Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Lectio Divina 9.9.2024 – Jangan Lelah Berbuat Baik

Lectio Divina 9.9.2024 – Jangan Lelah Berbuat Baik

0
Di Hari Sabat, by Vatican News

Senin. Minggu Biasa XXIII, Hari Biasa (H)

  • 1Kor 5:1-8
  • Mzm 5:5-6.7.12
  • Luk 6:6-11

Lectio

6 Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. 7 Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia.

 8 Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah.” Maka bangunlah orang itu dan berdiri.

9 Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?”

10 Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu.” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. 11 Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.

Meditatio-Exegese 

Marilah kita berpesta dengan roti yang tidak beragi

Santo Paulus mengecam dengan keras perilaku menyimpang, percabulan yang terjadi dalam jemaat. Banyak dari mereka melakukan praktek hidup tanpa ikatan nikah dengan ibu mertua, yang tak hanya dilarang dalam Hukum Musa (Im. 18:8-18), tetapi juga dalam adat istiadat orang yang mengenal Allah. 

Orang dengan perilaku menyimpang tidak boleh dibiarkan dan harus dikeluarkan dari komunitas iman. Paulus meminta Gereja melakukan hal ini dalam nama Yesus, seperti dituturkan dalam Mat. 18:20, saat komunitas berkumpul atas nama Yesus, Ia tinggal di tengah mereka dan mereka memiliki otoritas untuk bicara dan mengambil keputusan dalam nama-Nya.

Tak hanya itu, orang ini harus “di serahkan ke tangan setan”, ia dibiarkan tanpa perlindungan melawan kuasa setan. Ia dibiarkan berjuang sendiri, tanpa dukungan dari komunitasnya, di tengah masyarakat yang tak mengenal Allah dan tuna moral.

Yesus bersabda, “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” (Mat. 18:17). Dengan kata lain, orang ini diekskomunikasi atau dikucilkan.

Penghukuman pada orang itu bertujuan bahwa melalui penderitaan yang dialami dalam pengucilan, si terhukum memeriksa batin, mengendalikan dorongan untuk berdosa dan kembali kepada Kristus, yang menyelamatkan, bukan menghukum.

Dengan satu contoh perilaku tak pantas ini, Paulus menunjukkan adanya ragi yang akan membusukkan seluruh jemaat. Dalam tradisi alkitabiah, ragi melambangkan kerusakan dan dosa; sedangkan mereka dipanggil untuk menjadi adonan yang tidak beragi, yakni ciptaan baru di dalam Kristus (1Kor. 5:7; 2Kor. 5:17).

Rasul bagi bangsa bukan Yahudi kemudian menghubungkan adonan tak beragi dengan Yesus sebagai domba ‘Paskah kita’, yang dikurban dan darah-Nya dicurahkan di salib. Melalui kurban-Nya Perjanjian Baru dimeteraikan, menggantikan Paskah lama, saat domba dikurbankan dan disantap.

Kristus, Anak Domba Allah, disalib pada Hari Paskah, perayaan yang dimulai pada petang hari sebelum jamuan Paskah disantap (bdk. Kel. 12:8). Melalui wafat-Nya di salib, Kristus menggenapi makna kurban domba pada Paskah Yahudi (Yes. 53:7; Yoh. 1:29) dan memulai Paskah abadi.

Dalam kalender Yahudi terdapat jeda waktu antara Paskah dan Hari Raya Roti Tak Beragi, yang segera menyusul. Saat mempersiapkan perayaan itu, semua ragi harus dibuang dari rumah, dan, selama perayaan, hanya roti tak beragi wajib dimakan.

Rangkaian dua peristiwa digunakan Paulus untuk memaknai cara hidup Kristen yang benar: kematian Kristus (perayaan Paskah sejati) diikuti oleh hidup komunitas Kristen, yang ditandai oleh kebaruan, kemurnian dan persekutuan (Hari Raya Roti Tak Beragi abadi).

Maka, hidup tiap pribadi dipersembahkan kepada Allah, dengan cara menghancurkan cara hidup yang rusak, jahat dan relasi yang tidak suci.

Santo Paulus mengajak (1Kor. 5:8), “Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.”, Itaque festa celebremus, non in fermento veteri neque in fermento malitiae et nequitiae, sed in azymis sinceritatis et veritatis.

Ekskomunikasi atau pengucilan jarang dilakukan oleh Gereja berdasarkan norma Hukum Kanon. Tetapi hukuman itu bisa dijatuhkan melalui pengumuman resmi atau berlaku dengan sendirinya.

Komunitas iman sering sulit memahami makna pengampunan bila disandingkan dengan perintah mengampuni 70 kali 7 kali. Tetapi mereka, seperti paroki, tetap dipanggil untuk membantu tiap pribadi yang ingin hidup murni di hadapan Allah dan menyambut mereka yang meminta bantuan untuk kembali.

Pada suatu hari Sabat lain

Kisah penyembuhan kelumpuhan tangan kanan di Hari Sabat dihubungkan secara kronologis dengan kisah para murid yang memetik gandum di Hari Sabat sebelumnya (Luk. 6:1-5). Di samping, kisah ini dihubungkan dengan tema yang tekandung pada bab 4-5.

Penulis Injil, Santo Lukas, memusatkan perhatian pada kuasa Yesus dalam menafsirkan Kitab Suci dan Hukum (bdk. Luk. 4:21), dan kuasa serta kewenangan-Nya dalam tugas pelayanan.

Kisah penyembuhan tangan kanan yang mati dalam perikop yang dibacakan hari ini (Luk. 6:6-11) mirip dengan kisah penyembuhan dan pengusiran setan di Sinagoga Kapernaum (Luk. 4:31-37). Yesus menyembuhkan pada hari Sabat tanpa penentangan.

Seiring dengan semakin meluasnya kabar tentang Yesus, sabda dan karya-Nya, benih permusuhan dari para pembenci makin tumbuh. Ahli Taurat dan kaum Farisi mencari-cari alasan untuk menuduh Yesus sebagai pelanggar hukum Tuhan (Luk 6:7) dan secara publik menolak kuasa ilahi yang dimiliki-Nya (Luk. 6:5.11). 

Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat

Ahli Taurat dan kaum Farisi rupanya tidak pernah menyadari kehendak Allah saat Ia menetapkan perintah untuk menguduskan hari Sabat (Kel. 20:8; Ul. 5:12). Maka, mereka hendak mempersalahkan Yesus atas tududuhan pelanggaran hukum agama. Tetapi Yesus tahu jalan pikiran mereka.

Maka, Ia bertanya pada mereka (Luk. 6:9), “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?”, Interrogo vos, si licet sabbato bene facere an male; animam salvam facere an perdere?

Dengan bertanya, Yesus hendak mengajak mereka untuk menimbang kembali makna asali perintah Sabat: membaharui kesetiaan kepada Allah. Pembaharuan dilaksanakan dengan melakukan kebaikan.

Santo Ambrosius, Uskup Milan (337-397), mengajarkan: “Kamu mendengar sabda Tuhan, “Ulurkanlah tanganmu”

Inilah obat yang sangat umum dan ada di mana-mana. Kamu yang mengira memiliki tangan yang sehat, hati-hatilah karena tanganmu lumpuh oleh kerakusan dan melawan kekudusan.

Rentangkan tanganmu sesering mungkin. Rentangkan untuk kaum miskin yang meminta padamu. Rentangkan untuk membatu sesamamu, melindungi janda dan menghalau bahaya dari tindakan tak terpuji.

Ulurkan tanganmu pada Allah karena dosa-dosamu. Ulurkan tanganmu ke depan; maka sembuh. Tangan Yerobeam kejang ketika ia mempersembahkan kurban untuk berhala; dan menjadi lumpuh ketika ia menentang Allah (1Raj. 13:4-6).” (Exposition Of The Gospel Of Luke 5.40).

Orang Kristen merayakan hari Minggu sebagai Hari Tuhan untuk mengenangkan karya agung Allah. Karya penebusan Yesus Kristus dan karya penciptaan baru yang terlaksana melalui wafat dan kebangkitan Kristus (2Kor. 5:17). 

Jika kita mengasihi Allah lebih dari segala sesuatu, kasih kita akan mengalir pada sesama juga. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo (354-430), berkata, “Karya amal kasih menuntut waktu luang yang kudus; kewajiban melakukan amal kasih menuntut karya yang benar.”

Bagaimana kita menguduskan hari Minggu bagi Tuhan? Pertama, dengan menghindari pekerjaan yang tidak perlu dan kegiatan yang menghambat penghormatan pada Allah. Kita dapat melaksanakan karya amal kasih, seperti merawat orang sakit, cacat, dan yang membutuhkan pertolongan.

Dan kita dapat pula melakukan kegiatan untuk membuat jiwa dan badan segar kembali. Inilah hari yang penuh suka cita bagi semua (Neh. 8:10-13).  

Katekese

Yesus menyembuhkan untuk mengajarkan belas kasih pada kaum Farisi. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444.  

“Mukjizat kadang mempertobatkan mereka yang tidak percaya akan sabda Allah. Namun, kaum Farisi mengawasi-Nya untuk memastikan apakah Yesus menyembuhkan pada Hari Sabat. Sifat orang yang iri hati adalah bahwa pujian dari orang lain seolah seperti air garam yang disiramkan pada luka-lukanya sendiri dan ia menjadi gila ketika orang lain dipuji karena nama baik.

Sekali lagi Tuhan bersabda tentang hal ini, “Dialah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam gelap, dan terang ada pada-Nya.” (Dan. 2:22). Mengapa Ia mengucapkan sabda ini?

Barangkali, sabda-Nya akan mengubah hati kaum Farisi yang kejam dan tak berbelas kasih menjadi hati yang berbelas kasih. Penyakit yang diderita orang itu, tangan kanannya yang mati, barangkali mempermalukan mereka dan mendorong mereka untuk memadamkan api iri hati yang berkobar di hati.

“Pertanyaan ini tentu sangat bijak bijaksana dan menjadi pernyataan yang paling tepat untuk mengatasi kebodohan mereka. Jika diizinkan melakukan kebaikan pada Hari Sabat dan tak ada yang menghalangi orang sakit untuk menerima belas kasih dari Allah, berhentilah mencari-cari kesempatan untuk menemukan kesalahan dan melawan Kristus.

Hendaklah kamu menundukkan kepala untuk menerima hukuman yang ditentukan Allah terhadap mereka yang merendahkan Anak-Nya. Kamu telah mendengar Bapa saat Ia bersabda tentang Putera-Nya melalui suara Daud, “Aku akan menghancurkan lawannya dari hadapannya, dan orang-orang yang membencinya akan Kubunuh.” (Mzm 89:23).

Namun, jika tidak diperbolehkan melakukan perbuatan baik pada hari Sabat dan hukum melarang penyelamatan atas hidup, kamu telah menjadikan dirimu sendiri pelanggar hukum.” (Commentary On Luke, Homily 23).

Oratio-Missio

Tuhan, ubahlah hatiku agar aku mengasihi-Mu. Semoga aku mampu selalu melayani sesama demi kebaikannya dan mengusahakan hiburan yang sehat saat merayakan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan. Amin. 

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk menunjukkan atau membaharui kesetiaanku pada Allah?

Ait autem ad illos Iesus,Interrogo vos si licet sabbato bene facere an male; animam salvam facere an perdere?” – Lucam 6:9

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version