Selasa, 18 Juni 2024
1Raj 21:17-29;
Mzm 51:3-4.5-6a.11.16;
Mat 5:43-48.
MENGASIHI dan memberi perhatian kepada orang yang baik kepada kita itu sangat mudah. Namun mengasihi orang yang membuat hidup kita menderita itu perlu perjuangan yang tidak mudah.
“Saya baru bisa lepas dari rasa disakiti ketika aku bisa mengampuni dan kemudian mengasihi suamiku,” kata seorang ibu.
“Saya tahu dia sudah menyesal dengan apa yang dia lakukan, namun setiap kali mengingat pengkhianatannya hatiku terasa sakit dan timbul rasa kesal, marah dan ingin meninggalkannya. Saya sudah berdamai dan hidup bersamanya, namun rasa kecewa tetap menemaniku setiap hari. Hilang rasa percaya diriku padanya dan setiap kali dia jauh dariku aku selalu curiga.
Kondisi seperti ini tidak bisa saya jalani terus. Aku sakit dan akan selalu sakit, tanpa keberanian untuk mengasihi suamiku dengan penuh.
Suatu hari saya ikut ekaristi harian, dan saya mendengar sabda Tuhan demikian: Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Mendengar sabda Tuhan ini, airmataku tak tertahan. Aku menangis tak henti. Sabda Tuhan ini seakan menghujam hatiku. Aku yang selama ini merasa terluka, sebenarnya telah memelihara luka karena aku tidak mau mengampuni dan mengasihi suamiku.
Aku menuntut dia menjadi orang seperti dulu pertama kali aku kenal, yang baik, jujur dan hanya mencintaiku. Bukan lelaki yang penuh noda seperti saat ini. Harapanku itu menjadi sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi oleh suamiku.
Saat itulah, aku sadari bahwa aku telah lama menyiksanya dengan sikap tanpa kasih padanya,” demikian syering ibu itu.
Tuhan Yesus Kristus mengajarkan bahwa setiap pengikut-Nya harus mampu mengasihi musuhnya.
Mengasihi musuh yang dimaksud Yesus dalam pengajaran-Nya adalah tidak membalaskan segala perbuatannya yang jahat. Dengan tidak membalaskan segala perbuatan yang jahatlah, maka mata rantai permusuhan dapat diputus.
Jika seseorang yang disakiti, kemudian ia membalaskan rasa sakit itu lagi, maka permusuhan akan terus terjadi tanpa ada penyelesaiannya.
Permusuhan hanya dapat diatasi jika ada pihak yang terus berupaya tidak membalaskan apa pun yang dialami, dan Yesus mengkehendaki itu agar dilakukan oleh para murid-Nya.
Yesus mengajarkan agar para murid-Nya dapat berbuat baik kepada orang yang membencinya. Karena hanya dengan demikianlah, kejahatan, permusuhan itu dapat diakhiri.
Mampukah kita mengasihi orang yang sering menyakiti hati kita, orang yang sering melukai perasaan kita, orang yang terus menerus memfitnah kita dan berkata yang tidak baik terhadap kita?
Jawabnya: Mampu, karena Kristus memampukan kita. Mampu, karena Kristus lebih tahu siapa kita. Mampu, karena kasih Kristus itu lebih besar dari semua luka, sakit hati, dan kesedihan yang kita rasakan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau mengasihi orang yang telah menyakitiku?