PROMOSI panggilan dalam rangka menyambut perayaan 70 tahun Karya Misi Kongregasi Suster Santo Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA) di Keuskupan Ketapang, Kalbar, tahun 2019 ini mengambil tema “Duc in Altum”.
Arti istilah ini adalah “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam” (Luk 5:4). Dari situ diambil sub-tema yakni “Mengikuti panggilan Allah dalam Keheningan” (Luk 5:1-11).
Kami berharap Promosi Panggilan ini bisa dihadiri oleh segenap tarekat religius imam, suster, bruder, dan imam diosesan yang berkarya di Keuskupan Ketapang.
Pengantar
Syukur kepada Allah yang telah menyelenggarakan semua ini dengan kekuatan-Nya yang maha dahsyat, sehingga karya misi para suster OSA dapat terlaksana, tumbuh, dan berkembang di Keuskupan Ketapang.
Ini terjadi sejak tahun 1949 hingga 2019 sekarang ini. Keberadaan Kongregasi Suster OSA di Keuskupan Ketapang kini telah genap mencapai umur lansia manusia: 70 tahun.
Saudara-saudari, pemuda dan pemudi Keuskupan Ketapang yang terkasih.
Kita patut bersyukur, kita masih dapat menikmati karya kerasulan para suster OSA hingga sekarang ini. Karya kerasulan para suster OSA itu terjadi di beberapa bidang layanan:
- Pendidikan formal persekolahan dan asrama.
- Kesehatan: poliklinik, rumah sakit.
- Pastoral.
- Katekese iman.
Kita bangga dan percaya, para suster OSA itu telah melakukan semua karya pelayanan ini dengan semangat cinta kasih Kristus yang memampukan kita bisa sungguh menjadi manusia seutuhnya berbekal iman dan ilmu yang mumpuni.
Menemukan warisan leluhur
Sahabat-sahabat muda yang terkasih.
Saat orangtua mulai lanjut umurnya, kita tahu bahwa di pundak kitalah warisan karya-karya baik itu harus senantiasa kita teruskan.
Karena itu marilah kita bersedia “bertolak lebih dalam lagi” untuk mencari dan menemukan nilai-nilai baik dari warisan leluhur yang masih tersimpan di suatu tempat, masa, suasana. Dan itu bisa berupa kebiasaan, ide/gagasan, pola kebijakan, dan lainnya yang belum sempat kita raih.
Mengapa ini perlu kita lakukan? Tiada lain agar semua yang baik sebagai warisan leluhur itu bisa menjadi milik kita seutuhnya.
Latar belakang teks
Sahabat-sahabat muda yang terkasih.
esuai dengan tema kita hari ini “Bertolaklah ke Tempat yang Lebih Dalam” atau dalam bahasa Latinnya “Duc in Altum” (Luk 5:4), maka saya ingin mengajak anda sekalian untuk terlebih dahulu menyimak teks dan konteks di mana teks perikop Injil atau seruan ini ada.
Kalau kita membaca pada Injil Lukas pasal 5:1-11, maka kita temukan sebuah kisah perjumpaan antara Yesus dengan para nelayan.
Kita tahu bahwa Yesus bukanlah anggota kelompok para nelayan. Ia datang dari daerah pedalaman atau “hulu” dalam istilah kita; dengan latarbelakang berasal dari keluarga tukang kayu.
Tetapi tampaknya Yesus cukup kenal orang-orang di pesisir pantai itu: kelompok para nelayan. Bisa jadi juga, mereka itu sudah saling pernah bertemu, saling kenal dan karenanya Yesus diterima sangat baik di situ.
Pertemuan Yesus dengan kelompok nelayan itu bisa jadi terjadi pada pagi hari. Itu karena para nelayan itu yang bernama Petrus, Yakobus, Yohanes dan yang lainnya itu biasanya lego jangkar dan menyandarkan perahunya di bibir danau, setelah semalaman pergi ke tengah danau untuk menangkap ikan di malam hari.
Usai bekerja sepanjang malam, barulah esok hari mereka “mendarat” di bibir perairan danau untuk berkemas pulang sembari membawa hasil tangkapan ikan.
Tapi, sudah semalaman bekerja keras menangkap ikan, ternyata hasilnya nihil. Sudah waktunya harus segera pulang, namun kerja semalaman ternyata tidak berhasil membawa satu ekor ikan.
Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam
Perjumpaan Yesus dengan kelompok para nelayan itu dibangun dengan latarbelakang sangat kontras.
Usai Yesus bicara berkotbah di hadapan ribuan orang dan kemudian bertemu dengan kelompok nelayan ini, maka Ia lalu menyuruh Simon (yang kemudian disebut Petrus) untuk “bertolak lebih dalam” ke perairan danau.
Pastilah, Simon bereaksi sangat bingung, heran, sekaligus ragu dan kesal. Jawaban Simon mengkonfirmasi hal itu.“Guru, kami sudah kerja sepanjang malam,” katanya.
Di danau itu tidak ada ikan yang berhasil mereka tangkap.
Bisa kita bayangkan kondisi emosional para nelayan tersebut saat itu. Setelah semalaman bergelut melawan deru ombak, angin dingin, badan basah oleh keringat karena harus menarik jaring atau pukat plus rasa capai dan menahan kantuk yang hebat, kini di tengah suasana lapar dan harus, tiba-tiba oleh Yesus disuruh berbalik melaut.
Ini sudah waktunnya harus pulang, namun tidak sukses membawa pulang ikan sehingga hari itu juga tida ada barang dagangan yang bisa dijual. Kira-kira apa yang akan terjadi? Di rumah mereka bisa didamprat isteri dan anak-anak yang sedari malam sudah berharap bisa membawa pulang hasil tangkapan ikan.
Percaya atas dasar iman
Walau demikian, rupanya Simon tetap mau mengikuti perintah Yesus, Sang Guru.
Mengapa demikian? Ini tentu bukan tindakan rasional Simon, karena dia tahu bahwa Yesus itu bukan‘nelayan, melainkan tukang kayu. Tentu ada alasan lain yang membuat Simon mau ikut perintah Yesus.
Taat atas dasar iman
Rekan kaum muda yang budiman.
Pastilaj ada alasan lain yang membuat Simon mau mengikuti perintah Guru. Itu tak lain adalah ketaatan atas dasar iman.
- Simon mau percaya dan melakukan apa yang dikatakan Yesus, lantaran dia pernah melihat sebelumnya mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus.
- Simon juga pernah melihat Yesus mengajar sebagai Guru yang cerdas dan penuh wibawa.
- Ketaatan atas dasar iman itu diungkapkan oleh Simon yang kemudian berkata demikian: “Tetapi atas perintah-Mu, aku akan menebarkan jala.”
Apa yang terjadi sesudah itu?
- Mereka sukses menangkap ikan dalam jumlah sangat banyak sampai perahu mereka hampir tenggelam.
- Ada hasil yang luar biasa karena percaya dan taat.
Petrus dan kawan-kawannya di akhir kisah ini kita ketahui, mereka segera meninggalkan segala yang mereka miliki sebagai nelayan dan melakukan tugas baru sebagai ‘penjala manusia’. (Bersambung)