Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Lectio Divina 5.9.2024 – Bekerja Sama Mewartakan Injil

Lectio Divina 5.9.2024 – Bekerja Sama Mewartakan Injil

0
Karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jalaku, by Duccio

Kamis. Minggu Biasa XXII, Hari Biasa (H)

  • 1Kor 3:18-23
  • Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6
  • Luk 5:1-11

Lectio

1 Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. 2 Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.

3 Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. 4 Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”

5 Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” 6 Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.

7 Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. 8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”

9 Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; 10 demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon.

Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” 11 Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.

Meditatio-Exegese

Kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah

Paulus menuntut jemaat Korintus meninggalkan ‘hikmat dunia’, dan belajar menjadi ‘bodoh’ demi Kristus di mata dunia. Menjadi ‘bodoh’ bermakna memalingkan diri dari ‘hikmat dunia’, yang membutakan iman dan memisahkan dari Kristus. Inilah langkah pertama untuk menjadi pribadi yang berhikmat.

Hikmat yang dihayati tiap merid Yesus adalah hikmat yang dikaruniakan oleh Roh (1Kor. 2:13). Karunia menuntun tiap pribadi untuk mengenal bahwa apa yang nampak sebagai kegagalan dan bencana di kayu salib ternyata merupakan kemenangan kasih Allah. Inilah awal mula hikmat sejati.

Pengejar ‘hikmat dunia’ percaya bahwa kebahagiaan diraih dengan menguasai uang, kekayaan material, sukses dan kekuasaan. Beberapa bersedia mati untuk hal yang sepele itu; dan semakin jauh ia mengejar mereka, kerinduan akan kebahagiaan semakin meredup.

Apa yang dianggap penuh hikmat dan menjadi jaminan hidup, ternyata, merupakan kebodohan dan sia-sia (1Kor. 3:19; bdk. Ayb. 5:13; Mzm. 94:11). Perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh dalam Injil Lukas menegaskan ketergantungan pada hikmat dunia selalu sia-siaan (bdk. Luk. 16:19:31).

Maka, hikmat Allah selalu disampaikan kepada tiap pribadi melalui hidup, wafat dan kebangkitan Yesus. Maka, tidak ada ruang dan kesempatan untuk menyombongkan hikmat dunia. 

Selanjutnya, rasul agung mengungkapkan kekhawatiran akan perpecahan dalam jemaat dan meminta mereka tetap hidup dalam satu kawanan (1Kor. 1:10-13). Pemimpin jemaat, seperti Paulus, Apolos, Kefas/Petrus, melayani seluruh anggota dari ujung bumi satu ke ujung yang lain, sehingga jemaat dipersatukan dengan pemimpin Gereja  yang benar dan dengan Kristus.    

Di samping itu, Allah memperlengkapi jemaat dengan apa yang diperlukan, tidak hanya pemimpin, tetapi semuanya. Semua yang dikaruniakan-Nya hanya berfungsi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan iman jemaat. 

Santo Yohanes dari Salib menulis, “Langit milikku dan bumi milikku. Umat milikku. Orang benar milikku dan  Bunda Allah milikku dan semua milikku. Allah sendiri milikku dan untukku, karena Kristus milikku dan semua untukku.

Lalu apa lagi yang kamu minta dan dan cari, hai jiwaku? Semua milikmu; dan semua untukmu. Apakah kamu menghina dirimu sendiri, jangan meremehkan remah-remah yang jatuh meja Bapa.” (A Prayer of the Soul Enkindled by Love).

Santo Paulus meminta jemaat untuk mengingat (1Kor. 3:23), “Kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah.”, vos autem Christi, Christus autem Dei.

Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu

Banyak orang mencari dan ingin mendengarkan pengajaran Yesus sejak di Sinagoga Kapenaum ketika Ia mengajar pada hari Sabat. Mereka takjub akan wibawa dan kuasa-Nya saat mengajar (Luk. 4 :32). Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti Ahli-ahli Taurat (Mat. 7:29).

Pada kesempatan ini, Yesus sangat tergantung pada bantuan orang lain. Tidak mungkin Ia mengajar dengan meminta orang banyak berdiri di tepi laut, karena sangat berisiko untuk keselamatan.

Maka, Ia meminta tolong Petrus dan teman-temannya untuk menyiapkan perahu di tepi pantai sebagai tempat duduk dan mengajar. Dengan posisi tinggi di perahu seluruh perhatian orang terpusat pada-Nya.

Setelah perahu siap, Ia mengambil sikap seorang Guru, duduk dan mengajar. Yesus mampu menggunakan segala sarana yang sepertinya terbatas untuk kepentingan pewartaan Kerajaan Allah.

Tak terbayangkan sebelumnya bahwa Ia memanfaatkan perahu dan pantai atau seluruh sarana lain yang kelihatannya terbatas dan tidak ‘moderen’ untuk mengajar tentang Kerajaan Allah pada orang banyak. Inilah kebaruan dan pembaharuan yang dibawa-Nya.              

Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga

Setelah selesai mengajar dan orang banyak itu pergi, Yesus menjumpai Simon. Ia meminta Simon untuk sekali lagi menebarkan jala. Simon, nelayan yang berpengalaman dan seumur hidup bergaul dengan danau Galilea, menanggapi dengan nada jawaban putus asa.

Ia kenal betul karakter Danau Galilea pada musim paceklik. Ikan seolah menghilang dan hanya menangkap angin. “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa.” 

Tapi, mungkin setelah menimbang apa yang dialami selama mendengarkan pengajaran Yesus di tepi pantai dan pengusiran penyakit demam yang diderita ibunya, Petrus berubah pikiran. Ia terpesona dengan wibawa Yesus.

Kata-kata-Nya mengandung wibawa dan menggerakkan Petrus untuk menuruti-Nya dari pada menuruti apa kata hatinya. Maka ia menebarkan jala.

Santa Teresia dari Lisieux, biarawati Karmelit yang meninggal karena tubercolosis pada usia dua puluh empat tahun, menulis pada seorang sahabatnya: “Yesus mengasihi kita sedemikian hingga tak dapat kita pahami; ia menghendaki bahwa kita ambil bagian dalam karya-Nya untuk keselamatan jiwa-jiwa.

Tak mungkin Ia berkarya tanpa kita. Pencipta alam semesta menantikan doa dari jiwa kecil dan miskin untuk keselamatan jiwa orang lain karena mereka juga ditebus dengan harga yang sangat mahal melalui darah-Nya.”

Mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam

Hasil tangkapan luar biasa melimpah. Jumlah yang demikian besar membuat jala hampir koyak. Ketika dimuat di dua perahu, keduanya hampir tenggelam. Simon membutuhkan bantuan Yohanes dan Yakobus, yang sedang berada di perahu lain.

Tiada seorang pun mampu menangani hasil tangkapan sendirian. Situasi yang dialami jemaat Santo Lukas dilukiskan dengan indah dalam kisah ini.

Komunitas beriman pasti membutuhkan bantuan dari komuitas lain. Ketika meminta bantuan dan memberi bantuan keduanya saling merendahkan diri, melupakan diri sendiri dan bahu-membahu melayani jemaat.

Maka, didorong olah sabda Tuhan masing-masing menyingsingkan lengan baju, melupakan pelbagai perbedaan dan bekerja sekuat tenaga demi kemuliaan Tuhan, Raja semesta alam.

Saat ditanya tentang apa yang dikerjakan, Nabi Elia menjawab pada Tuhan (1Raj 19:14), “Aku bekerja segiat-giatnya demi Tuhan, Allah semesta alam.”, zelo zelatus sum pro Domino Deo exercituum.

Mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia

Petrus mengalami pengalaman dekat dengan Allah dalam diri Yesus. Ia mulai mengenal siapa Pribadi Yesus. Maka ia berseru, ”Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Pada saat yang  sama, ia dan kawan-kawan merasa gentar, tetapi sekaligus sosok Yesus begitu mempesona.

Yesus menanggapi dengan sampaan khas, ”Jangan takut.” Kemudian Ia meminta komitmen penuh mereka untuk ambil bagian dalam tugas pengutusan-Nya.

Ungkapan Yunani απο του νυν, apo tou nun, atau ex hoc iam (Latin), mulai dari sekarang, menunjukkan pemisahan peran Petrus dan kawan-kawan. Mereka tidak lagi menjadi penjala ikan. Tetapi, mulai sekarang dan terus berlangsung, menjadi penjala manusia.

Nada suara Yesus yang berwibawa dialami Petrus sebagai sabda Allah. Sabda-Nya selalu terbuktikan dalam realitas hidupnya.

Dalam diri Yesus, para nelayan yang berpenampilan kasar dan sangar akan mengalami kuasa, keberanian dan kepercayaan. Maka, mereka “meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.” 

Sampai sekarang hanya Yesus yang mewartakan Kabar Sukacita. Pribadi lain dipanggil untuk ambil bagian dalam tugas perutusan-Nya. Dengan cara inilaah Yesus berkarya: ‘membentuk kelompok kerja’ yang saling bekerja sama dalam mewartakan Kabar Suka Cita, Yesus sendiri.

Sabda-Nya selalu bergema (Luk. 5:10), “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.”,  Noli timere; ex hoc iam homines eris capiens.

Katekese

Karena iman Petrus menebarkan jalan pengajaran Kristus. Santo Maximus dari Turin, wafat antara 408-423:

Namun, agar kamu memahami bahwa Tuhan sedang bersabda tentang menangkap ikan secara rohani, Petrus berkata, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga”.

Dengan berkata seperti itu seolah-olah Petrus berkata, “Sepanjang malam saya menangkap ikan, tetapi tidak memperoleh apa-apa, dan seluruh yang kami kerjakan sia-sia. Sekarang saya tak akan menangkap ikan lagi dengan peralatan nelayan, tetapi dengan rahmat; tidak lagi dengan ketekunan yang diperoleh melalui keterampilan, tetapi dengan usaha keras yang kami peroleh dari bakti kepada Tuhan.”

Maka, ketika Petrus menebarkan jala melalui perkataannya, tentu saja, ia sedang menebarkan pengajaran Kristus. Ketika ia menjelaskan jala-jala yang dirajut dengan kuat dan diatur dengan baik atas perintah Sang Guru, ia sedang menguraikan kata-kata demi Sang Juruselamat dengan cara yang tepat dan jelas.

Melalui uraiannya tentang sabda-Nya, ia mampu menyelamatkan tidak hanya para makhluk, tetapi juga jiwa-jiwa. “Kami telah bekerja keras sepanjang malam,” katanya, “tetapi tidak memperoleh apa-apa”.

Petrus, yang sebelumnya tidak mampu melihat apa-apa untuk menangkap ikan, karena tinggal dalam kegelapan tanpa Kristus, pasti telah membanting tulang sepanjang malam.

Tetapi ketika cahaya Sang Juruselamat menerangi atasnya, kegelapan sirna; dan melalui iman ia mulai memahami dalam lubuk hatinya apa yang tidak dapat dilihatnya dengan kedua bola matanya.” (Sermon 110.2.1).

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah hatiku dengan kasih bagi mereka yang belum mengenal atau mengikuti-Mu. Semoga aku menjadi saksi atas kebenaran dan keselamatan bagi keluargaku, sahabat, dan rekan seperutusan. Amin.  

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk bekerja sama dengan rekan sepengutusanku?

Noli timere; ex hoc iam homines eris capiens – Lucam 5:10

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version