Selasa 26 September 2023.
- Ezr. 6:7-8,12b,14-20.
- Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5.
- Luk. 8:19-21
KATA “saudara” berasal dari bahasa Sansekerta. Arti harfiahnya ”satu perut”.
Saudara berarti bukan musuh. Saudara juga berarti antara kita dengan orang tersebut mengalir darah yang sama.
Aneh rasanya jika kita saling bertikai dengan saudara sendiri.
Saudara berarti pula kita menginginkan yang terbaik bagi orang tersebut.
Teguran merupakan salah satu cara untuk memberikan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi.
Bersaudara itu tidak saling menjatuhkan, juga tidak saling mengungkit kesalahan pihak lain.
Hidup saling mengasihi perlu diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Hendaklah kita menjadi saudara bagi semua orang.
Bersaudara artinya bersedia untuk saling menolong, saling memberi perhatian, dan tidak lagi menjadikan keuntungan pribadi sebagai tujuan hidup.
Bersaudara juga berarti saling mengingatkan ketika ada yang keliru atau berbuat salah, serta saling memuji atau memberi apresiasi ketika ada yang meraih keberhasilan.
Hingga nilai bukan lagi karena hubungan darah namun karena satu mimpi dan satu nilai dan satu harapan.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian juga.
“Orang memberitahukan kepada-Nya: ‘Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.’
Tetapi Ia menjawab mereka: ”Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”
Yesus membawa suatu paradigma baru dalam suatu relasi, bahwa yang menjadi keluarga kita itu tidak lagi dihitung oleh hubungan darah, tetapi lebih luas: Siapa saja yang melakukan kehendak Allah dan melakukan kebaikan dalam hidupnya adalah saudara-saudari Yesus.
Bagi Yesus ikatan keluarga tidak didasarkan pada hubungan darah. Tetapi didasarkan pada ketaatan untuk mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah.
Tuhan Yesus mengingatkan pada kita untuk menjadikan sabda Tuhan sebagai pusat hidup kita.
Untuk menjadi ibu dan saudara-saudara Yesus kita harus belajar untuk berani berkurban dengan menjadi pendengar yang bijaksana dan mampu melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sudah menjadi saudara Yesus yang sejati?