:6; 49:6; 52:10; 60:1-2).
Santo Lukas menggunakan kata λαων, laon, dari laos: umat; dan εθνων, ethnon, dari ethnos, bangsa; dan dalam Vulgata digunakan kata gens, bangsa.
Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri
Simeon memberkati Maria dan Yusuf. Ia juga bernubuat tentang apa yang akan dialami Maria dan Anaknya. Maria tak hanya akan mengalami suka cita, dan “tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.” (Yoh. 16:22); tetapi juga ia akan mengenakan mahkota penderitaan, karena ambil bagian dalam derita yang dialami Anaknya.
Anaknya akan menjadi perbantahan dan, akhirnya, dibunuh di kayu salib. Ia minta dari para murid untuk ambil bagian dalam rencana penebusan dengan memanggul salib (bdk. Mat. 10:38; 16:24; Mrk. 8:34; Luk. 9:23; 14:27).
Bunda Gereja mengajar, “… Yesus mengajak murid-murid-Nya, untuk “memanggul salibnya” dan mengikuti Dia (Mat 16:24), karena “Kristus pun telah menderita untuk [kita] dan telah meninggalkan teladan bagi [kita], supaya [kita] mengikuti jejak-Nya” (1Ptr. 2:21). Ia ingin mengikutsertakan dalam kurban ini, pada tempat pertama, orang-orang yang menjadi ahli waris-Nya`.
Ini berlaku terutama untuk ibu-Nya, yang dalam misteri kesengsaraan-Nya yang menebuskan itu, dibawa masuk lebih dalam daripada setiap manusia yang lain. “Tidak ada satu tangga lain untuk naik ke surga, selain salib” (Rosa dari Lima, Vita).” (Katekismus Gereja Katolik, 618).
Sebagai salah satu “puteri Zion”, Maria akan hidup dan menghayati duka cita seperti siapa pun yang mengharapkan penebusan dari Allah dan berjuang bahu-membahu dengan Yesus. Tusukan pedang di hatinya barangkali merupakan pemenuhan dari nubuat Nabi Yesaya (Yes. 14:7-8) dan Nabi Zakharia (Za. 12:10).
Hana berbicara tentang Anak itu
Di samping Nabi Simeon, di Bait Allah hadir juga Nabiah Hana. Ia juga bersuka cita dan memuji Allah atas kedatangan Anak itu. Suka cita dan syukurnya diungkapkan dengan pewartaan tentang kedatangan Sang Mesias. Ia berseru tentang Allah yang datang dan membela manusia, supaya manusia membuka hati untuk dipulihkanNya.
Dan dalam setiap peristiwa, termasuk dalam narasi tentang kelahiran Anak Allah, Ia selalu mengutus, pria dan wanita utama untuk mewartakan karya keselamatan-Nya, misalnya: Zakharia dan Elizabet; Yusuf dan Maria; Simeon dan Hana.
Katekese
Kristus yang kaya menjadi miskin. Origenes dari Alexandria, 185-254 :
“Karena alasan ini, yang nampak mengagumkan bahwa persembahan Ibu Maria bukan korban bakaran yang menjadi pilihan pertama, yakni ‘kambing atau domba berumur satu tahun’, tetapi pilihan kedua, karena ‘ia tidak mampu untuk menyediakan’ (Im. 5:7) yang pertama.
Karena tertulis tentang dia, orang tua Yesus datang ‘untuk mempersembahkan korban’ bagiNya, ‘menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati’. Korban ini juga menyingkapkan kebenaran yang tertulis, bahwa Yesus Kristus, “menjadi miskin, sekalipun Ia kaya” (2Kor. 8:9).
Maka, karena alasan inilah, Ia memilih seorang ibu yang miskin, yang melahirkanNya, dan tanah kelahiran yang miskin, seperti ada tertulis, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda.” (Mi. 5:2, dan seterusnya)”. (Homilies On Leviticus 8.4.3)
Oratio-Missio
Tuhan, semoga aku terus menerus percaya pada-Mu. Penuhilah hatiku dengan Roh-Mu, agar aku tanpa ragu mengantar sesamaku untuk berjumpa dengan-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan supaya aku tanpa malu mewartakan imanku?
Ecce positus est hic in ruinam et resurrectionem multorum in Israel et in signum, cui contradicetur – Lucam 2:34