INI literasi tentang Santo Petrus Kanisius. Kisah ini disarikan dari buku berjudul Testamen Pater Petrus Kanisius bagian ketiga.
“Kini aku masuk ke dalam bagian ketiga dari testamen yang merangkum sekitar 22 tahun, masa sebelum aku masuk Ordo Serikat Yesus. Selama masa itu, aku menjalani studi tidak hanya di kota kelahiranku, tetapi juga di Cologne dan Louvain.
Sayangnya, aku ternodai pula beberapa kali di tengah perkembangan masa muda dalam hidup bebas. Aku tidak suka hati melakukan kewajiban dari Tuhan. Aku menjalani hidup remaja yang jelek. Aku tidak ingat akan Tuhan dan malah berbuat berdosa serta melanggar perintah-perintah-Nya.
Terpikat dengan pergaulan teman nakal
Di masa kecil dan remaja aku terpikat dalam pergaulan dengan teman-teman yang nakal. Aku banyak menyia-nyiakan waktu yang berharga dengan: kesombongan, bicara tak pantas, dan tinggi hati.
Aku melawan pimpinan. Jika dia meminta sesuatu yang benar pun, aku dengan teman-teman sebaya segera menentangnya, mengabaikan, dan malahan mengolok-oloknya. Tidak jarang inisiatifnya berasal dariku, dan menular pada yang lain.
Amarah dan iri hati tidaklah asing dalam diriku.
Tidak jarang aku mudah menyombongkan diri dan sulit jadi rendah hati. Aku tenggelam dalam omong kosong dan kepuasan duniawi saja. Aku enggan menjalani disiplin ketat, meskipun itu sesuatu yang sangat perlu bagi kaum muda.
Aku dulu, seperti anak lembu yang tak terlatih, sapi yang tak mengenakan kuk, atau domba yang hilang. Aku lebih mencari kenikmatan yang berlebihan, yang menodai kehormatan, kesalehan dan segala yang berguna.
Aku terjerumus dalam kemalasan, hanya mau bermain-main, berkelakar, bersendagurau, bersenang-senang,
Tidur berkepanjangan, dan pesta pora yang menghambur-hamburkan waktu. Semoga segala kesalahan dan kelemahan masa remaja tersebut diampuni dan menjadi peringatan akan diri sendiri.
Hukuman akan diterima jika orang hidup dalam kejahatan dan kesombongan. Lebih jauh lagi, orang yang di masa mudanya menodai keluhuran dan ketulusan suara hati akan mengarah pada tindakan bodoh.
Lebih keraslah hukuman untuk orangtua, yang dengan ceroboh melonggarkan pengawasan dan pukulan terhadap anak-anak. Mereka membiarkan masuk pengaruh yang tak benar terhadap anak-anak.
Mohon pengampunan
Aku mengakui di hadapan-Mu, ya Tuhan, hakim yang adil, yang membalas setiap kesalahan. Sebab sejak awal, entah sadar atau tidak sadar, aku telah berbuat kesalahan. Maka, aku memohon pengampunan.
Sayangnya, aku telah dengan ceroboh melanggar perintah-perintah hukum, menyimpang dari terang nalar maupun kejujuran, dan malah semakin belajar menganggap benar apa yang salah.
Tentu, tidak hanya orang dewasa, kaum remaja pun membutuhkan belas kasih ilahi agar dilepaskan dari hukuman atas segala kesalahan yang dibuatnya, dimurnikan secara utuh, dibenarkan secara penuh di hadapan-Nya.”
Renungan
Santo Petrus Kanisius bercerita mengenai masa mudanya. Tidak jauh berbeda seperti kita pada umumnya, ternyata St. Petrus Kanisius semasa muda juga mengalami jatuh dalam dosa.
Dosa-dosa yang ia lakukan pun juga tidak jauh berbeda dengan yang kita alami sehari-hari. Ada dosa kesombongan, merendahkan orang lain, bermalas-malasan, dan sebagainya
Dalam kisah tersebut, kita berjumpa dengan wajah St. Petrus Kanisius yang sangat manusiawi. Dari kehidupan masa muda St. Petrus Kanisius tersebut, kita dapat mengingat suatu ungkapan yaitu: Every saint has a past and every sinner has a future, setiap orang suci memiliki masa lalu dan setiap pendosa memiliki masa depan.
Dengan ungkapan itu mau dinyatakan bahwa semua orang suci pernah mengalami kejatuhan dalam dosa. Tidak ada satu pun manusia yang bisa terlepas atau bebas sepenuhnya dari dosa.
Akan tetapi, bukan berarti bahwa hidup mereka tidak layak dihadapan Tuhan. Bukan berarti bahwa hidup mereka tidak bisa dipakai oleh Tuhan.
Justru, kehidupan mereka yang penuh perjuangan untuk melepaskan diri dari segala dosa dipakai oleh Tuhan untuk mewartakan Kabar Gembira.
Pendosa namun dipanggil
Mengapa bisa demikian? Mengapa St. Petrus Kanisius bahkan bisa menjadi santo besar di dalam Gereja dan Serikat Yesus?
Jawabannya adalah pertobatan. Poin pentingnya adalah bukan seberapa besar dosa yang telah kita lakukan, namun apakah sungguh-sungguh kita menyadari bahwa kita ini berdosa dan mau bertobat dan menerima rahmat pengampunan dari Tuhan.
Di dalam Serikat Yesus ada ungkapan yang terkenal yaitu: a sinner yet called. Setiap anggota Serikat Yesus adalah pendosa, namun dipanggil. Walaupun mereka adalah para imam dan bruder, yang berkarya untuk kemuliaan Tuhan dan Gereja, mereka tidak memandang diri mereka sebagai orang suci.
Pertama-tama, mereka menyebut diri mereka sebagai pendosa. Namun, mereka sadar bahwa Tuhan memanggil mereka untuk melakukan hal-hal besar demi kemuliaan Tuhan.
Dari ungkapan tersebut, yaitu “pendosa” dan “dipanggil”, ada ruang antara kata “pendosa” dan “dipanggil”. Justru ruang kosong, yang menghubungkan antar kata “pendosa” dan “terpanggil” itulah yang lebih penting.
Ruang kosong itu adalah pertobatan. Tanpa adanya pertobatan, kata “pendosa” tidak akan pernah bersambung dengan kata “dipanggil”. Pendosa akan tetap menjadi pendosa.
Berkali-kali mohon rahmat
Upaya pertobatan tidak dihasilkan dari usaha manusiawi saja. Bagaimanapun juga, pertobatan adalah rahmat dari Allah.
Itulah mengapa, St. Petrus Kanisius berkali-kali terus memohon rahmat dari Tuhan agar terus menganugerahkan rahmat pengampunan dari Tuhan. Dengan demikian, kita juga terus memohon rahmat Tuhan dalam setiap upaya pertobatan kita.
Semoga Tuhan yang Maha Pengampun berkenan mengampuni dosa-dosa kita dan membuat hidup kita selaras dengan kehendak-Nya.
Pertanyaan reflektif
- Kapan dalam sejarah hidupku di mana aku merasa kerap jatuh dalam dosa? Dosa seperti apa yang sering aku lakukan atau berulang?
- Pertobatan hidup seperti apa yang pernah aku lakukan secara nyata?
PS: Teks ini ditulis oleh Frater Arnold Lintang Yanvero SJ sebagai bahan Novena Petrus Kanisius Yayasan Kanisius Cabang Surakarta pekan keempat. (Selesai)
Baca juga: Literasi tentang St. Petrus Kanisius: Bersyukur terima gemblengan dan pembinaan dari guru baik (3)