Home BERITA Mati Suri

Mati Suri

0
Ilustrasi -- Mengalami kesendirian dan kesepian saat sakit. (Ist)

Puncta 06.08.21
Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya
Markus 9: 2-10

DALAM syering di acara Sidang Akademi, “glenikan” atau obrolan ala alumni Seminari Mertoyudan, seorang teman bercerita tentang pengalaman mati suri.

Ia bercerita bahwa pernah mengalami sakit yang parah dan harus dirawat di rumah sakit.

Ia seperti tidak sadar dan melayang pergi ke “alam lain.”

Di tempat yang sangat indah dan menyenangkan itu, ia seperti berjalan di sebuah padang rumput yang luas. Tempatnya sejuk dan teduh. Rasanya aman dan tentram.

Yang ada adalah perasaan damai dan sukacita. Tiada kekurangan suatu apa pun. Tidak dirasakannya sakit. Ia merasa kerasan dan senang tinggal di tempat itu.

Namun tiba-tiba ada suara yang menyuruh dia kembali. Suara itu berkata, “Kamu harus kembali.”

Ia berkata, “Saya bahagia berada di sini. Saya ingin tetap tinggal di sini.”

Tetapi sekali lagi terdengar suara, “Waktumu belum tiba. Kamu harus kembali.”

Dan seketika itu dirasakan badannya sakit semua. Tubuh terikat dengan tali di bed tempat tidur.

Selang infus, pernafasan dan pengukur detak jantung menempel di tubuhnya.

Dalam mati suri itu, ia mengalami kebahagiaan yang luar biasa. Ia merasa diizinkan mencicipi kehidupan di balik kematian.

Ia semakin yakin bahwa Tuhan Yesus menyediakan tempat bagi mereka yang percaya.

Hidup bahagia dan kekal dijamin oleh Yesus yang wafat dan bangkit.

Tiga murid inti diajak Yesus naik ke gunung yang tinggi. Mereka melihat Yesus berubah rupa.

Mereka mengalami kemuliaan Yesus. Peristiwa transfigurasi ini mempesonakan mereka.

Yesus berdiri bersama Musa dan Elia dalam kemuliaan.

Saking gembiranya, para murid ingin tinggal di situ dan mendirikan tiga kemah.

Dalam suasana sukacita itu, terdengar suara, “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.”

Allah menegaskan bahwa Yesus yang mulia itu adalah Anak-Nya yang terkasih.

Allah berkenan kepada Yesus yang dikasihi karena Dia setia melakukan kehendak Bapa-Nya.

Kematian-Nya di kayu salib menunjukkan kesetiaan-Nya yang tanpa reserve.

Yesus berpesan supaya merahasiakan pengalaman ini sebelum Ia bangkit dari mati. Yesus mengajak para murid-Nya untuk tekun dan setia sampai pada salib.

Perjuangan memanggul salib di dunia harus dijalani agar bisa merasakan transfigurasi atau kemuliaan kebangkitan.

Proses ini harus dijalani, karena tidak ada kebangkitan tanpa melalui salib. Tidak ada kemuliaan tanpa perjuangan.

Tidak ada kebangkitan tanpa kematian.

Marilah kita setia bersama Yesus.

Memanggul salib kita setiap hari. Dengan berani setia, kita akan sampai ke dunia baru yang membahagiakan, yakni rumah Bapa.

Memandang Merapi dari kota Yogyakarta.
Payung awan tebal adalah guguran lava.
Setia memanggul salib adalah ciri hidup kita.
Kita akan mengalami kemuliaan bersama-Nya.

Cawas, setia dengan salib-Nya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version