Home BERITA Membangun Harapan di Tanah Perbatasan

Membangun Harapan di Tanah Perbatasan

0

Di Kapela Stasi Sta. Maria Fatima – Tahon, Paroki Ratu Damai -Fulur, Forum Keluarga Besar Makir Lamaksanulu (FKBML) Atambua menggelar Seminar sehari bertajuk, “Kampung Memanggil : Bersama Membangun Harapan di Tanah Perbatasan”, Jumat (29/12/2017).

Para peserta yang terlibat dalam kegiatan seminar sehari ini adalah umat Allah Stasi Sta. Maria Fatima – Tahon yang tersebar di dua desa (Desa Makir & Desa Lamaksanulu) dan anggota FKBML yang berdomisili di Kota Atambua dan sekitarnya.

Desa Makir dan Desa Lamaksanulu sendiri merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Lamaknen – Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan Distrik Maliana – Republik Demokratik Timor Leste.

Oleh karena letaknya di wilayah perbatasan RI-RDTL, maka FKBML menjadikannya sebagai salah satu alasan mengadakan kegiatan di Kapela Stasi Tahon. Hal ini ditegaskan oleh salah satu sesepuh FKBML, Drs. Bona Bowe.

“Kami sengaja mengadakan kegiatan seminar di sini karena beberapa alasan. Yang pertama, karena tempat ini merupakan tanah kelahiran kami. Yang kedua, daerah ini merupakan daerah perbatasan; jadi kami merasa perlu untuk memperkuat nilai-nilai identitas dan status kami sebagai orang Makir-Lamaksanulu”, ungkap Bona.

Dengan alasan itu, Bona menyebutkan diharapkan ada kesepahaman sikap dan tindakan dalam upaya pembangunan fisik dan iman di daerah ini.

Kegiatan ini menghadirkan tujuh orang panelis yang diambil dari pelbagai kalangan. Adapun ketujuh panelis itu antara lain : Edy Bagi (Kepala Desa Makir), RD. Primus Seran (Pastor Paroki Fulur), RD. Yustus Ati Bere (Praeses Seminari Tahun Orientasi Rohani Lo’o Damian-Atambua), RD. Lucius Tae Mau (Staf Pengajar di Seminari Lalian-Atambua), Drs. Bona Bowe (Sesepuh FKBML Atambua), Yunius Koi Asa, S. Fil. (Direktur PDAM Kabupaten Belu) dan Boni Mau Taek (Perwakilan dari Pemuda Perbatasan).

Hal-hal yang dipaparkan oleh para panelis berkisar tentang persoalan-persoalan aktual yang terjadi di Desa Makir dan Lamaksanulu yang menjadi penyokong eksistensi Kapela Stasi Tahon. Dalam seminar ini dibicarakan pula kearifan-kearifan lokal yang mulai sirna dan bagaimana upaya-upaya yang harus dibuat untuk melestarikannya.

Diskusi kemudian semakin mengerucut pada persoalan tentang pudarnya identitas dan status orang Makir-Lamaksanulu dan pemenuhan kebutuhan akan air serta upaya pembangunan kapela stasi Tahon secara permanen. Apresiasi positif pun berdatangan terhadap kegiatan ini.

Sebagai gembala di sini, Primus Seran bangga bahwa forum ini mau mengambil bagian secara langsung dalam upaya pembangunan fisik dan iman umat di sini. Primus mengucapkan terimakasih banyak atas kepeduliannya.

“Sebagai putra daerah yang tinggal di luar, saya sangat mendukung kegiatan seperti ini. Hal ini menyadarkan saya untuk tidak lupa pada kampung halaman sendiri. Saya akan berupaya memberikan sumbangan yang bisa saya salurkan sesuai dengan kemampuan saya”, ujar RD. Melky Meak.

“Menurut hemat saya, kegiatan hari ini sangat bermartabat. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran yang muncul untuk membangun daerah perbatasan justru oleh masyarakat perbatasan itu sendiri. Biasanya pembangunan daerah perbatasan itu merupakan program dari Pemerintah Pusat. Semoga kegiatan seperti ini bisa dilakukan secara berkelanjutan”, kata Yun Koi Asa, selaku salah satu panelis.

Di penghujung kegiatan, para peserta dan para panelis membangun komitmen untuk melakukan apa yang telah disepakati bersama, termasuk membagi beban terkait pembangunan kapela stasi Tahon. Seminar ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi yang hendak disampaikan ke PEMDA Belu.

Sebagai bentuk aksi nyata untuk menyelamatkan sumber air yang selama ini dipakai, para peserta bersepakat untuk melakukan penanaman beringin dan tanaman umur panjang lainnya di sumber mata air Abateu (lokasi sumber mata air).

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version