PADA malam Kamis Putih, Gereja merayakan tindakan Yesus yang terpenting dalam karya keselamatan-Nya, yakni penyerahan Diri-Nya yang akan selesai di kayu salib. Malam ini kita mulai merayakan rangkaian misteri paskah dalam tri hari suci.
Perayaan ini mengenang tiga peristiwa penting, yakni paskah (pembebasan dari Mesir), sakramen imamat, dan sakramen ekaristi. Ketiganya berkaitan satu sama lain; kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pertama, Yesus mengubah (transform) perjamuan paskah Yahudi (Keluaran 12:1-8.11-14) ke dalam Perjamuan Malam Terakhir yang memiliki makna baru. Di sana, Tuhan Yesus membebaskan manusia, bukan hanya dari perbudakan jasmani (sosial politik), tetapi rohani (dosa dan kematian).
Kedua, Yesus menetapkan sakramen Ekaristi dengan mengubah perjamuan malam terakhir ke dalam perayaan Ekaristi. Dia mewujudkan penebusan umat manusia dengan menyerahkan Diri-Nya (Ambillah, inilah Tubuhk-Ku yang diserahkan bagimu. Inilah Darah-Ku yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang). Santo Paulus mewariskan ajaran itu lewat bacaan kedua (1 Korintus 11:23-26).
Ketiga, Yesus mendirikan sakramen Imamat. Sebagai Imam Agung satu-satunya dan selamanya (Ibrani 7:15-28), Yesus membagikan imamat-Nya kepada para imam yang berperan amat penting menghadirkan kembali kurban Kristus dalam perayaan Ekaristi. Orang menerima tahbisan imamat untuk mengambil bagian dalam imamat Yesus Kristus.
Apa yang perlu direnungkan? Banyak sekali, karena perayaan Kamis Putih amat kaya makna dan nilai. Semua berdasar pada firman Tuhan yang diwartakan dalam liturgi sabda.
Pertama, menjadi pelayan yang rendah hati. Merayakan Ekaristi menuntut kita meneladan Kristus, mencuci kaki sesama atau melayani. Itu berarti mengasihi mereka yang tidak berhak atas kasih kita. Mendoakan orang yang membenci dan menganiaya kita, misalnya.
Kedua, meneladan Yesus yang mengurbankan Diri-Nya dengan memberikan Tubuh dan Darah-Nya untuk memperkaya hidup kita dengan kehadiran-Nya dalam sakramen Ekaristi. Jiwa sakramen ini adalah cinta kasih Yesus (Yohanes 13:34). Ekaristi itu tanda dan wujud pelayanan yang hidup dan penuh kasih dalam komunitas.
Ketiga, menampakkan kesatuan dalam penderitaan. Roti yang kita makan dan anggur yang kita minum diolah dari biji gandum dan buah anggur yang dibikin hancur. Keduanya simbol dari kesatuan lewat penderitaan. Itu memanggil kita untuk menghibur, meneguhkan, mendukung, dan mendoakan mereka yang menderita.
Keempat, menjadi pembawa dan saksi Kristus. Pesan terakhir sebelum orang meninggalkan misa, “Pergilah dalam damai untuk mengasihi dan melayani satu sama lain.” Artinya, membawa Yesus ke rumah, tempat kerja, sekolah, dan komunitas, serta mewartakan kasih, pengampunan, dan semangat melayani dengan rendah hati seperti Kristus telah melayani kita.
Makna, nilai, dan relevansi sakramen Ekaristi itu masih tetap sama sampai kini. Walau dunia kita berubah, tugas kita sama, yakni meneladan Yesus dan menghayati ekaristi dalam hidup sehari-hari: mencintai, berkurban, dan melayani.
Kamis, 28 Maret 2024
Albherwanta, O.Carm.
PS: Renungan kali ini terlalu singkat untuk menjelaskan misteri Perayaan Kamis Putih yang kaya luar biasa.