Mahasiwa Sejarah Ikut Kursus Merawat Bumi di EcoCamp Bandung

0
12 views
Para peserta kursus ekologi di EcoCamp Bandung, 3-6 Maret 2025. (Eco Camp) 2

SAYA, mahasiswa Prodi Sejarah di UNDIP Semarang, pertama kali mengetahui tentang kegiatan kursus ekologi ini dari Yayasan Karsa Cipta Asa (YKCA). Pengurus YKCA menawari saya mengikuti kursus ini.

Saya menyambutnya dengan sukacita, karena materi itu sungguh sejalan dengan minat saya terhadap lingkungan dan alam. Tanpa berpikir panjang, saya menerima tawaran tersebut.

Selama mengikuti kursus ini, saya merasakan banyak manfaat; baik dalam pengembangan diri maupun secara emosional. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari. Dilaksanakan di lingkungan EcoCamp dan EcoCircle di Jl. Dago Pakar Barat I atau Jl. PLTA No. 118, Ciburial, Kec. Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

EcoCamp Bandung. (Kiki-Fajarwati)
Atmosfir sukacita para peserta kursus ekologi di EcoCamp Bandung, 3-6 Maret 2025. (EcoCamp)

Belajar banyak

Selama tiga hari berkegiatan, saya belajar banyak tentang kebiasaan-kebiasan baik (best practices) yang selama ini dipraktikkan EcoCamp.

Sejak awal, peserta diajak untuk menikmati teh hangat. Jangan lagi langsung main sruput saja. Melainkan kita diajari agar minum pelan-pelan, sembari matahati diajak merefleksikan perjalanan panjang teh sampai di tangan kita. Membayangkan bagaimana teh sedu di gelas itu dulu sekali berasal dari bahan mentah dan setelah melewati proses produksi sangat panjang, maka kini siap diseduh dan diminum.

Refleksi batin ini akhirnya membuat saya sadar diri bahwa semua yang tersedia di meja makan itu butuh proses produksi sangat panjang. Satu butir nasi pun juga seperti itu. Semua bahan refleksi itu pada dasarnya ingin mengajarkan pada saya tentang pentingnya menghargai proses dan perjuangan dalam segala hal.

Ilustrasi: Banyak elemen mikroplastik ada di sekitar kita; termasuk ikut tercampur di dalam menu makan-minum kita. (Ist)

Bahaya plastik dan mikro plastik

Kesadaran akan lingkungan juga semakin meningkat dalam diri saya. Saya kini semakin memahami, plastik sekali pakai yang kita gunakan sehari-hari ini nantinya akan sulit terurai. Lebih dari itu, plastik itu sungguh sangat tidak ramah lingkungan.

Mikroplastik bahkan dapat ditemukan di dalam menu makanan kita sehari-hari yang berasal dari laut, tanah, dan udara. Mikroplastik yang mencemari laut dapat masuk ke dalam tubuh ikan dan makhluk laut lainnya. Sedangkan di darat, sayuran yang ditanam di tanah juga bisa terkontaminasi dengan elemen-elemen mikroplastik.

Para peserta kursus ekologi untuk semakin mencintai Bumi -rumah kita bersama- di EcoCamp Bandung diajak oleh fasilitator Romo Ferry Sutrisna Wijaya Pr berkunjung ke Tahura Bandung. (EcoCamp Bandung)

Selama kursus ini, saya diajak untuk merenungkan kehidupan sehari-hari. Setiap pagi, kami melakukan sesi “duduk hening” untuk mensyukuri kehidupan dan alam yang telah memberikan banyak manfaat bagi kita.

Alam sudah dan selalu “setia” tanpa henti menyediakan udara, air, sinar matahari, dan tanaman yang mendukung kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita harus menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan.

Olah diri dan spiritualitas mencintai dan merawat alam

Banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan dari kursus ini. Saya belajar mengolah diri, mengenali diri sendiri, dan lebih peduli terhadap lingkungan. Saya juga belajar untuk tidak menjadikan masa lalu sebagai hambatan, tetapi sebagai batu loncatan untuk terus berkembang.

Selain itu, saya diajari untuk tidak terlalu mengkhawatirkan masa depan. Melainkan lebih fokus pada apa yang bisa saya lakukan sekarang demi keberlanjutan hidup yang lebih baik.

Buku apik berjudul “Active Hope” karya Joanna Macy dan Chris Johnstone. (Ist)

Buku Active Hope

Salah satu sesi yang paling berkesan bagi saya adalah penyampaian materi oleh Romo Stanislaus Ferry Sutrisna Wijaya Pr. Ia memberi wawasan lebih dalam tentang pengelolaan diri dan kepedulian lingkungan. Saya juga sangat terinspirasi oleh tokoh Joanna Macy dan bukunya Active Hope.

Buku ini mengajari kita untuk menghadapi krisis ekologi dan sosial tanpa kehilangan harapan. Joanna Macy menekankan pentingnya menerima dan mengakui perasaan kita. Apakah itu itu emosi sedih, marah, atau takut; namun agar tetap berusaha memperbaiki keadaan lingkungan sekitar.

Berbagai pandangan dari teman-teman peserta juga sangat menarik. Banyak dari mereka mendapat wawasan baru tentang pengelolaan emosi, mengenali diri sendiri, serta langkah-langkah nyata untuk mengurangi sampah plastik.

Bahan-bahan ramah lingkungan

Salah satu solusi yang ditekankan dalam kursus ini adalah penggunaan wadah-wadah makanan dan minuman yang ramah lingkungan. Kami juga diajak untuk lebih sadar terhadap penggunaan sumber daya alam.

Taruhlah itu seperti penggunaan daya listrik, air, dan bahan bakar fosil, yang ketersediaannya semakin menipis karena kegiatan eksploitasi berlebihan.

Besek kotak makanan yang bahannya sangat ramah lingkungan. (AlongWalker)
Iilustrasi: Murid TK-SD Kanisius Mlese di Klaten ikut berpartisipasi dalam kegiatan nyadran di kampung. Ini merupakan salah satu bentuk model pendidikan kontekstual lokal supaya mereka kenal dengan tradisi masyarakat gelar kendur, sadranan, nyadran, dan gunungan. (Tuti Ekowati/Sesawi.Net)

Komitmen pribadi

Salah satu bagian penting dari kursus ini adalah komitmen yang dibuat oleh setiap peserta untuk menjaga lingkungan. Beberapa komitmen yang diucapkan antara lain:

  • Mengurangi penggunaan plastik.
  • Menghindari budaya konsumtif.
  • Mengurangi kebiasaan berbelanja online yang ternyata malah menghasilkan banyak limbah.
  • Membiasakan diri selalu membawa botol tumbler dan wadah makanan sendiri untuk mengurangi sampah plastik dan styrofoam.

Setelah mengikuti kursus ekologi ini, saya mendapatkan banyak pelajaran berharga yang sebelumnya belum pernah saya alami. Saya semakin sadar bahwa Bumi -rumah tempat tinggal kita bersama- telah berusia jutaan tahun dan mengalami banyak perubahan; termasuk pemanasan global.

Ilustrasi – Efek perubahan iklim pada bumi tempat kita hidup bersama. (Ist)
Hujan turun ke bumi memberi kehidupan

Fenomena seperti pencairan daratan es di Kutub Utara dan meningkatnya volume air laut menjadi indikasi bahwa lingkungan kita tidak sedang baik-baik saja. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mulai peduli terhadap alam. Harus dimulai dari hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.

Saya berharap semakin banyak orang yang menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan melakukan aksi nyata demi keberlanjutan Bumi kita.

Dengan perubahan kecil yang kita lakukan sekarang, kita bisa memberikan dampak besar bagi generasi mendatang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here