Mendengar keluhan dari pasutri ini saya termangu dalam arus pikiranku sendiri, dan asyik merenungkan alur pikiran mereka.
Saya berani mengatakan bahwa harapan dan keinginan sang isteri itu masih pada tempatnya karena ia utarakan kepada suami tercinta. Namun seperti pepatah mengatakan, “Mendung tidak berarti hujan, dalam laut bisa diukur tetapi dalam hati siapa yang tahu” keterus terangan untuk mengatakan isi hati itu sangat penting.
Adalah gampang menebak isi kue bolu yakni coklat, kacang ijo dst, tetapi alangkah sulit menebak isi hati manusia.
Memang adalah suatu tuntutan dan harapan bahwa setiap pasangan harus mengerti isi hati pasangannya kendatipun tidak terucap kata namun ingatlah bahwa ketika anda mengatakan sesuatu dengan tulus, yang terlontar bukan hanya seindah kata, namun mewakili dirimu seutuhnya menyapa dia yang kamu sayangi.
Kadang memang benar “diam” itu emas, tetapi emas itu pun perlu dilukiskan sehingga “nilai” emas itu kita tahu bersama.
Saudara-saudari terkasih dan teman-teman sekalian, keterbukaan mengatakan sesuatu itu penting dan bukan mengandalkan pengandaian saja. Ketika anda mau mengatakan sesuatu hal itu bukan terutama demi kepuasan anda karena telah mengatakan sesuatu tetapi karena ada “dia” yang setia mendengarkan dan membalasnya dengan penuh kesabaran. Itulah yang kita sebut dialog dalam kasih.
Yesus sendiri tahu sebenarnya apa keinginan si sakit, mengerti apa harapan dan keinginan mereka, tetapi Yesus kerap bertanya, Anakku, apa yang ingin Aku perbuat bagimu? Maka aku beri sapaan baru untuk kita, “Akhirnya saya senang karena engkau mengerti perasaanku dan memahami pikiranku setelah kita bersua dan berbicara dari hati ke hati.”