Puncta 27.12.22
Pesta St. Yohanes Rasul, Penulis Injil.
Yohanes 20: 2-8
DALAM kasus pembunuhan Brigadir Joshua, Ferdi dan Putri membuat alasan bahwa ada pelecehan seksual atau bahkan disebut perkosaan yang dilakukan oleh Joshua.
Kalau itu yang dijadikan alasan pembunuhan, maka harus dibuktikan bahwa betul terjadi perkosaan.
Namun bukti-bukti untuk mengarah terjadinya perkosaan tidak ada. Hakim harus mempunyai bukti kuat bahwa Putri diperkosa.
Tetapi di sini tidak ada saksi yang melihat atau yang melakukan. Joshua sudah meninggal, tidak bisa dimintai kesaksiannya.
Para ART seperti Susi dan Kuwat tidak tahu kalau ada perkosaan. Pengakuan Putri saja tidak cukup. Harus ditunjukkan dengan visum et repertum. Visum dokter yang membuktikan bahwa Putri diperkosa tidak ada.
Bagaimana orang bisa percaya kalau bukti-buktinya tidak ada? Apalagi dari keterangan ahli, ada dugaan bahwa Putri terindikasi berbohong.
Lebih sulit lagi untuk percaya kalau tidak bisa menunjukkan buktinya. Saksi sangat penting karena dia melihat sendiri atau mengetahui langsung suatu kejadian.
Hari ini kita merayakan Pesta St. Yohanes Rasul dan Penulis Injil. Yohanes adalah satu dari tiga murid Yesus di lingkaran pertama.
Mereka adalah Petrus, Yakobus dan Yohanes. Ketiga murid ini sering menjadi saksi penting dari peristiwa hidup Yesus.
Dari awal karya Yesus sampai akhirnya di kayu salib, Yohanes mengikuti dan menyaksikan. Yohaneslah yang berada di bawah salib Yesus bersama ibu-Nya dan beberapa wanita.
Dalam perikop hari ini, Yohanes juga yang melihat dan menjadi saksi bahwa Yesus bangkit. Di sini dikatakan dia sebagai “murid yang lain yang dikasihi Yesus.”
Dalam kesaksiannya Yohanes menulis, “masuklah juga murid yang lain, yang lebih dulu sampai di kubur itu; ia melihatnya dan percaya.”
Kalimat “ia melihatnya dan percaya” menjadi kuncinya. Yohanes melihat sendiri bahwa makam kosong. Jenasah Yesus tidak ada di kubur-Nya.
Memang makam kosong tidak otomatis menyimpulkan Yesus bangkit. Tetapi Yohanes mengingat kembali bahwa Yesus pernah berkata Ia akan bangkit. Setidaknya sudah tiga kali Yesus menubuatkan itu.
Injil yang ditulisnya adalah kesaksian nyata bahwa apa yang dilihatnya sungguh-sungguh terjadi dan dapat dipercaya, karena ia menjadi saksi langsung atas peristiwa-peristiwa hidup Yesus.
Maka ia berpesan kepada para pembacanya, “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”
Kita makin dikuatkan oleh Yohanes sebagai saksi mata bahwa Yesus sungguh wafat dan bangkit. Kita makin percaya karena Yohanes adalah saksi langsung yang melihat kejadiannya.
Seandainya Yoshua masih hidup, dia bisa menjadi saksi langsung apakah benar terjadi peristiwa perkosaan. Tetapi karena tidak ada saksi langsung dan bukti-bukti kuat, rasanya kok sulit untuk bisa percaya.
Masih tidak percayakah kita bahwa Yesus adalah Mesias, Sang Juruselamat yang datang ke dunia?
Pergi ke Jakarta naik gerbong kereta.
AC-nya dingin pakai selimut biru tua.
Iman kita bukan omong kosong belaka.
Kita percaya karena ada bukti-buktinya.
Cawas, fides quaerens intellectum…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr