Puncta 21 Maret 2025
Jum’at Prapaskah II
Matius 21: 33-43.45-46
PENGUASA Kerajaan Hastina yang sah adalah Pandu Dewanata. Ia memiliki lima anak dari Dewi Kunti dan Dewi Madrim. Mereka disebut Pandawa.
Karena Pandu meninggal saat Pandawa masih kecil, maka Kerajaan dititipkan kepada Destarastra yang buta. Kelak saat Pandawa sudah dewasa, Hastina harus dikembalikan kepada yang berhak.
Destarastra memiliki anak berjumlah 100 orang yang disebut Kurawa. Duryudana atau Kurupati disuruh menjadi raja di Hastina untuk sementara didampingi oleh Sengkuni sebagai patihnya. Setelah berkuasa mereka lupa diri. “Melik nggendhong lali.”
Ibarat “Wong sing ngemut manising madu njur suthik nglepeh,” Kurawa tidak mau melepaskan kerajaan Hastina kepada Pandawa.
Berbagai macam cara licik dan jahat dilakukan untuk melenyapkan Pandawa, pewaris tahta Hastina.
Pandawa diracun dan dibakar saat pesta di Bale Sigala-gala. Werkudara disuruh terjun ke samudera mencari Banyu Suci Perwitasari. Sampai permainan dadu yang membuat Pandawa dibuang selama duabelas tahun di hutan.
Yesus menggambarkan bahwa Israel adalah kebun anggur Tuhan. Para penggarap adalah penyewa yang harus bertanggungjawab kepada Sang Pemilik. Penyewa yang ingin merampas hak milik lahan garapan adalah pengkhianat.
Para nabi diutus untuk menagih tanggungjawab para penggarap. Tetapi mereka ditolak, dicerca, dianiaya dan dibunuh para penggarap.
Allah mengutus Anak-Nya, ahli waris yang sesungguhnya. Tetapi Anak-Nya juga dibunuh oleh mereka.
Raja-raja Israel yang tidak takut akan Tuhan dan malah mendengar bujukan nabi-nabi palsu hanya memikirkan kepentingannya sendiri, bukan mendengar suara Tuhan.
Para dewan perwakilan rakyat dalam kelompok Sanhedrin, kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat sebagai tokoh pemimpin justru ingin menguasai kebun anggur Tuhan.
Kaum Farisi dan kelompok imam-imam sadar bahwa merekalah yang dituduh sebagai pengkhianat. Maka mereka membenci Yesus dan mengarah kematian-Nya. Mereka mulai berseberangan dan melawan Yesus.
Orang yang sudah duduk dalam nikmatnya kursi kekuasaan sering lupa akan janji dan tanggungjawabnya. Pada saatnya Tuhan akan menagih janji, mempertanggungja-wabkannya.
Apakah kita juga sebagai penggarap yang lupa janji-janjinya?
Mangan gethuk asale saka tela,
Mata ngantuk iku tambane apa ya.
Bisaa rumangsa, aja rumangsa bisa,
Dadi wong sing ber budi bawa leksana.
Wonogiri, belajar sadar diri
Rm. A. Joko Purwanto, Pr