INI sudah menjadi menu acara tahunan di Kolese St. Ignatius (Kolsani) Yogyakarta, setiap kali ingin menggelar acara prosesi misa tahbisan imamat bagi para diakon Jesuit. Dan hal inilah yang terjadi pada para ‘penghuni’ Kolsani, baik pastor maupun para fraternya.
Dan suasana seperti itulah yang saya tangkap di seputaran lingkaran terdekat Kolsani sejak pagi. Di muka pintu gerbang utama Kolsani, akses menuju Kompleks STKat, dan jalan utama menuju Gereja St. Antonius Padua Kotabaru yang berdiri persis bersebelahan dengan Kolsani.
Saya sangat mengakrabi lingkungan ini karena saya adalah alumnus STKat beberapa tahun lalu.
Saya melihat banyak romo dan frater ber-collar turut berjibaku mengatur alur parkir. Sebagian besar petugas among tamu diampu oleh tenaga-tenaga relawan kaum awam dari Paroki Kotabaru dan beberapa lainnya.
Tahbisan imam Jesuit tahun ini menjadi sangat istimewa karena satu hal: kedatangan tamu superior generalis alias Pater Jenderal SJ langsung dari Roma. Pemimpin Umum Ordo Serikat Jesus Pater Jenderal Arturo Sosa Abascal SJ bersama Asisten Jenderal untuk Asia-Pasifik Danny Patrick Huang SJ datang berkunjung ke Serikat Jesus Provinsi Indonesia.
Di tengah kesibukannya ini, mereka berdua menyempatkan diri hadir dalam prosesi misa tahbisan imamat Jesuit ini.
Bersama mereka di altar adalah Kardinal Julius Darmaatmadja SJ, Pater Provinsial SJ Romo Petrus Sunu Hardiyanto SJ, dan Rektor Kolsani Romo Andreas Sugijopranoto SJ.
Baca juga:
- Merayakan 70, 60, 50, 40, 25 Tahun sebagai Jesuit bersama Pater Jenderal Arturo Sosa…
- Senangnya Membantu Prosesi Tahbisan Imam Jesuit dan Melihat Pater Jenderal SJ yang Berkumis
- 13 Juli 2017: Tahbisan Imam Enam Jesuit dengan Dua Pastor Berkumis di Gereja Kotabaru…
Prosesi tahbisan imam Jesuit ini dihadiri ribuan orang, termasuk para imam dan suster lintas ordo. Umat yang tidak kebagian kursi merelakan diri mengikuti prosesi itu dari luar gedung Gereja dan duduk di emperan Jalan Abubakar Ali.
Di sepanjang ruas badan Jl. Dewa Nyoman Oka, banyak umat juga rela duduk di luaran. Karangan bunga ucapan berjejeran dimana-mana. Terasa bahwa setiap tahbisan imamat Jesuit ini juga menjadi semacam kegembiraan umat.
Sembari menunggu momentum misa tahbisan, di layar video monitor tersaji semacam profil singkat para diakon Jesuit yang sebentar lagi memasuki status baru sebagai imam (pastor) Jesuit. Masing-masing tampil lengkap dengan gaya khasnya sendiri.
Mendayung ke tempat yang dalam
Tema tahbisan yang diambil oleh ke-6 tertahbis ini adalah “Berkat rahmat dan kasihnya, kutebarkan jala”.
Dalam uraian di buku panduan tahbisan, menjala berarti mengarungi perairan luas yang penuh risiko karena terjangan ombak dan badai, rintangan dan kemungkinan juga bisa menemui kegagalan. Berangkat dari perbedaan latar belakang namun kini diikat oleh spiritualitas Ignatian yang sama dan disatukan untuk menjalani perutusan demi besarnya nama Tuhan, mereka siap terjun ke lautan untuk menjala.
Sebagaimana tagline yang muncul pada momen Kongregasi Jenderal ke-36 SJ yang berbunyi rowing into the deep, maka ke-enam diakon Jesuit calon imam itu ingin juga mendayung ke tempat yang dalam.
Mendayung bukanlah jalan instan dan cepat, tetapi jalan perjuangan, kerja keras, berproses panjang untuk menjadi Companions of Christ for reconciliation and justice.
Menjadi sahabat Tuhan dalam pengutusan di medan-medan sulit penuh tantangan, kekerasan, kebencian, perang, keterpecahan oleh karena perbedaan. Dan di Indonesia, hal itu adalah situasi keragaman yang secara natural maupun kultural memang ada di sini. Itulah medan perutusan bagi para tertahbis.
Bertolak menuju kedalaman untuk menghidupi belas kasih Tuhan dan menjadi pelaku rekonsiliasi. Itulah buah perjumpaan pesan pastoral Paus Fransiskus dan pesan misioner Pater Jenderal Arturo Sosa Abascal SJ.
Jangan takut
“Dan jangan takut.” Itulah pesan Pater Jenderal dalam sambutannya kepada ke-6 tertahbis.
Gereja dan masyarakat Indonesia menanti buah karya Anda, demikian Pater Jenderal memungkasi pesannya.
Yesuslah akhirnya yang akan memimbing dan memimpin dari seluruh usaha dan perutusannya oleh karena menjadi Jesuit itu berarti selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap karyanya.
Serikat akan menjadi tidak bermakna bila tanpa Yesus, demikian kata Pater Jenderal dalam sebuah wawancara dengan America Magazine. Menjadi Jesuit yang bahagia dan akan berbuah dalam setiap karyanya, demiikian kata Romo Gerardus Hadian Panamokta SJ dalam sambutannya mewakili kelima imam baru.
Sejumlah keunikan
Beberapa keistimewaan –kalau bukan keunikan– dari peristiwa tahbisan imam SJ kali ini, sebagaimana telah banyak diwartakan oleh Sesawi.Net.
Beberapa keunikan bisa disebut di sini, sejauh yang dapat dilihat dan didengar dari cakrawala yang terbatas.
- Atas inisiatif para tertahbis, perayaan ekaristi tahbisan ini malah diiringi oleh paduan suara anak-anak yang berasal dari sekolah-sekolah Kanisius di Yogyakarta. Sekolah-sekolah Kanisius yang berada di tlatah Keuskupan Agung Semarang merupakan karya Serikat Yesus Provindo dan tentu saja sudah banyak melahirkan ribuan tokoh, pendidik, imam dan biarawan, suster termasuk juga para Yesuit sendiri. Yang menjadi unik adalah paduan suara anak-anak ini menyanyikan lagu-lagu dengan empat bahasa: Jawa, Indonesia, Inggris, dan Spanyol. Dikemas secara apik dengan paduan organ, piano dan violin, dengan lagu ordinarium-nya keroncong. Lagu pembukaanya adalah Srengéngé Nyunar (Matahari Muncul Bersinar) dan setelah berkat Uskup lalu dinyanyikan Marcha de San Ignacio de Loyola dalam bahasa Spanyol karya Nemesio Otano, SJ.
- Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Uskup KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko Pr dalam homilinya bahwa ke-6 imam tertahbis baru ini ternyata berasal dari enam keuskupan yang berbeda. Mereka berasal dari tlatah KAS, Purwokerto, Surabaya, KAJ, Bogor, dan Tanjungkarang. Ini menggambarkan bahwa sosok dan karya Yesuit itu universal, melintasi aneka batas teritorial dan kultural. SJ bukanlah “Serikat Jawa” tetapi berasal dari berbagai latar belakang etnis dan budaya.
- Seperti diakuinya sendiri, ini pertama kalinya Uskup KAS mentahbiskan imam. Entah benar atau hanya guyonan, Mgr. Robertus Rubiyatmoko merasakan dirinya telah mengalami ‘panas-dingin’ di hari-hari sebelumnya. Biasanya yang panas dingin itu diakon calon tertahbis, tetapi kali ini malah Uskup Pentahbisnya. Dalam homilinya, Bapak Uskup nampak ringan bicara dan hal yang disampaikan itu sampai membuat para hadirin terpingkal-pingkal. Ini dimengerti oleh semua orang, kecuali Pater Jenderal Arturo Sosa Abascal yang tampak hanya bisa senyum-senyum kecil dengan ‘hiasan’ kumis tebal putih di atas bibir nya. Sudah pastila karena dia tidak paham banyolan-banyolan ini.
- Tahbisan imam Jesuit kali ini dihadiri oleh Pater Jenderal Arturo Sosa yang baru pertama kali mengunjungi kawasan Asia Tenggara dalam rangka kunjungan resminya ke wilayah Asia Pasifik dengan tujuan pertamanya Ordo Serikat Jesus Provinsi Indonesia (Provindo). Kebetulan sekali, dari serba yang pertama, Bapak Uskup Agung KAS juga menyitir kenyataan bahwa Uskup dan Jenderal Jesuit itu ternyata sama-sama brengosen (berkumis tebal). Jadi, Uskup KAS merasa diri ada teman.
- Sejauh mata memandang, selain secara formal mengucapkan terima kasih pada keluarga tertahbis dan umat, Pater Jenderal didampingi oleh Asisten Jenderal untuk Asia-Pasifik Pastor Danny Huang SJ juga menyempatkan diri menyapa dan foto bersama dengan para orangtua dan keluarga tertahbis dengan ramah dan senyum khasnya. Kehadiran Pater Jenderal ternyata menarik perhatian banyak orang berkat posturnya yang tinggi dan berambut putih, terutama karena kumisnya.
Pesta keluarga di taman Kolsani
Seperti biasanya, sesudah upacara pentahbisan, acara ramah tamah dan pesta sederhana selalu berlangsung di kebun Kolese St. Ignasius bersama keluarga besar Serikat Yesus, keluarga tertahbis, undangan dan umat lainnya.
Ramah tamah ini disuguhi hiburan pentas seni oleh lagi-lagi, murid-murid sekolah Kanisius dengan mengusung konsep merevitalisasi dolanan tradisional. Sebuah tawaran berbeda ketika di zaman ini anak-anak terlanjur berjibun dengan perangkat digital. Perjumpaan, perbincangan, canda-tawa menghiasi peristiwa ramah tamah itu sambil makan dan minum yang disediakan tuan rumah. Momen kegembiraan dan kebahagiaan menyatu dalam peristiwa tersebut.
Setelah suasana bahagia, pesta, misa perdana dan sebagainya, ke-enam imam baru ini siap untuk berlayar ke lautan lepas penuh ombak dan badai, dengan perahu dan jalanya, mengarungi medan perutusan untuk menjala manusia, menyelamatkan jiwa-jiwa.
Medan perutusan yang telah menanti adalah Paroki St. Anna Duren Sawit di Jakarta Timur, Paroki St. Servasius Kampung Sawah di Bekasi, Paroki St. Maria Tangerang, Paroki St. Isidorus Sukorejo di Kabupaten Kendal, Paroki St. Yusup Ambarawa dan Kolese Gonzaga/Seminari Menengah KAJ Wacana Bhakti di Pejaten –Jaksel.
Kepada para neomis (imam tahbisan baru) Jesuit, saya mengucapkan selamat mengayuh ke tempat yang dalam, rowing into the deep, to be the Companions of Christ for Reconciliation and Justice.
Peristiwa ini juga amat mengesankan bagi saya pribadi. Ini karena momen upacara tahbisan imamat Jesuit ini bisa saya hadiri setelah 12 tahun tak pernah bisa mengikuti acara tahbisan imam Jesuit.
Kali ini, di Kolsani dan lingkungan sekitarnya, saya bisa berjumpa dengan sejumlah mantan dosen-dosen saya. Semuanya pastor Jesuit.
Matur nuwun, Gusti.