Senin, 13 Januari 2025
Ibr 1:1-6
Mzm 97:1.2b.6.7c.8
Mrk 1:14-20
DALAM kehidupan, ada saat-saat di mana kita dihadapkan pada keputusan besar yang menuntut respon iman.
Momentum-momentum itu sering kali datang secara tiba-tiba, melampaui rencana dan kenyamanan kita, tetapi di baliknya tersimpan panggilan Tuhan yang penuh makna.
Seringkali Tuhan berbicara kepada kita dengan cara-Nya yang unik, melalui firman, doa, peristiwa hidup, atau bahkan melalui orang-orang di sekitar kita.
Untuk mampu menangkap dan mendengar suara Tuhan membutuhkan hati yang peka, yang tidak terjebak dalam kebisingan dunia atau keinginan pribadi.
Ketika kita melatih kepekaan hati, kita akan semakin mampu mengenali bahwa panggilan Tuhan seringkali mengarahkan kita untuk keluar dari rencana kita demi rencana-Nya yang lebih besar.
Para murid menerima panggilan mereka dan dengan sigap mereka menjawab panggilan itu. Mereka berani meninggalkan segalanya, dan mengikuti Yesus
Para murid menunjukkan bahwa iman menuntut keberanian untuk melepaskan segala sesuatu yang membuat merasa merasa aman.
Zona nyaman sering kali menjadi penghalang bagi pertumbuhan rohani kita. Namun, ketika kita berserah pada kehendak Tuhan, kita menemukan bahwa hidup bersama-Nya adalah sebuah petualangan yang penuh damai dan sukacita, meskipun jalannya tidak selalu mulus.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Yesus berkata kepada mereka: Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”
Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.”
Mari, ikutlah Aku” adalah undangan yang mengubah arah hidup. Panggilan Yesus tidak datang dengan jaminan kenyamanan, melainkan dengan tujuan ilahi yang jauh lebih besar daripada cita-cita pribadi.
Para nelayan ini dipanggil untuk meninggalkan pekerjaan mereka yang sehari-hari dan mengikuti Pribadi yang belum sepenuhnya mereka kenal, namun dalam hati mereka, mereka tahu bahwa panggilan itu berasal dari Allah.
Tuhan juga memanggil kita hari ini, dengan berbagai cara. Panggilan-Nya mungkin tidak selalu spektakuler, tetapi pasti personal dan bermakna.
Pertanyaannya adalah, apakah kita mendengarkan panggilan-Nya dan siap meninggalkan apa yang menjadi “jala” kita, hal-hal yang mungkin menahan kita dari mengikuti Yesus sepenuh hati?
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku menanggapi panggilan Tuhan dengan sepenuh hati?