Jumat, 14 Januari 2021
1Sam. 8:4-7.10-22a.
Mzm: 89:16-17.18-19.
Mrk. 2:1-12
MELIHAT penderitaan yang dialami sesama sering kali menarik belas kasihan dari hati kita.
Siapa pun yang menderita dan perlu bantuan dan pertolongan, rasanya kita tidak mungkin menutup mata.
Apalagi jika yang mengalami kesusahan itu orang yang kadang kita temui.
Saat itulah kita bisa menemukan aliran semangat dan keinginan yang sama dari sesama kita untuk ikut terlibat membantu orang lain.
Bahkan kadang kita hanya memulai, karena selanjutnya ada banyak orang yang mau terlibat.
“Rasanya sedih, bahwa di depan Gereja ada keluarga sakit dan terlantar tanpa mendapatkan pertolongan yang selayaknya,” kata seorang bapak.
“Apa pun alasannya ini menjadi refleksi untuk kita semua,” sambung romonya.
“Kita kadang mengadakan aksi dan kegiatan, seakan mencari orang yang membutuhkan bantuan sedangkan ini, di depan hidung kita malah luput dari aksi kita semua,” lanjut romo itu.
“Untung saja, meski kita terlambat sudah berbuat sesuatu pada mereka,” sahut bapak itu.
“Kita bawa ke rumah sakit, dan salah satu umat bersedia menanggung biaya, lalu ada umat yang berinisiatif mengurus BPJS dan kartu miskin,” lanjut bapak itu.
“Kita sebagai kesatuan umat telah menunjukkan kasih dan bantuan yang tepat sasaran, meski yang kita bantu bukan seiman,” sahut romo.
“Sebagai umat Kristiani apa pun yang kita lakukan tidak bisa dilepaskan dari jatidiri serta keberadaan kita untuk membawa harapan bagi sesama sebagai bentuk pewartaan kerajaan Allah di tengah masyarakat,” lanjutnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.
“Ada orang-orang datang membawa kepada-Nya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang.
Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring.
Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”
Kita bisa melihat kegigihan orang-orang yang membawa orang lumpuh menjumpai Yesus.
Tanpa kasih, serta ketulusan mereka tidak akan berjuang sampai membongkar atap seperti itu.
Itulah arti dan hakekat sebuah pelayanan yang sesungguhnya. Yang mendasari keempat orang rela melakukan sesuatu yang baik bagi si lumpuh adalah kasih.
Kasih itu mengutamakan orang lain, bukan menjadikan orang lain sebagai obyek untuk menemukan pujian atau keuntungan materi bagi kita sendiri.
Pelayanan yang sebenarnya itu dilakukan dengan ikhlas, tanpa tendensi apa-apa.
Seperti orang-orang yang membawa orang lumpuh di sepanjang kisah ini nama keempat orang itu tidak sekali pun disebutkan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku ikut pelayanan atas dasar kasih dan tidak sekadar mencari sanjungan serta pujian untuk diri sendiri?