Minggu, 3 Maret 2024
- Kel. 20:1-17 (singkat Kel. 20:1-3,7-8,12-17);
- Mzm. 19:8,9,10,11;
- 1Kor. 1:22-25;
- Yoh. 2:13-25
ADA satu ungkapan bahwa kebiasaan emak-emak pada umumnya, adalah tiada hari tanpa ngomel, dengan alasan apa pun, mereka bisa mengeluarkan banyak perbendaharaan kata yang meluncur mulus dari bibirnya.
Hingga suatu hari, ada seorang anak yang merasa serba salah dengan sikap ibunya, karena hampir selalu terkena badai omelan dari ibunya, ia berkata, “Ibu gak sayang sama aku, aku cari ibu lain aja.”
Mendengar reaksi anak itu, ibu yang sedang ngomel tadi bukannya menghentikan omongannya; namun malah menambah cepat dan keras omelannya.
Hingga suatu hari ibu itu bercerita alasan dia mengomel kepada anaknya. “Coba bayangkan, saya sampai membuat list lupa anak saya, hari Senin dia lupa bawa name tag yang mana itu dipakai untuk absensi digital di sekolahnya, Selasa lupa bawa dasi, Rabu nya botol minum ketinggalan di sekolah dan seterusnya.
Saya sudah sangat sabar namun untuk mengingatkan dan mendidik dia, saya harus bicara terus, meski saya tahu dia mungkin tidak terlalu senang,” ujarnya.
Sering kali para orang tua memberikan alasan marah karena sayang dan peduli pada anak-anaknya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, ”Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.
Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.”
Belajar dari sikap Tuhan Yesus yang lemah lembut dan baik terhadap orang-orang berdosa. Kita juga seharusnya bersikap baik dan lemah lebut terhadap siapa saja. Tetapi di sisi lain, Tuhan Yesus menentang keras perbuatan/perilaku yang salah, bahkan Tuhan Yesus dengan tangan-Nya sendiri melawan perbuatan yang salah.
Tindakan tegas dan tidak mau kompromi pada hal yang prinsip menjadi teladan penting bagi kita, bahwa untuk setiap keadaan yang tidak berkenan kepada Tuhan, yang tidak sejalan dengan firman Tuhan, haruslah ditentang. Lebih baik menyuarakan suara kebenaran dan berusaha semaksimal mungkin supaya kejahatan tidak meraja lela daripada diam membisu mencari aman.
Yesus mengajak kita untuk pertama-tama mengembalikan fungsi tubuh dan hati kita sebagai Bait Allah, bukan pasar, bukan tempat transaksi kepentingan dan kebutuhan, apalagi mencari untung dengan tubuh kita.
Hanya kalau kita berani dibersihkan oleh Yesus lewat sabda dan sakramennya (Tobat dan Ekaristi), tubuh kita kembali menjadi Bait Allah, dan kita kembali menjadi peka kepada suara-Nya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau dibersihkan Tuhan melalui tobat dan ekaristi?