DALAM Injil Markus 12: 28-34, orang-orang Saduki bertanya kepada Yesus,”Hukum manakah yang paling utama?”. Yesus menjawab,” Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Apakah artinya bahwa ”Tuhan itu esa”?
Manusia cenderung memberhalakan pikirannya sendiri. Tuhan yang kita sembah seringkali adalah Tuhan yang kita ciptakan sendiri. Kalau Tuhan itu esa, apa artinya? Tidak ada seorang pun tahu.
Jika Tuhan sudah diketahui, Tuhan yang Mahakuasa sudah tidak ada lagi. Yang ada tinggal Tuhan yang sudah dikungkung dengan pikiran manusia. Dalam hal ini, perdebatan tentang siapa Tuhan, berapa jumlahnya, dan sebagainya tidaklah relevan. Yang diperdebatkan (dan menciptakan pertikaian) sebenarnya adalah perbedaan konsep/pikiran masing-masing orang tentang Tuhan.
Renungan tentang ke-esa-an Tuhan dan berhala pikiran manusia itu mengajak kita untuk terbuka terhadap Tuhan itu sendiri lewat pengalaman konkret manusia. Tuhan ada dalam realitas hidup kita sehari-hari, asal kita mau terbuka, mau mendengarkan, dan melepas segenap pikiran-pikiran kita yang membelenggu.
Pemeriksaan batin, yang dalam istilah spiritualitas Ignatian disebut examen conscientiae merupakan salah satu sarana yang membantu manusia untuk membongkar segenap kungkungan pikiran-pikiran, dan menghantar manusia untuk mendengarkan sekaligus merasakan kehadiran Tuhan dalam hati.
Cintailah diri sendiri sebelum (bisa) mencintai sesama dan Tuhan
Dalam Injil Markus 12: 28-34 juga dikatakan bahwa orang tidak bisa mencintai Tuhan (yang tidak kelihatan), jika tidak mencintai saudara/orang-orang di sekitarnya (yang kelihatan). Nah, orang juga tidak bisa mencintai orang-orang di sekitarnya, jika dia tidak mencintai dirinya sendiri?
Yang dimaksud dengan mencintai dirinya sendiri adalah ”menerima diri sendiri apa adanya”, termasuk pengalaman-pengalaman yang menyakitkan, entah yang disadari maupun belum/tidak disadari; Jika orang belum selesai dengan penerimaan dirinya apa adanya, jangan pernah berharap ”bisa mencintai sesama” apalagi ”mengenal Tuhan”.
Kesadaran manusia terdiri dari banyak lapisan. Apa yang mendorong kita bertindak berasal dari berbagai lapisan kesadaran itu, yang tidak semuanya (bahkan sampai mati) dapat kita sadari. Manusia dibentuk oleh lingkungannya, baik orang tua, masyarakat, sekolah, lingkungan kerja, dsb. Proses pembentukan itu bisa menciptakan berbagai luka batin. Luka batin yang terakumulasi terus menerus dapat membentuk sikap / respons manusia sekarang ini.
Pemeriksaan batin yang dilakukan secara rutin, akan membantu orang untuk membongkar sumber akar permasalahan dan semakin menyadari lapis-lapis kesadaran yang sebelumnya tidak disadari.
Romo Gregorius Heliarko SJ, Magister Teknik Mekanikal alumnus Marquette University di Milwaukee, Wisconsin (AS) dan Insinyur Teknik Mesin/Konstruksi dari UGM Yogyakarta.
ingin sekali berlaNgganan bacaan Kitab Suci setiap minggu masuk ke Facebook saya tapi bagaimana caranya ya???
maju terus….terimakaish siraman rohani semoga menjadi berkat banyak orang