Home BERITA Lectio Divina 9.10.2024 – Berani Kita Menyebut Bapa

Lectio Divina 9.10.2024 – Berani Kita Menyebut Bapa

0
Kuasa doa, by David Meuller

Rabu. Minggu Biasa XXVII, Hari Biasa (H)

  • Gal 2:1-2.7-14
  • Mzm 117:1.2
  • Luk 11:1-4

Lectio

1 Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.”

2 Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. 3 Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya

4 dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” 

Meditatio-Exegese

Yakobus, Kefas dan Yohanes  berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas

Selama rentang waktu dari pertobatannya hingga Surat kepadaumat Galatia ditulis, antara 54-55, Paulus tiga kali mengunjungi Yerusalem (bdk. Kis. Acts 9:26; 11:29-30; 15:1-6). Dari tiga kali kunjungannya, ia hanya menyebut dua kali, sedangkan kunjungannya bersama Barnabas dianggapnya tidak penting (bdk. Kis. 11:29-30).

Sejak di Antiokia Paulus dan Barnabas menentang pengajaran yang mewajibkan orang dari bangsa lain untuk masuk agama Yahudi sebelum dibaptis sungguh membahayakan keutuhan umat dan berlawanan dengan Injil yang mereka wartakan.

Ketika keadaan menjadi makin genting bagi persatuan umat, mereka pergi ke Yerusalem untuk mendapatkan penyelesaian dari para Rasul dan imam yang tinggal di Yerusalem.

Kisah Para Rasul menunjukkan Gereja Perdana sungguh memperhatikan kebutuhan jasmani umat. Kis. 6:1-6 mengisahkan bahwa para rasul kehabisan waktu dan tenaga untuk mewartakan sabda Allah, mengajar, karena mereka harus ‘melayani meja’, bermakna karya amal kasih untuk memperhatikan kebutuhan mereka yang berkekurangan.  

Atas tumpang tindihnya pekerjaan, para Rasul mengangkat tujuh orang yang secara khusus dipilih untuk melayani kaum miskin, para janda dan kurban pengejaran. Ketujuh orang orang tersebut dikenal sebagai diakon, salah satunya adalah Stefanus, yang dibunuh di hadapan Saulus.

Paulus setia pada kewajibannya untuk tidak melupakan kaum miskin. Ia menulis surat kepada jemaat yang dibinanya untuk menyisihkan uang bagi umat di Yerusalem, Gereja induk pada waktu itu (bdk. 1Kor. 16:1-3; 2Kor. 8:1-15; 9:1-15). Salah satu alasan untuk kunjungan terakhirnya ke Yerusalem adalah untuk memberikan bantuan keuangan dari umat yang ia bina di Yunani dan Asia Kecil.

Saat berurusan dengan pengajar-pengajar injil yang berasal dari kaum Yahudi, Paulus terkadang mengalah untuk hal-hal yang kurang penting, jika hal itu tidak mengaburkan Injil yang benar. Ia, misalnya, meminta Timotius untuk sunat, karena ibunya berdarah Yahudi (Kis. 16:3).

Ia pun melaksanakan hukum Taurat untuk menghilangkan kecurigaan dan kecemburuan saat memasuki Bait Allah (Kis. 21:22-26). Tetapi ia meminta kesabaran dan pemahaman tertentu untuk umat yang berasal dari kaum Yahudi Kristen yang ‘lemah’ dalam menghayati ketentuan warisan leluhur mereka seperti puasa, makanan halal dan najis, dan pantangan makan daging kurban untuk berhala (Rm. 14:2-6; 1Kor. 10:23-30).

Namun, tentang ajaran Gereja yang prinsipial, ia tegas dan tidak mendua. Paulus selalu memegang keputusan Gereja dalam Konsili Yerusalem (Kis. 15:1-21).

Paulus mengecam sikap munafik Petrus karena meninggalkan meja makan saat makan bersama umat dari bangsa bukan Yahudi dan terlihat oleh orang Kristen dari golongan Yakobus. Ia tidak mengecam otoritas Petrus, tetapi mengajaknya untuk merenungkan konsekuensi bahwa umat yang berasal dari bangsa lain harus mengikuti adat-istiadat Yahudi (St. Jerome, Commentary on Galatians, Book One, 2.15).

Orang Kristen yang berasal dari bangsa Yahudi dan mengaku sebagai murid Yakobus tidak diutus oleh sang Rasul. Mereka berasal dari Gereja di Yerusalem dan terpaksa melarikan diri pengejaran yang dilakukan Herodes Agrippa (bdk. Kis. 12:1-3).

Walaupun diterpa perselisihan paham dan kesulitan, selalu tersedia jalan keluar. Paulus menegaskan (Gal. 2:9), “Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan.”, Iacobus et Cephas et Ioannes, qui videbantur columnae esse, dexteras dederunt mihi et Barnabae communionis.

Yesus sedang berdoa

Yesus dilukiskan sebagai pendoa (Luk. 11:1). Di banyak bagian Injil Lukas, Yesus ditampilkan selalu berdoa, tertutama saat Ia akan menghadapi peristiwa yang sangat penting.

Sebelum memilih para rasul, Yesus berdoa semalam (Luk. 6:12). Ketika menyerahkan nyawa-Nya, Ia berdoa (Luk. 23:46), “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu, Kuserahkan nyawa-Ku.”, Pater, in manus tuas commendo spiritum meum.

Ia berdoa untuk mengungkapkan iman-Nya pada Bapa. Dalam doa terangkum ajaran iman, cara berelasi dengan Allah dan cara hidup komunitas. Maka, doa juga menjadi penanda identitas komunitas, seperti komunitas murid Yohanes (Luk. 11:1).

Bapa

Di balik kata Yunani yang digunakan Santo Lukas, πατερ, pater, Bapa, terungkap pengakuan iman. Allah, selain kemaha kuasaan, ternyata memiliki hati yang penuh belas kasih, seperti hati seorang ibu (bdk. Luk. 15:8-10; Mat. 23:37; Ul. 32:11).

Yesus memilih citra seorang bapak untuk menggambarkan Bapa yang di Surga. Ia begitu mengasihi, mencari, merindukan, menyambut dan berbelas kasih pada si anak yang hilang (Luk. 15:11-32).

Citra ‘bapa’, seperti dihayati Yusup, mencakup karakteristik: perhatian, melindungi, membela, kasih, tanggung jawab, disiplin,  hormat, wibawa dan berkat (bdk. Mat. 1:18-25; 2:13-23).

Sosok seperti ini menjadi tumpuan dan harapan anak-anak untuk tumbuh berkembang. Sapaan akrab dengan sosok bapa yang digunakan Yesus adalah: Abba.

Ia mengajar tiap pribadi untuk berseru (Luk. 1:2), “Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu.”, Pater, sanctificetur nomen tuum; adveniat regnum tuum.

Dikuduskanlah nama-Mu

Allah mewahyukan diri sebagai Yahwe, Aku Adalah Aku, εγω ειμι, Ego Eimi (Kel. 3:11-15). Ia dikuduskan ketika manusia datang kepada-Nya dengan sikap iman dan hormat sepenuh hati, jiwa dan raga.

Ia dikuduskan karena Ia membebaskan umat-Nya dari perbudakan dosa dan menegakkan kerajaan-Nya. 

Datanglah Kerajaan-Mu

Hanya Allahlah penguasa hidup manusia dan alam raya (Yes. 45:21;46:9). Kedatangan Kerajaan-Nya merupakan pemenuhan harapan dan janji-Nya. 

Yohanes datang dan mewartakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat.” (Mat. 3:2). Dan Yesus menggemakan seruan yang sama (Mat 4:17).

Ia mengutus para murid-Nya untuk membuat mukjizat dan memberitakan ke kota-kota dan setiap tempat, “Kerajaan Allah sudah dekat.” (Luk. 10:9,11).

Kerajaan Allah datang ketika Yesus mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin, pembebasan bagi para tawanan, penglihatan bagi orang buta, pembebasan bagi para tawanan, dan mengumumkan tahun rahmat Tuhan (Luk 4:18-19).

Kerajaan itu ada di sini di antara Yesus dan para murid-Nya, di antara manusia. Dan kelak akan terpenuhi ketika Yesus datang kembali untuk meraja (Why. 11:15).

Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya

Pada saat dibebaskan dari perbudakan Mesir, umat menerima manna di padang gurun setiap hari (Kel. 16:35). ‘Makanan’ tidak hanya bermakna apa yang mengenyangkan perut.

Makanan itu penting dan setiap murid Yesus harus bahu membahu dengan semua orang untuk menjamin kesejahteraan bersama, bonum commune. Tetapi juga bermakna ‘makanan’ untuk bertahan hidup dan memperoleh hidup kekal (Yoh. 6:48-51).

Inilah Ekaristi. Sebab “Ekaristi memberikan berkat dan rahmat surgawi kepada kita, memperkuat  kita dalam peziarahan kita dalam kehidupan ini dan membuat kita rindu akan kehidupan kekal.

Ekaristi mempersatukan kita dengan Kristus yang duduk di sisi kanan Bapa, dengan Gereja di surga, dengan Perawan Maria yang Terberkati, dan dengan semua santo-santa.” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 294).

Ampunilah kami akan dosa kami

Santo Lukas menggunakan kata ‘dosa’, bukan hutang, yang dihapus setiap 50 tahun sesuai tradisi alkitabiah (Im 25:8-55). Memohon pengampunan bermakna memohon kerahiman. Mengampuni juga mencerminkan citra Allah yang berbelas kasih dan rekonsiliatif. 

Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan

Dalam kisah keluaran umat jatuh dalam pencobaan (Ul. 9:6-12). Mereka berkeluh kesah dan ingin kembali ke Mesir, diperbudak lagi di sana (Kel 16:3; 17:3).

Dalam Keluaran baru, pencobaan dapat diatasi karena Allah memberikan kekuatan yang cukup untuk mengatasinya (1Kor. 10:12-13). Yesus pun dibimbing Roh Kudus saat hendak pergi ke padang gurun Yudea dan di situ Ia dicobai (Luk. 4:1). Namun Ia menang.

Katekese

Berani kita menyebut Allah ‘Bapa’. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Sang Juruselamat bersabda: Apabila kamu berdoa, katakanlah, “Bapa kami”. Dan Penginjil lain menambahkan, “yang di surga” (Mat 6:9)… Ia menganugerahkan kemuliaan-Nya sendiri pada kita. Ia mengangkat para budak dan memulihkan martabat dan kebebasan mereka.

Ia memahkotai manusia dengan kehormatan yang mengatasi segala kuasa alam.  Ia memenuhi apa yang dikidungkan pemazmur sejak zaman kuna, “Kamu adalah Allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian” (Mzm 82:6).

Ia membebaskan kita dari perbudakan; menganugerahkan rahmat-Nya sendiri – sesuatu yang tak mungkin dimiliki oleh alam; dan diperkenankan memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’, karena kita diangkat menjadi anak-anak-Nya. 

Salah satu dari keistimewaan yang dianugerahkan-Nya adalah martabat kebebasan, anugerah yang secara khusus hanya diberikan kepada siapa saja yang disebut sebagai anak. Maka Ia meminta kita untuk berani berkata dalam doa kita, Bapa Kami.” (Commentary On Luke Homily, 71).

Oratio-Missio

Bapa kami yang ada di surga…

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk hidup kudus di hadapan-Nya?

Pater, sanctificetur nomen tuum; adveniat regnum tuum – Lucam 11:42  

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version