Home BERITA Menabur Kasih dalam Penolakan

Menabur Kasih dalam Penolakan

0
Kasih

Senin, 24 Maret 2025

2Raj. 5:1-15a.
Mzm. 42:2,3; Mzm. 43:3,4;
Luk. 4:24-30

DALAM perjalanan hidup, kita sering menghadapi penolakan, ketidakadilan, bahkan kemarahan dari orang-orang di sekitar kita.

Terkadang, kita merasa perlu membalas dengan kemarahan yang sama atau mempertahankan diri dengan cara yang keras.

Namun, Yesus menunjukkan sikap yang berbeda. Ketika menghadapi penolakan dan ancaman, Ia tidak membalas dengan kekerasan, melainkan memilih untuk pergi dan melanjutkan karya-Nya di tempat lain.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian, “Mendengar itu, sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Yesus berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.”

Di dalam perikop Injil yang baru saja kita dengarkan bersama ini, kita mendengar bahwa orang-orang sekampung dengan Yesus menolak dan tidak mengakui-Nya sebagai seorang yang diutus oleh Tuhan dikarenakan adanya kecemburuan atau keiri-hatian di dalam hati mereka.

Yesus mengajarkan bahwa tidak semua perlawanan harus dijawab dengan perlawanan. Tidak semua kebencian harus dibalas dengan kebencian.

Ia memahami bahwa jika sebuah konflik sudah tidak lagi didasarkan pada akal sehat, maka berdiam diri atau menjauh bisa menjadi pilihan yang lebih bijak. Bukan karena takut atau menyerah, tetapi karena kasih jauh lebih berharga daripada menang dalam perdebatan yang sia-sia.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin menghadapi situasi serupa, dipinggirkan, disalahpahami, atau bahkan ditolak.

Namun, kita dipanggil untuk tetap menabur kasih. Jika kita tidak diterima di satu tempat, bukan berarti misi kita berakhir. Justru itu menjadi kesempatan untuk mencari tempat lain di mana kasih Tuhan dapat terus bertumbuh dan berkembang.

Yesus memberi teladan bahwa dalam menghadapi konflik, kita perlu memiliki kebijaksanaan dan kerendahan hati.

Kita tidak perlu memaksakan diri diterima oleh semua orang, tetapi tetap harus setia dalam menebarkan kasih dan kebaikan di mana pun kita berada.

Karena di setiap tempat, selalu ada hati yang siap menerima dan tanah yang subur untuk menumbuhkan benih kasih Tuhan.

Bagaimana dengan diriku?

Apa yang aku butuhkan untuk bisa menerima orang lain apa adanya dan mengapresiasi kelebihan dan keunggulan yang ada dalam diri mereka?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version