BIASANYA orang suka menyembunyikan perbuatan jahat dan cenderung memamerkan perbuatan baik. Tetapi Yesus mengajarkan supaya orang menyimpan perbuatan baik.
Tentang hal itu, Injil Matius edisi bahasa Indonesia berbunyi, “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di surga.” (Mat 6: 1).
Ajaran ini melampaui soal agama, karena menyangkut perbuatan baik, benar, lurus, dan adil (righteous deeds).
Konteksnya memang tentang memberi sedekah (Mat 6: 3), berdoa (Mat 6: 5), dan berpuasa (Mat 6: 16). Ketika melakukan hal-hal itu, hendaknya orang tidak pamer.
Biarlah Tuhan saja yang mengetahuinya dan memberikan balasannya (Mat 6: 4. 6.18).
Mengapa demikian?
Sebab pujian dari manusia itu seperti uap. Sebentar saja hilang. Sedang balasan dari Tuhan bersifat abadi.
Orang-orang yang melakukan perbuatan baik, benar, adil, dan jujur hanya dalam rangka mencari pujian manusia mendasarkan tindakan itu pada sumber yang tidak bisa menjadi akar kebenaran.
Sumber, asal, dan akar dari kebenaran adalah Tuhan. Jadi, mereka yang mau tulus berbuat baik dan benar mesti mengambil sumbernya dari Tuhan serta mempersembahkannya kepada Tuhan pula.
Itulah motivasi dan tujuan tertinggi tindakan manusia.
Karena menyadari bahwa semua berasal dari Tuhan dan mesti berakhir pada Tuhan, manusia tidak berhak membajak hak itu untuk mendapat pujian bagi diri sendiri.
Kesimpulannya, orang itu tidak perlu memamerkan kebaikannya.
Orang diajak untuk menyimpan perbuatan baik.
Rabu, 15 Juni 2022