[media-credit name=”Istimewa” align=”alignleft” width=”150″]
MARI kita analisis keputusan Andy. Jelas bagi kita semua, keputusan Andy mengandung ketiga bagian karakter yang dijelaskan oleh Lickona. Ketiga hal itu adalah moral knowing (menilai bahwa perilaku atasannya adalah salah); moral feeling (being upset melihatbanyak gereja yang harus membayar jasa palsu dan merasa terganggu karena menjadi bagian dari bisnis kotor atasannya); dan moral action (keluar dari pekerjaannya dan sedikitnya memberitahu gereja tentang masalah tersebut).
Skema terlampir ini mengidentifikasikan komponen-komponen yang membentuk moral knowing, moral feeling, dan moral action. Komponen-komponen inilah yang diyakini oleh Thomas Lickona sebagai komponen yang seharusnya dikembangkan untuk membantu perkembangan moral siswa, demi kebaikan mereka dan demi kebaikan masyarakat di sekitar mereka.
Anak panah yang menghubungkan ketiga komponen tersebut bermaksud memberikan penekanan akan adanya hubungan di antara ketiga komponen tersebut. Ketiga komponen tersebut tidak berfungsi secara terpisah, namun melebur sedemikian sehingga saling memengaruhi.
Moral judgement atau moral knowing dapat menyebabkan munculnya moral feeling atau moral emotion, dan moral emotion ini juga dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang. Sidney Callahan dalam Lickona (1991) menekankan bahwa sebagian besar dari creative moral thinking yang dimiliki oleh seseorang muncul dari pengalaman yang memuat adanya emosi (emotionally laden experience).
Revolusi moral seperti ini diawali dengan adanya perasaan empati terhadap suatu kelompok yang tersisih (seperti: kaum budak pada zaman dahulu, kaum perempuan yang sering dianggap remeh, kaum buruh, anak-anak yang suaranya jarang didengarkan, para cacat, dan lain sebagainya). Karena hubungannya digambarkan timbal balik, maka bagaimana seseorang berperilaku juga memberi pengaruh pada cara berpikirnya. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas tiap-tiap komponen sebagai berikut:
“Moral knowing”
Ada banyak bentuk dari moral knowing yang diperlukan untuk menggambarkan bagaimana seseorang menghadapi tantangan moral dalam kehidupannya. Enam hal berikut ini merupakan komponen yang sering muncul dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Lickona, 1991).
1. Moral awareness
Kegagalan moral biasanya dilakukan tanpa disadari oleh orang-orang dari segala lapisan usia yang dapat disebut sebagai kebutaan moral (moral blindness), hal ini disebabkan karena kita seringkali tidak dapat melihat atau tidak menyadari bahwa situasi yang kita hadapi melibatkan moral issue dan dapat menimbulkan moral judgement. Jika hal ini terjadi, maka orang tersebut dikatakan tidak memiliki moral awareness.
Yang perlu diketahui oleh generasi muda sebagai tanggung jawab moral mereka yang pertama adalah menggunakan kecerdasan mereka untuk melihat kapan situasi menuntut moral judgement mereka dan kemudian memikirkan dengan saksama tentang tindakan apa yang sebaiknya dilakukan.
Seringkali, dalam membuat moral judgement kita tidak dapat memutuskan dengan tepat sampai kita tahu mana yang benar. Misalnya, kita tentu saja tidak dapat memberikan moral judgement tentang kebijakan Departemen Luar Negeri, jika kita tidak mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di dunia internasional.
Knowing moral values
Adanya nilai-nilai moral misalnya menghargai kehidupan dan kebebasan, tanggung jawab terhadap orang lain, jujur (honesty), adil (fairness), toleransi (tolerance), sopan santun (courtesy), disiplin terhadap diri sendiri (self-discipline), ketulusan hati (integrity), kebaikan (kindness), compassion, dan keberanian (courage), menunjukkan tersedianya banyak cara untuk menjadi orang yang baik.
Mengetahui suatu nilai juga berarti mengerti bagaimana menerapkannya dalam bermacam-macam situasi. Apa artinya tanggung jawab, jika kita masih melihat seseorang merusak barang milik sekolah termasuk mencorat-coret meja di dalam kelas atau melihat seseorang mengambil barang yang bukan miliknya?
Apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh kata ‘menghargai’ ketika masih ada seorang guru yang mempermalukan siswanya dengan memotong rambut mereka secara sembarangan sehingga malah membuat kacau penampilan mereka dan membuat mereka tidak percaya diri?
Sebelum kita membantu generasi muda menterjemahkan arti kata ‘menghargai’ dan ‘tanggung jawab’ yang abstrak tersebut ke dalam perilaku yang konkrit, sebaiknya kita memahami dulu arti kata tersebut untuk diri kita sendiri. Jangan sampai kita menjadi seseorang yang hanya bisa menuntut orang melakukan ini dan itu, namun tidak dapat menerapkannya pada diri sendiri.
Perspective-taking
Perspective-taking merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain, melihat situasi seperti yang mereka lihat, membayangkan bagaimana orang lain mungkin berpikir-bertindak-merasakan. Hal ini merupakan prasyarat untuk moral judgement. Kita tidak dapat menghargai orang dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan mereka jika kita tidak memahami mereka.
Dalam hal ini, kita tidak dapat menghargai siswa jika kita tidak memahami mereka demikian pula sebaliknya. Tujuan dasar dari pendidikan moral di sekolah adalah membantu siswa memandang dunia dari sudut pandang orang lain, terutama dari sudut pandang orang yang berbeda dengan mereka.
Moral reasoning
Yang ini berarti memahami apa yang dimaksud dengan ‘bermoral’ dan mengapa kita harus menjadi ‘bermoral’. Mengapa penting kita harus bisa menepati janji? Mengapa harus mengusahakan yang terbaik untuk setiap (pekerjaan yang kita lakukan? Mengapa kita harus berbagi dengan orang lain? (Bersambung)
Ancilla Martuti Kuntoro, sarjana Pendidikan MIPA dan master bidang Sains Pendidikan lulusan Universitas Indonesia (2007) yang senang mengajar dan kini menjabat direktur research and development di sebuah sekolah di Serpong, Tangerang Selatan.