Home BERITA Memperlakukan Bibik Layaknya Anggota Keluarga Sendiri

Memperlakukan Bibik Layaknya Anggota Keluarga Sendiri

0
Ilustrasi - Asisten Rumahtangga

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Selasa, 29 Maret 2022.

 Tema: Hati yang Berbelaskasih.

Bacaan

  • Yeh. 47: 1-9, 12.f
  • Yoh. 5: 1-6.

SEORANG wanita berkerudung terlihat sedang mengepel.

“Nyonya ada?”

“Ada pak. Sebentar Pak. Saya bilang ke nyonya. Bapak namanya siapa?”

“Romo.”

Sesaat kemudian, Mbak itu berkata, “Masuk saja Pak Romo. Ditunggu ibu di ruang keluarga.”

“Lagi apa Ma?”

“Baru selesai makan siang. Romo sudah makan.”

“Sudah. Gimana kabar kesehatannya?”

“Semakin baik Romo. Saya senang, karena mendapat mbak baru.”

“Bagaimana dia bisa bekerja di sini?”

“Anak saya yang di Jawa, Romo. Kebetulan dia punya bibik yang sangat setia dan baik. Mbak-nya ini keponakannya baru berumur 25 tahun.

Tiba-tiba nyonya itu berkata, “Mbak sini. Duduk dekat sini. Besok lain kali, kalau Romo datang suruh masuk aja. Ini Romo saya di gereja. Romo selalu mengunjungi umatnya yang tua-tua dan sakit.

Ini Romo, mbaknya berasal dari Yogja. Bibiknya kerja di anak saya. Saya menganggap dia sebagai anak saya. Sangat merawat keluarga anak saya. Ia juga tinggal di sini. Saya percaya, karena bibik mbaknya ini setia dan baik sekali. Saya juga melihat mbaknya juga telaten.”

“Berapa umurnya Mbak?”

“25 tahun Pak Romo.”

“Sudah berkeluarga?”

“Sudah Pak Romo. Anak satu. Tinggal bersama neneknya.”

“Kok ditinggal?”

“Cari kerja Pak Romo untuk anak saya. Kebetulan bibik menawari saya bekerja di rumah ini. Di sini saya bekerja tenang, nyaman. Nyonya sangat baik.”

“Baiknya gimana?”

“Ah, enggak juga Romo”, sahut si ibu. “Saya kan sudah tua Romo. Anak-anak sudah pada berkeluarga dan sukses. Sementara cucu-cucu juga sudah dewasa.

Saya tidak mau tinggal dengan anak, walaupun mereka memaksa. Saya tidak bisa meninggalkan rumah ini. Saya selalu ingat almarhum suami. Barang-barang yang masih saya kenang.

Saya bilang sama mbaknya. Mbak bekerja dengan baik ya. Saya sudah tua; saya mau tenang, kalau anakmu mau dibawa sini, tidak apa-apa. Sekolah kan di sini. Nanti saya biayai. Gajimu masuk dalam tabungan. Keseharianmu saya tanggung, makan, minum peralatan mandi dan sebagainya.

Nanti baju-baju ambil saja di lemari yang sudah disediakan untuk kamu. Walaupun bekas dari anak-anak saya. Kalau mau, pakai saja dan masih bagus. Ada yang dari luar negeri.”

“Betul ya Mbak?”

“Iya Pak Romo.  Sangat betul. Saya merasa di rumah sendiri. Saya anggap nyonya kayak mak di kampung.”

“Suamimu kerja apa?”

“Sudah pisah Rak Romo. Ia kawin lagi dan tidak mau membiayai anak. Jadi saya harus bekerja untuk membesarkan anak. Untung nyonya mengerti keadaan saya. Nyonya memberi harapan untuk masa depan kami. Permisi, Nyonya dan Pak Romo, saya mau kerja lagi di belakang,” katanya singkat.

Hebat. Sebuah kesaksian yang mengagumkan. Sebuah wujud pengalaman iman yang sungguh luar biasa.

“Kenapa bisa begini Ma?”

Tiba-tiba matanya berlinang.

“Romo, hidup mbaknya itu hampir sama dengan saya. Hidup saya juga mulai dari nol, Romo. Saya tidak sekolah tinggi-tinggi. Saya mendapat suami yang kedua ini sangat luar biasa. Beda umur sekitar 30 tahun. Tak pernah kami melupakan Tuhan.

Kami sangat diberkati. Yang kami punya lebih dari cukup. Semua anak-anak sudah diberi rumah masing-masing. Juga modal hidup yang lebih dari cukup. Seandainya tidak bisa mereka kembangkan, tetapi bisa mengatur ekonomi, mereka masih dapat hidup dengan baik. Anak-anak pun bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi di luar negeri.

Suatu saat, suami sakit dan ia berkata, ‘Jangan khawatir tentang hidupmu. Anak-anak sudah berkeluarga semua. Kita sudah memberi mereka bekal hidup yang lebih dari cukup. Seandainya Papa duluan pergi, jangan sedih. Jangan menangis. Kita akan berjumpa lagi. Tetapi Mama jangan lupa, bagaimana keadaan kita pada awalnya. Bagaimana Tuhan menolong kita lewat orang-orang lain.’”

Ketika Yesus melihat seorang yang sudah 38 tahun sakit berkata, “Maukah engkau sembuh?”

Jawab orang sakit itu kepada-Nya: Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.” ay 6-7.

Tuhan, tatapan-Mu menyembuhkan. Pandanglah keluargaku. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version