Home BERITA Makan Secukupnya

Makan Secukupnya

0
Serakah

Sabtu, 15 Februari 2025

Kej. 3:9-24
Mzm. 90:2,3-4, 5-6,12-13
Mrk. 8:1-10

MANUSIA diciptakan sebagai makhluk yang membutuhkan makanan untuk bertahan hidup.

Setiap hari, kita harus makan agar tubuh tetap kuat, sehat, dan mampu menjalankan aktivitas. Ada begitu banyak faktor yang menentukan ketersediaan makanan yang bisa kita makan di meja makan kita; musim yang baik, tanah yang subur, hujan yang cukup, dan hasil panen yang melimpah. Semua itu bergantung pada alam, dan alam sendiri berada dalam kendali Tuhan.

Tidak bisa kita lewatkan begitu saja bahwa makanan merupakan hasil kerja keras banyak tangan, para petani yang menanam, merawat, dan memanen, pekerja yang mengolah, pedagang yang mendistribusikan, hingga akhirnya sampai ke meja makan kita.

Ini menunjukkan bahwa kita tidak pernah bisa hidup sendiri. Kita bergantung pada ciptaan lainnya, alam, manusia, dan terutama Tuhan yang mengatur segalanya.

Saat kita menikmati makanan, kita diajak untuk mengingat bahwa itu semua adalah berkat Tuhan. Sikap sombong dan merasa mampu sendiri justru bertentangan dengan kenyataan bahwa tanpa campur tangan Tuhan, tidak ada yang bisa kita peroleh.

Betapa susahnya jika kita tidak mempunyai makanan yang kita makan. Apalagi jika dalam keluarga kita ada anak-anak yang harus kita jamin ketersediaan makanannya bahkan kehidupan mereka.

“Saya percaya Tuhan melihat semua perjuanganku dalam menghidupi anak-anak yang dipercayakan padaku,” kata seorang ibu.

“Sejak kepergian suamiku yang meninggal mendadak saya berjuang menghidupi anak-anak ini dengan menjahit dan berjualan kue.

Syukur bahwa anak-anak cukup rajin dan patuh serta tidak menyusahkan, mereka mengerti kondisi yang kami hadapi hingga berusaha membantuku. Yang ada di pikiranku hanya satu: masa depan anak-anaknya harus lebih baik.

Saya berusaha sekuat tenaga supaya anak-anakku bisa makan setiap hari, sehat dan bisa sekolah dengan baik,” ujarnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan.”

Perkataan ini menunjukkan betapa besar kasih Yesus kepada manusia. Dia tidak hanya peduli terhadap kebutuhan rohani mereka, tetapi juga kebutuhan jasmani mereka.

Yesus melihat kelaparan mereka, memahami kelelahan mereka, dan tidak membiarkan mereka pulang dengan perut kosong. Hati-Nya tergerak, bukan karena permintaan mereka, tetapi karena kasih-Nya yang tulus.

Yesus tidak hanya merasa iba, tetapi juga bertindak. Dia menggandakan roti dan ikan untuk memberi makan ribuan orang.

Ini menjadi teladan bagi kita bahwa belas kasihan sejati bukan hanya perasaan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

Kita bisa mulai dengan hal-hal kecil, berbagi makanan dengan yang lapar, membantu mereka yang kesusahan, atau sekadar memberikan waktu dan perhatian kepada mereka yang merasa sendirian.

Dunia saat ini sering kali membuat hati manusia menjadi dingin dan acuh tak acuh. Kita sibuk dengan urusan sendiri, sehingga lupa bahwa di sekitar kita banyak orang yang membutuhkan pertolongan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah hatiku juga mudah tergerak oleh belas kasihan?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version