BAIT Suci menjadi tempat banyak penglihatan tentang kemuliaan Tuhan (Yesaya 6: 1-8). Nabi Yehezkiel juga mengalami penampakan Tuhan dalam kemuliaan-Nya (Yehezkiel 43: 1-7b).
Waktu itu, Bait Suci penuh dengan kemuliaan Tuhan (Yehezkiel 43: 5).
Tuhan bersabda, “Hai anak manusia, inilah tempat tahta-Ku dan inilah tempat tapak kaki-Ku; di sinilah Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel untuk selama-lamanya.” (Yehezkiel 43: 7a).
Bait Suci itu tempat pengajaran Tuhan disampaikan (Lukas 20: 1). Para ahli Taurat dan orang Farisi kadang mengajar di sana. Mereka itu menduduki kursi Musa (Matius 23: 2).
Namun, Yesus mengingatkan, “Ahli-ahli Taurat dan orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu, turutilah dan lakukanlah segala yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kalian turuti perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan, tetapi tidak melakukannya (Matius 23; 3). “Not walk the talk” alias omong doang.
Itulah kemunafikan dalam kehidupan agama. Menyampaikan ajaran Tuhan yang baik kepada orang lain tanpa melakukannya sendiri.
Jurang antara keyakinan iman dan praktik beragama itu masih terjadi. Bukan hanya di kalangan pemimpin agama, tetapi juga di antara umat pada umumnya.
Andai alinea di atas itu keliru, tentu korupsi di Indonesia sudah lama selesai dibasmi. Faktanya, kejahatan yang melawan ajaran agama itu masih merajalela.
Lebih menyedihkan, ada masa ketika departemen agama menduduki ranking tertinggi dalam korupsi. Tidak perlu hal itu membuat kaum beragama frustrasi.
Bukankah itu tantangan bahwa kaum beragama masih harus berjuang membangun jembatan rohani yang menghubungkan ajaran mulia agama dengan praktik hidup sehari-hari yang mesti dijiwainya?
Sabtu, 20 Agustus 2022
PW Santo Bernardus, Abas dan doktor Gereja