Home BERITA Mendengarkan

Mendengarkan

0
Ilustrasi: Lonceng gereja. (Ist)

Renungan Harian
Minggu, 13 Maret 2022
Minggu Pra Paskah II

  • Bacaan I: Kej. 15: 5-12. 17-18.
  • Bacaan II: Flp. 3: 17-4: 1.
  • Injil: Luk. 9: 28b-36

“BADHE tindak pundi Mbah? (Mau pergi ke mana mbah)?” sapaku suatu sore.

Haiyo neng mushola ta, mosok arep kondangan. (Ya mau ke mushola, masak mau ke kondangan),” jawabnya.

Mbah, mampir dulu kan belum adzan, mengapa terburu-buru? Emang Mbah kakung mau nyapu mushola?” lanjutku

Le, le, orang mau ke mushola kok nunggu adzan. Kalau niatnya mau sembahyang ke mushola kalau sudah saat berangkat ya berangkat saja tidak usah menunggu adzan.

Adzan itu adalah sapaan, ajakan untuk sholat. Jadi, itu tanda untuk mengingatkan semua Jemaah kalau sekarang waktunya untuk meninggalkan kegiatan dulu dan menjalankan sholat.

Jadi apakah ada adzan atau tidak ya kalau sudah waktunya sholat ya sholat. Apa iya orang gak sholat gara-gara tidak mendengar adzan.

Wah le, keliru besar kalau orang sholat itu menunggu adzan. Panggilan sholat itu harus muncul dari dalam diri sendiri.

Sama seperti kamu, kalau mau ke gereja jangan nunggu loncengnya bunyi. Itu baru lonceng pertama jadi baru siap-siap mandi, nanti nunggu lonceng kedua baru berangkat. Ppada waktu itu di gereja kami lonceng dibunyikan dua kali, lonceng pertama 30 menit sebelum misa dan lonceng kedua lima menit sebelum misa).

Loncengnya itu harus dari dalam hatimu. Nah, sering loncengnya sudah “klang kleng“, tetapi kamu tidak dengar karena kamu sibuk dengan yang lain.
 
Jadi ya le, apa yang penting itu kamu belajar mendengarkan suara dari dalam dirimu. Suara-suara dari luar dirimu itu hanyalah sarana membantu untuk mengingatkan, jangan dijadikan yang pokok.

Karena nanti kamu sibuk meributkan yang diluar itu, meributkan yang tidak pokok itu, sementara suara dari dalam dirimu tidak kamu dengar.

Kamu meributkan yang di luar sehingga dalam dirimu jadi ikut ribut penuh sesak sehingga suara-suara panggilan, penuntun dan pengingat yang selalu ada tidak kamu dengar.

“Suwe ning suwe” (lama kelamaan) kamu jadi budheg. Jadi, budheg bukan karena tidak punya alat pendengaran tetapi budheg karena kamu membuat dirimu menjadi budheg.

Dirimu terlalu bising dengan banyak hal. Kalau dirimu seperti pasar hewan yang berisik suara sekeras apapun tidak akan kamu dengar. Itu yang simbah maksud budheg. Sudah-sudah simbah mau sholat dulu kok “malah dadi ngecuprus” (jadi banyak bicara),” simbah menerangkan.
 
“Wah matur sembah nuwun (terimakasih dan hormat) Mbah untuk nasihatnya, doakan saya agar saya tidak menjadi budheg,” kataku dalam hati.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version