Home BERITA Membedah “Jeroan” Generasi Millenial: Mutu bukan Utama, Update Status Lebih Penting (2)...

Membedah “Jeroan” Generasi Millenial: Mutu bukan Utama, Update Status Lebih Penting (2)  

0
Andre Prodjo dalam diskusi terbatas tentang Komunikasi Generasi Digital bersama FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia) Keuskupan Agung Jakarta, Minggu (17/12/17) (Mathias Hariyadi)

COBA, mari kita pikir bersama, apa sih pentingnya mengirim postingan dengan content gambar atau foto makanan di meja, potongan tiket karcis nonton film, sepatu penuh bercak lumpur, kaki terayun di sebuah ketinggian, dan seterusnya?

Semua itu terbilang sangat tidak penting menurut kategori ‘pikiran normal’ orang kebanyakan. Pun pula, hal-hal itu juga tidak urgent, karena tanpa postingan gambar/foto tersebut, bumi tetap saja bundar dan berputar mengelilingi matahari.

Tapi, eh tunggu dulu, demikian kata Andre Prodjo,  ketika ia mengawali paparannya tentang content (isi) pola komunikasi Generasi Millenial “Zaman Now” di forum diskusi terbatas yang diampu oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta di Paroki St. Yohanes Penginjil Blok B, Minggu (17/12/17) siang lalu.

Baca juga:

http://www.sesawi.net/2017/12/19/bersama-fmki-kaj-membedah-jeroan-generasi-millenial-1/

Beda persepsi

Ketika menurut pikiran ‘orang kebanyakan’ semua hal tersebut layak dianggap ‘sampah’, namun justru bagi Generasi Millenial semua postingan aneh-aneh itu “menjadi sesuatu banget’ bagi mereka.

Ilustrasi anak muda Generasi Millenial lebih suka memfoto makanannya dulu daripada memakannya. (Mathias Hariyadi)

Karena itu, janganlah heran, ketika kita melongok akun-akun medsos Generasi Millenial di FB, Path, Instagram, maka semua postingan  ‘informasi sampah’ justru sering mengisi laman-laman mereka di jalur virtual.

Update status menjadi semacam keharusan bagi mereka. Tidak ada updated status, begitu kurang lebih ‘isi’ pikiran mereka, maka ‘lu enggak ada.’

Mutu content adalah urusan nomor dua, nomor tiga atau malah nomor sekian. Yang penting, utama, dan terutama adalah kesempatan bisa membuat update status.

Ilustrasi (Ist)

Lebih penting dan mendesak adalah mengisi laman-laman virtual itu dengan coretan-coretan update status. Dan itu bisa berbentuk paparan visual foto, tulisan, atau komentar atas pikiran orang lain dan bahkan juga mengumbar isi pikiran dan hati mereka sendiri.

Jadi, Generasi Millenial “Zaman Now” ini sudah menjadikan medsos sebagai ‘kamar pengakuan dosa’ untuk kemudian bercuhat ria dengan smartphone.

Kebiasaan meng-update status di medsos. (Ilustrasi/Ist)

Medsos menjadi sarana curhat. Tidak peduli apakah orang lain akan merespon atau tidak. Yang penting, kegiatan update status sudah dilakukan.

Content juga tidak penting di sini. Yang penting, orang masih bisa meng-update status, sekalipun –katakanlah– mereka mengisi konten pesan virtualnya dengan aneka ‘informasi sampah’.

Dengan meng-update status itu, maka mereka merasa diri eksis dan ‘keberadaannya’ juga diakui oleh kelompok bayanya (peer groups).

Ilustrasi (Ist)

“Tanpa update status, maka orang akan bilang bahwa ‘elu tidak ada… Lu tidak eksis’,” kata Andre Prodjo di paparan awalnya.

Mendekonstruksi Descartes

Alam pikir Generasi Millenial seperti di atas itu sama artinya mereka telah mendekonstruksi konsep rasionalisme yang menurut sejarah filsafat modern telah dibakukan oleh René Descartes.

Rene Descartes alias Cartesius, pencetus bangkit mashab rationalisme dalam sejarah filsafat modern. (Ist)

Filosof Perancis ini punya  sesanti yang telah mendunia –kata dia– “Je pense, donc je suis” yang  dalam Bahasa Latin terumuskan menjadi “Cogito, ergo sum.”

“Saya berpikir, maka saya ada” sebagaimana dirumuskan oleh Descartes atau Cartesius adalah awal kebangkitan mazhab rasionalisme dalam sejarah filsafat modern.

Descartes meyakini bahwa dengan berpikir atau mewujudkan hasil-hasil pikiran –dari tataran ide menjadi sebuah tulisan pemikiran–  maka keberadaan (eksistensi) manusia itu lalu menjadi nyata dan karenanya diakui eksistensinya.

Bagi Generasi Millenial, sesanti René Descartes mewujudnyata dalam bentuk aktivitas mengisi konten laman-laman virtual; tak peduli apakah message konten itu bermutu atau tidak.

http://www.sesawi.net/2017/12/08/bingung-hadapi-generasi-now-millennial-mulai-saja-dengan-konsep-vuca-dan-faang-2/

 

“Bahkan sekarang ini juga,  orang dengan wajah yang sama sekali tak tampan pun sudah berani tampil nampang di laman virtualnya,” kata Andre Prodjo.

“Mau apa lagi, kalau bukan mau membuktikan dirinya (masih) eksis,” jelas Andre yang sengaja membuang nama lengkapnya “Hartono” karena dirasa kurang ‘menjual’.

Itulah sebabnya, lalu muncul postingan potongan karcis bioskop, deretan sepatu kotor usai  hiking, meja berserakan dengan sisa-sisa makan usai pesta, dan seterusnya. (Berlanjut)

Ilustrasi: @WowFakta (Ist)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version