MENURUT Forbes – majalah keuangan terkemuka di dunia – pemimpin etis yang peduli terhadap para isu-isu seperti perlindungan lingkungan, kekerasan senjata, dan hak asasi manusia mendapatkan rasa hormat dari para konsumen.
Pemimpin etis akan mengarahkan budaya organisasi ke arah yang menghargai etika dan menjalankan bisnis yang berintegritas. Mereka juga berusaha merawat budaya perusahaan tersebut dengan sepenuh hati.
Contoh organisasi yang berusaha menerapkan bisnis etis
Toko besar Dick yang menjual produk olahraga di Amerika Serikat telah mengurangi penjualan senjata api karena insiden kekerasan senjata yang berulang.
Perusahaan mulai dengan menarik senjata gaya serbu dari rak-rak toko setelah insiden penembakan di sekolah, Parkland, Florida pada tahun 2018.
Kebijakan tersebut berisiko menurunkan omzet penjualan dan merugikan keuntungan jangka pendek perusahaan, tetapi keputusan etis membuat perusahaan dihormati secara luas. Kebijakan tersebut juga mendorong jaringan toko besar seperti Walmart, Kroger, dan pengecer lain untuk mengikuti pengetatan penjualan senjata di toko.
Di Indonesia, ketika masa pandemi covid-19, perusahaan banyak yang merumahkan karyawan apalagi saat pembatasan sosial. Kebijakan pengurangan gaji menjadi solusi bisnis yang banyak diterapkan untuk mengurangi kerugian akibat berkurangnya penghasilan selama pandemi.
Karyawan bekerja dari rumah atau WFH. Karyawan outsourcing tentu terkena dampak yang lebih parah dibanding karyawan tetap lembaga. Karyawan kebersihan seperti ISS tentu sebagian besar tak masuk kerja juga karena perkantoran ditutup.
Saat seperti itu, banyak yang terkena pengurangan gaji atau apalagi yang dihitung honorer harian.
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya menerapkan kebijakan tak populer: membayar penuh perusahaan outsourcing dengan catatan mereka tidak boleh memotong honor para karyawan tersebut. Maka selama masa pandemi saat isolasi massal, semua karyawan kebersihan tersebut tetap mendapat honor penuh seperti halnya kalau dia masuk normal.
Ketika ditanya mengapa hal ini dilakukan, Wiwiek D. Santoso yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Yayasan Unika Atma Jaya dengan lugas menjawab “Unika Atma Jaya punya nilai KUPP (Kristiani, Unggul, Professional, dan Peduli) yang ingin diajarkan kepada segenap civitas academikanya. Tentu tidak hanya sebatas teori tetapi lebih penting internalisasi nilai-nilai tersebut dalam setiap kebijakan dan pengambilan keputusan.”
Suatu kebijakan yang didasari semangat kristiani dan jelas menunjukkan nilai etis dalam bisnis.
Melembagakan dan Mematuhi Kode Etik
Organisasi mengungkapkan apa yang diharapkan dari karyawan di tempat kerja dan di mata publik melalui kode etik. Dokumen ini sebaiknya ditinjau kembali setiap tahun karena lingkungan organisasi bersifat dinamis.
Kode etik disosialisasi dari awal seorang karyawan masuk, sampai selesai dia berkarya di lembaga tersebut. Tidak hanya menghafal pasal-pasalnya, tetapi bagaimana karyawan memahami dan setuju menjalankan aturan-aturan yang digariskan di dalam kode etik tersebut.
Maka perlu konsistensi dari atas untuk selalu mengaungkan kode etik dalam setiap acara dan pertemuan karyawan.
Lebih penting lagi perlunya contoh teladan dari atas.
Tantangan untuk Menjalankan Kepemimpinan Etis
Para pemimpin tentu menghadapi hambatan-hambatan dalam menerapkan bisnis etis.
Beberapa kiat yang bisa diterapkan:
Pertahankan Nilai Selama Masa Pertumbuhan
Kepemimpinan etis dapat diuji selama periode pertumbuhan organisasi. Para eksekutif harus bekerja keras untuk menyeimbangkan pertumbuhan strategis dengan integritas. Seiring pertumbuhan perusahaan, perusahaan bisa melupakan visi misinya, dan lebih mudah menempatkan keuntungan di atas perilaku etis.
Tetap Transparan Selama Perubahan
Perubahan membutuhkan kesiapan. Karyawan yang lelah dapat bersikap negatif karena bisnis mengalami perubahan terus menerus dalam persaingan. Pemimpin perlu memotivasi terus para karyawan dan memberikan contoh etos kerja yang bersemangat.
Pertahankan Pesan yang Konsisten
Pesan yang tidak konsisten dari pimpinan membuat penerapan strategi kepemimpinan etis menjadi sulit. karyawan butuh konsistensi dari para pemimpin. Mereka lebih bersedia mendukung kepemimpinan etis ketika pesannya jelas dan konsisten.