Kamis, 4 Agustus 2022
- Yer. 31:31-34.
- Mzm. 51:12-13,14-15,18-19.
- Mat. 16:13-23.
PEPATAH bilang, lidah tak bertulang. Betapa sering dusta diucapkan melalui organ yang satu ini.
Tidak terhitung lagi betapa banyak kita ingkar terhadap ucapan lidah sendiri.
Kejujuran berkaitan erat dengan kemampuan untuk menggunakan lidah dalam mengatakan sesuatu yang benar.
Benar dalam arti apa yang diungkapkan sesuai dengan kenyataan atau apa yang ada dalam kenyataan itulah yang diungkapkan melalui pernyataan.
Kejujuran merupakan suatu kebajikan yang tercermin dari dalam diri, karena itu tidaklah pantas kalau orang kemudian jujur supaya ia dipuji.
“Kita mudah mencari pegawai yang memiliki pendidikan tinggi, berpengalaman, dan lulusan perguruan tinggi terkenal. Namun untuk mendapatkan pegawai yang jujur, tulus, dan dapat dipercaya tidaklah mudah,” kata seorang bapak.
“Pribadi yang seperti itu langka,” lanjutnya.
“Saya bersyukur bahwa dalam hidup ini, saya boleh bertemu dan belajar dari pribadi yang langka itu dalam diri bapakmu,” kata bapak itu kepada dua orang muda yang duduk di hadapannya.
“Bapakmu adalah pegawai yang jujur dan tulus dalam melaksanakan pekerjaan dan selalu bekerja dengan menggunakan hati nuraninya,” ujarnya.
“Bapakmu selalu mengutamakan keunggulan moral dan budi,” katanya.
“Saya tahu banyak orang yang mencoba menyingkirkan bapakmu, dari posisinya tetapi bapakmu tidak pernah tergusur,” lanjutnya lagi.
“Karena bapakmu selalu berjalan dalam.jalan yang benar,” tegasnya.
“Banyak orang yang mengatakan bodoh ketika bapakmu menolak pemberian berupa uang suap, tetapi justru sebaliknya tindakan menolak suap telah membuat bapakmu semakin kuat, semakin terhormat, dan semakin bermartabat,” ujarnya.
“Pekerjaan itu sebuah kepercayaan untuk melayani dengan tulus dan jujur, bukan untuk mencari keuntungan diri sendiri,” kata bapakmu suatu ketika kepadaku.
“Tidak ada yang bisa merubah keyakinan kita, kecuali kita ingin berubah untuk kehidupan yang lebih bahagia,” tegasnya waktu itu.
“Bapakmu telah memberikan pondasi yang kuat dalam karyanya, pengabdiannya yakni dalam ketulusan dan kejujuran,” paparnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.
“Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.”
Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Petrus adalah pribadi yang jujur, dia menyampaikan kepada Yesus apa yang dia mengerti dan dia inginkan serta harapkan.
Petrus adalah salah satu murid yang bergaul akrab dengan Yesus.
Dalam kesehariannya, ia telah menyaksikan semua yang diperbuat Yesus, apa yang dikatakan dan yang diajarkan-Nya, sehingga ia dapat mengenal Yesus dengan tepat.
Dari pengalamannya Petrus mengetahui hanya seorang Mesias Anak Allah bisa melakukan banyak mukjizat dan tanda heran seperti yang dilakukan oleh Yesus.
Maka ketika Yesus bertanya,”Siapakah aku ini?,” Petrus satu-satunya murid yang menjawab, Engkaulah Mesias Anak Allah.
Mesias artinya Raja yang diurapi dan Dia adalah Anak Allah yang hidup.
Namun ketika Yesus bicara tentang penderitaan, Petrus dengan spontan ingin mencegahnya.
Karena menurut Petrus, Tuhan Yesus dengan kuasa yang Dia miliki bisa melakukan tindakan yang lain untuk mencegah penderitaan itu.
Di sinilah pikiran Petrus diluruskan Yesus. Supaya Petrus tidak hanya memikirkan apa yang dipikirkan oleh manusia melainkan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku selama ini memikirkan apa yang dikehendaki Allah dalam hidupku?