Home LUMBUNG GAGASAN Menjadi Peka, Bukan ‘Pekok’ (3)

Menjadi Peka, Bukan ‘Pekok’ (3)

1

Kepekaan tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga harus dibangun juga kepekaan dengan hewan maupun lingkungan. “If you can read the sign, the sign is every where”. Tanda itu ada di mana-mana dan kita seharusnya membacanya. Di Jawa  orang-orang dilarang memotong daun pupus paling muda yang berwarna indah dari pohon pisang, bukan karena alasan mistis atau pemali. Namun jika dilakukan, maka pohon-pohon pisang itu pun akan mati dan ini berakibat fatal.

Di Lamalera, pulau Lembata (Flores), ada tradisi unik  berburu ikan paus. Dalam perburuan itu para nelayan tidak diperkenankan membabi buta membunuh ikan paus, melainkan dibatasi satu atau dua  ekor saja. Atas kepedulian itu pula, oleh undang-undang ditetapkan ada binatang-binatang yang dilindungi, karena populasi mereka semakin langka.

Komodo di pulau Rinca dan Pulau Komodo, Badak di Ujung Kulon dan  Tarsius di Sulawesi Utara adalah beberapa contoh betapa peduli dan peka manusia terhadap binatang yang jika tidak dilindungi akan segera punah.

Para pendongeng kisah dunia, seperti: H.C. Andersen lahir di Odense, Denmark (1805 – 187) dengan dongengnya: Bunga Snowdrop yang Beruntung, Sebuah Keluarga yang Bahagia.  Charles Perrault, lahir di Paris – Prancis ( 1628 – 1703)  dengan dongengnya: Cinderella,  Sleeping Beauty, Tujuh Istri si Janggut Biru  dan Grimm Bersaudara  (Jacob Grimm: 1785  – 1863 dan Willem Grimm: 1786 – 1859)  dengan dongengnya: Rubah dan Angsa, Tiga Anak yang  Beruntung, hendak mengajak kita  supaya melalui  fairy tales tersebut, kita memiliki semangat dan kepekaan dalam berelasi dengan orang lain. Jangan sampai ketidakpekaan itu makin menjadi hingga akhirnya ‘pekok’ (jawa, red : tuli sekaligus bisu)

Sementara menulis artikel ini,  tetangga sebelah sementara dilanda  sakit. Tetapi entah karena apa, kesukaanku untuk  mendengarkan  musik keras-keras tidak terkendali. Akhirnya kudengarkan group band asal Liverpool yakni The Beatles.  Lagu yang berjudul, “Yesterday” memekakkan telinga.

Kemudian salah seorang dari tetangga itu datang kepada saya sambil menyodorkan sebuah kertas memo dengan  kutipan, “kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.” (Luk 7: 32 b). Dalam hati saya berkata, “Nyindir nie ye!!!”

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version