Home BERITA Lelaki Pengemis Kerahiman

Lelaki Pengemis Kerahiman

0
Ilustrasi (Ist)

HARI ini, aku hidup. Jantungku berdetak. Udara segar menelusuri rongga hidung, memenuhi paru-paru. Dingin alami menyusuri pori-pori kulit.

Di luar, burung-burung berkicau riang. Rumput-rumput hijau berseri-seri. Bunga-bunga berkembang ceria. Embun-embun segar bergelantungan di dedaunan hijau.

Menjadi hari yang indah dan segar untuk memulai aktivitas. Ada semangat baru. Ada harapan untuk menjalani hidup yang lebih baik.

Ilustrasi: Pohon meranggas simbol hidup merana. (Ist)

Di dahan pohon rambutan, ada sekawanan semut merah. Mereka bergegas dari satu arah ke lain tujuan.

Entah apa yang dikerjakan.

Aku memikirkan orang-orang yang hilir-mudik di jalanan kota. Mereka bergegas untuk banyak hal dan aneka kepentingan. Tergesa-gesa.

***

Hidup ini adalah bergerak bersama waktu yang terus bergulir.

Jika terlambat, kau akan tertinggal.

Jika berhenti, kau akan terlindas perubahan.

Di bawah pepohonan ada setumpuk daun kering. Mereka yang pernah menghijau rimbun di ranting-ranting pohon, kini purna dan teronggok tak berdaya. Mengering dan tinggal menunggu waktu akan punah. Lalu, menjadi tanah dan menghilang.

Selesai.

Aku membayangkan wajah-wajah gagah anak manusia. Tiba waktunya, mereka bakal menua, mangkat, dan meninggalkan nama yang terukir pada batu-batu nisan.

Meski terlihat indah, tapi itu tidak lebih dari sekadar ingatan perihal sang fana yang pernah mendiami bumi.

Ilustrasi – Waktu Tuhan maka jangan sampai terlambat melayani. (Ist)

***

Hidup ini adalah rangkaian cerita yang tertulis di antara pusaran kelahiran dan kematian. Jika pena yang kau pakai adalah kasih dan kebajikan, maka karya yang kau hasilkan adalah buku kehidupan.

Pun sebaliknya.

Jika pena yang kau gunakan adalah angkara murka dan sumpah serapah, maka buku yang kau wariskan adalah catatan kelam perihal kesesatan.

Di sudut taman ada tanaman teratai. Pada genangan air yang tak lagi jernih, muncul setangkai yang tengah bermekaran. Ia terlihat indah memancarkan aura kecantikannya.

Sungguh mempesona.

Hidup ini adalah rangkaian narasi tentang keagungan Pencipta yang dikisahkan alam ciptaan-Nya.

Ilustrasi: Lonceng di Atsji, Agats, Papua. (Mathias Hariyadi)

Di kapel tua, ketika senja datang kembali. Lonceng berdentang enam kali. Kemudian alunan suara para pengabdi terdengar merdu.

Sahut-sahutan mereka menyanyikan Mazmur, mengumandangkan kidung. Lalu hening tanpa suara.

Dalam diam aku membatin.

“Tuhanku, aku adalah lelaki pendosa yang tak pernah lelah Kau kasihi. Hidupku bergelimang noda kelam, masih layakkah aku mengemis kerahiman-Mu?”

Walter Arryano, Pendosa yang Dikasihi Bapa

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version