Selasa, 31 Oktober 2017.
Bacaan: Rom 8:18-25: Mzm 126:1-6: Luk 13:18-21
Renungan
PAULUS mengungkapkan makna dari sebuah pengharapan. Dasar pengharapan itu adalah iman. Harapan itu seperti Abraham yang percaya pada janji Allah akan adanya keturunan. Harapan itu seperti Musa yang berani berangkat ke tanah terjanji. Harapan adalah keberanian untuk melangkah di dalam kegelapan dengan menggandeng tangan Allah. Pengharapan ini hanya muncul ketika kita percaya bahwa Allah menuntun kita kepada happy ending keselamatan.
Pengharapan ini juga perlu kita tumbuhkan dalam relasi perkawinan dan keluarga kita. Kadang kita putus asa, tidak sabar dan “grusa-grusu” untuk mengambil keputusan tegas seperti meninggalkan pasangan-anak-orang tua, atau menghukum mereka. Kita tidak tahan hidup dalam kegelapan, ketidakpastian dan ingin segera dapat solusi. Berharap membuat kita tahan dalam situasi tidak nyaman, belajar percaya dan terus melangkah ke arah yang benar sesuai dengan tuntunan Tuhan. Berharap pada suatu saat juga membuat kita tidak dapat berbuat apa-apa atas persoalan hidup kita; kita hanya bisa “wait dan see”, percaya bahwa Allah akan mengerjakan pekerjaanNya pada waktuNya. Banyak perkawinan dan keluarga yang dipulihkan setelah sekian tahun lamannya, karena mempunyai satu keutamaan ini yaitu harapan .
Kontemplasi
Gambarkan makna pengharapan yang diwartakan oleh Paulus.
Refleksi
Kapan aku mengalami situasi gelap dalam hidupku? Dan bagaimana Allah melepaskanku dari situasi tersebut karena aku hidup di dalam pengharapan?
Doa
Ya Bapa, ajar aku percaya dan terus berharap bahkan ketika aku tidak mempunyai alasan apapun untuk berharap. Amin.
Perutusan
Dalam situasi sulit, gelap dan “seakan” tidak ada jalan keluar, aku belajar meletakkan pengharapanku kepada Allah.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)