Puncta 30.07.21
Jum’at Biasa XVII
Matius 13: 54.55. 56b-58
BANYAK orang pandai di Indonesia. Sayang mereka tidak dihargai di rumahnya sendiri. Justru orang asing atau bangsa lain yang memberi apresiasi dan penghargaan.
Misalnya Dr. Khoirul Anwar, penemu teknologi broadband. Ya, gadget-mu yang paling update dengan mode mobile 4G LTE adalah hasil karyanya.
Dr. Warsito Taruno penemu mesin pembunuh kanker yang diakui di Jepang. Karya mereka dipakai dan dihargai di luar negeri.
Ricky Elson menciptakan mobil sport berbahan bakar listrik. Tetapi hasil karyanya ditolak di rumah sendiri, karena tidak lolos uji emisi.
Namun Jepang mengambil karya Ricky untuk dikembangkan di sana. Ia pun ditarik bekerja di sana.
Yang paling mutakhir adalah virus Nusantara karya dr. Terawan.
Mantan Menteri Kesehatan itu mengembangkan metode dendratik cell vaccine. Namun BPOM tidak mengeluarkan izin uji klinis.
Kita ini terlalu banyak silang pendapat, diskusi dan rapat-rapat, namun hasilnya jauh panggang dari api.
Yesus pulang kembali ke tempat asal-Nya. Ia mengajar banyak orang di rumah ibadat. Banyak orang takjub.
Tetapi setelah tahu latar belakang pribadi-Nya, mereka kecewa dan menolak Dia. “Bukankah Dia ini anak tukang kayu?”
Yesus berkata kepada mereka, “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.”
Mengapa karya anak negeri tidak dihargai?
Pertama karena mental kita yang keliru. Kita ini cenderung menghargai merek atau branded asing.
Ada pepaya California yang laris diserbu pembeli. Padahal itu hasil penelitian IPB. Ketika diberi nama pepaya IPB1 tidak ada yang beli.
Dengan nama baru pepaya California, orang memburunya.
Kalau di Jepang, China, Korea dan Malaysia, warganya diharuskan memakai produk dalam negeri.
Mereka diajak menghargai hasil karya anak bangsa. Supaya hasil penemuan itu bisa dievaluasi dan disempurnakan.
Mental kita yang paling buruk adalah tidak suka kalau ada orang berhasil. Iri hati melihat kesuksesan orang. Maka kalau ada orang yang berhasil akan dihalangi dan dijegal.
Jangan seperti “laron” atau anai-anai. Mereka berlomba berebut ke atas, tetapi saling menjegal satu sama lain.
Kita tidak akan maju kalau selalu berprasangka buruk dan menjatuhkan sesama. Tidak senang melihat Jokowi berhasil. Maka didemo, difitnah, disebar berita hoaks.
Mari kita menghargai hasil karya bangsa sendiri.
Mari kita ubah sikap iri hati dengan berani memuji.
Senang melihat keberhasilan orang itu modal kita untuk bisa menghargai.
Mendaki ke puncak Merapi.
Pemandangan sungguh luar biasa.
Mari kita hargai diri sendiri.
Anda juga akan dihargai sesama.
Cawas, mat pesta perak Romo Dedo SJ cs….