BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Sabtu, 5 Maret 2022.
Tema: Kiblat Hidup.
Bacaan.
- Yes. 58: 9b-14.
- Luk. 5: 27-33.
“BAPAK Pastor, ini ada kiriman makanan dari bapak ibu.”
“Apa ya kak?”
“Nggak tahu persis. Mereka baru datang dari Jakarta. Oleh-oleh, kata ibu.”
“Bibik dapat juga ta?”
“Iyalah Bapak Pastor. Setiap keluar kota selalu membawa oleh-oleh. Kami kebagian, walau sedikit.
Majikan kami baik. Selalu memperhatikan para pegawainya.”
“Sudah lama kerja di sana?”
“Adalah 15 tahun Bapak Pastor. Sebelumnya, bapak saya menjadi supir. Ketika bapak saya meninggal dan saya tidak meneruskan sekolah, saya diminta bekerja di bagian rumah tangga. Sebagai pengganti bapak,” ungkapnya.
“Kenapa mau kerja sebagai asisten rumah tangga?”
“Saya sih sering mendengar cerita dari bapak. Bapak diperlakukan dengan baik oleh majikan. Mereka selalu bertanya tentang keadaan rumah. Bahkan perbaikan rumah selalu dibantu.
Bapak bilang dibantu, tapi dicicil. Bapak pernah bilang nyicilnya belum sampai setengah. Majikan mengatakan karena bapak setia, bekerja baik, tidak pernah mengeluh, disiplin dan tanggungjawab, maka utangnya dihapus. Beberapa kali begitu.”
“Wah, senang ya punya majikan baik.”
“Mamakmu tinggal dimana?”
“Setelah bapak meninggal, mak menjual rumah dan pulang di kampung. Kami tiga saudara sudah bekerja. Mak bersama nenek.”
“Anak-anak majikan bagaimana?”
“Anak-anak ibu baik. Saya senang melayani mereka. Kadang mereka manja. Kadang mereka memperlakukan saya sebagai saudaranya. Kadang mereka berlagak seperti bos-bos kecil. Suruh ini, suruh itu. Tapi kalau majikan tahu, anak-anak ditegur.”
“Misalnya apa?”
“Seringnya pas mau mandi. Mereka minta handuk, baju dll. Kalau ingin makanan tertentu, saya disuruh membuat. Padahal sudah malam.
Majikan selalu menasihati anak-anak. Mereka tidak boleh semena-mena. Bibik ada waktu kerja. Ada waktu istirahat. Tidak boleh diganggu.
Ya, saya gak keberatan. Saya kerjakan saja. Kadang juga jengkel.”
“Kenapa?”
“Gaji saya ditahan. Tidak diberikan setiap bulan.
“Lah… itu kan hakmu?”
“Nyonya bilang, “Kamu ya masih muda. Biasakan menabung. Semua kebutuhanmu sehari-hari dicukupi to. Belajar hidup sederhana dan menabung.”
“Gimana menabung kalau uang gajian tidak diberi?” kataku spontan.
“Ya begitu. Di awal kerja, saya diberitahu, kamu boleh tinggal di sini dengan jam kerja jelas. Semua kebutuhanmu dipenuhi. Tetapi gajimu tidak diberi setiap bulan.
Awalnya, saya iyakan saja. Yang penting dapat kerjaan. Saya ingat pengalaman bapak. Alm senang dan dianggap sebagai keluarga sendiri.
Sewaktu gajian pertama, saya di ajak sopir ke bank. Saya dibukakan rekening atas nama saya. Gaji pertama disetor utuh. Tapi tidak diberi ATM-nya. Ditahan nyonya.
Setiap bulan nyonya memtransfer gaji saya. Bukunya saya pegang. Saya dapat melihat tetapi tidak bisa mengambil.
Nyonya bilang, “Pasti kamu tidak selamanya menjadi pelayan rumah tangga. Suatu saat kamu akan berkeluarga. Kamu akan berhenti. Kamu sudah punya modal untuk hidup.”
Begitu bapak pastur.
“Bagus atu mah.”
Suatu sore, saya ke rumah keluarga ini. Saya melihat mereka lagi santai. Semua kumpul di halaman belakang rumah.
Mereka sedang menyantap martabak dan minum teh. Suasana santai.
Supir, bibik dan pengurus taman juga menikmati hal yang sama.
Sebuah pandangan nan indah. Dan aku pun menikmati hal yang sama.
Bisikku kepada si bapak, “Wah… hebat. Bisa menikmati bersama.”
“Yah, gimana lagi Romo. Kami anggap mereka sebagai saudara sendiri. Menikmati kebersamaan.”
“Mereka akrab dengan anak-anak Mo,” kata si ibu.
Iman menyadarkan akan kesetaraan. Orang lain adalah juga saudaraku.
Yesus menunjukkan arah hidup, “Ikutlah Aku.” ay 27b
Puasa berarti melatih menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.” Bdk. Yes. 58: 10.
Tuhan, ajari aku memperlakukan yang lain seperti saudaraku sendiri. Amin.