Bacaan 1: Ef 4:1-6
Injil: Luk 12:54-59
Setiap orang pasti memaknai hidupnya secara berbeda-beda termasuk apa yang menjadi tujuan hidupnya. Setiap orang di dunia pasti ingin hidup sukses dalam arti sukses dalam karir dan karyanya.
Ada juga yang ingin menjadi orang kaya dan terpandang.
Tidak ada yang salah dengan semua itu, namun apakah itu tujuan hidup yang sebenarnya? Banyak orang yang kita lihat sukses dan terhormat namun kenyataannya malah tidak bahagia.
Saat orang berjuang mencapai puncaknya, ia melihat bahwa di puncak sana ada banyak kebahagiaan. Namun saat ia sampai di puncak, ternyata malah tidak menemukan apa-apa. Hidup terasa kosong karena ia sendirian di puncak.
Meski berada dalam penjara, Rasul Paulus tetap memonitor kehidupan jemaatnya. Paulus mengingatkan jemaat Efesus, bahwa setelah dibaptis sebagai Kristen ternyata tidak bisa memaknai dengan benar. Mereka masih hidup secara menyimpang dari kehidupan kristiani.
Sebagai Kristen maka fokus utama dalam hidup adalah kesatuan bersama jemaat dan Kristus sebagai kepala jemaat, satu tubuh dan satu Roh.
Meski telah dibaptis sebagai Kristen, mereka ternyata masih beribadah kepada dewi Artemis untuk mendapatkan kemakmuran dan kesuburan tanah, selain itu juga penyembahan Kaisar.
Paulus menasihati jemaat untuk hidup dalam Kristus serta memaknai rencana Tuhan mempersatukan seluruh umat-Nya sebagai tubuh Kristus.
Ada dua nasihat utama:
- Relasi horizontal: Hendaklah jemaat selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
- Relasi vertikal: Berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera, melalui Kristus
Tuhan Yesus juga mengkritik keahlian orang-orang Yahudi dalam memahami alam namun tidak mampu memaknai hidup dalam menilai zaman, yaitu kehadiran Mesias di zaman akhir.
Tuhan Yesus menekankan pentingnya hidup dalam kasih, relasi dengan orang lain agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.
“…Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.”
Pesan hari ini
Memaknai hidup sebagai katolik adalah memelihara perdamaian dengan sesama umat sebagai satu tubuh dan satu Roh dengan Kristus sebagai Kepalanya.
“Berterimakasihlah kepada orang-orang yang membuatmu bahagia. Mereka adalah tukang kebun yang membuat jiwamu mekar.”