8 Agustus 2021
1Raj.19:4-8.
Ef.4:30-5:2.
Yoh.6:41-51
SEPERTI telur dalam satu petarangan, selalu menghasilkan anak ayam yang berbeda.
Demikian juga, dari satu sumber iman yang sama selalu saja ada perbedaan sikap dan tabiat, pikiran, dan perasaan.
“Demikian yang terjadi di paroki kita ini. Meski kita menerima satu pembaptisan, namun tetap saja ada perbedaan di antara kita,” kata seorang ketua umat.
“Perbedaan seharusnya tidak membuat kita saling mencela dan tidak saling mendukung,” lanjutnya.
“Namun yang saya rasakan umat kita lebih menekankan perbedaan. Bahkan lalu muncul fitnah yang kejam, hingga kesatuan antara umat dipertaruhkan,” kata seorang umat yang lain.
“Kalau orang sudah dikuasai amarah dan tidak bisa mengendalikan diri. Pikiran yang sehat dan benar luruh, bahkan yang muncul pikiran picik dan bodoh,” sahut salah satu tokoh umat.
“Konflik yang terjadi di lingkungan Gereja kita sudah sangat memalukan dan tak terkendali,” kata ketua umat.
“Kita sudah tidak tahu lagi mana yang benar, mana yang salah, kasihan umat terpecah dan bingung,” katanya lagi
“Energi kita habis terkuras untuk urusan konflik yang tidak perlu ini, hingga kita tidak bisa berpikir untuk pemberdayaan umat,” kata tokoh umat yang lain.
“Sudah saatnya, kita melakukan pertobatan bersama, dan saling mengendalikan diri, serta saling mengampun,” lanjutnya.
Konflik di Gereja bisa mengemukan dan kasat mata, namun juga bisa terjadi secara diam-diam.
Banyaknya umat yang ikut ambil bagian dalam hidup menggereja dengan kadar kedewasaan dan motivasi yang berbeda menjadi salah satu penyebab munculnya perbedaan bahkan konflik.
Manakala ada silang pendapat dan konflik yang muncul, kita mesti ingat bahwa kita semua mencecap dari sumber kesalamatan yang ada.
Kita makan dan minum dari roti dan cawan yang sama.
Daya hidup kita bersumber dari Roh yang sama yakni Roh Kasih Allah.
Apa yang kita cari dalam hidup menggereja? Berkat atau kutuk. Kedamaian atau permasalahan?
Bagaimana mengelola konflik yang ada dalam Gereja kita?