![gerakan peduli sampah di paroki andreas 2](https://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2016/05/gerakan-peduli-sampah-di-paroki-andreas-2-e1463571078192.jpg)
BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Sabtu, 11 Desember 202.
Tema: Pribadi yang peka.
Bacaan
- Sir. 48; 1-4, 9-11.
- Mat. 17; 10-13.
SENSITIF. Citra rasa emosi yang baik. Sensitifitas bisa muncul dari hati yang lembut. Gerak awal kebaikan.
Ia tak sekedar rasa perasaan. Tidak juga terbatas pada apa yang yang disukai atau yang diinginkan. Jika demikian, sensitifitas berubah menjadi sensitif. Negatif.
Sensitifitas adalah kepekaan terhadap sesuatu di luar dirinya. Bisa terkait dengan pribadi lain. Atau keadaan yang diidealkan.
Sensitifitas adalah kemampuan merasa, melihat dan bertindak segera. Spontan dan saat itu juga. Ia merasa ada sesuatu yang tidak pas. Ada sesuatu yang kurang baik.
Ada gerak hati melakukan yang baik dan adil. Tidak sebaliknya.
Sensitifitas menjadi daya baik, bila disertai kesadaran. Sebuah proses penyadaran diri yang disempurnakan dengan kebeningan hati. Sensitifitas, kesadaran dan kebeningan hati membuahkan kehidupan.
Beberapa kali, saya melihat seorang umat yang tiba-tiba membungkuk; mengambil gelas plastik kosong dan dibuang ke tong sampah.
Sebelum rapat, ia selalu hadir lebih duluan. Ia hanya seorang aktivis yang sederhana.
Nama dan perannya tidak mencuat. Ia hadir dalam setiap persiapan kegiatan dan siap membantu.
Ada saja yang dikerjakan agar kegiatan menjadi lebih nyaman. Posisi meja dan kursi cukup baik ditata. Selalu menghiasi ruangan dengan beberapa pot yang ada di paroki. Dan membereskannya.
Seorang yang sederhana. Siap membantu sampai tuntas. Pribadinya kalem dan mengusahakan yang terbaik.
Tidak merepotkan. Tidak melibatkan diri dalam pembicaraan yang tidak perlu. Tidak pula pro pada kelompok-kelompok tertentu.
Ia bahagia bisa melayani hal-hal yang kecil di dalam paroki.
“Apa kabar Om?” awal kataku saat berkunjung ke rumahnya.
“Aduh Romo. Buat kejutan. Terimakasih atas kunjungannya. Silahkan masuk.”
Ia langsung memanggil isteri dan anak-anaknya.
Begitu saya duduk, si ibu berkata, “Romo, pingin minum apa? Kopi, teh atau apa? Yang hangat juga ada lo.”
“Apa itu?”
Ada uwuk. Tapi wine juga ada.”
“Uwuk aja kalau boleh.”
Selang berapa menit anaknya yang pertama, puteri, menyela. “Mo, ini ada ager-ager. Lagi belajar. Sedikit pakai gula. Rasain ya. Ada tuh satu loyang lagi yang rasa santen. Nanti dibawa ya.”
Adiknya yang laki-laki SMP berkata, “Mo sini dulu ta. Saya sedang pelihara ikan cupang. Bagus warnanya. Sebagian sudah saya jual. Pilih Mo, mana yang suka.”
“Kamu hobi ta?”
“Nggak juga Mo. Mengisi waktu. Saya hanya tertarik dengan warnanya. Bagus hasil silangan. Belajar dari buku.”
“”Wow hebat kamu. Bisa mengembangkan dan menghasilkan sesuatu.”
“Iya. Tapi curang. Uangnya nggak tahu ke mana. Padahal modal dan lain-lain dari uang dapur.
“Ih Mami buka rahasia. Cie cie pernah minta.”
Pembicaraan terasa sederhana. Ada kedekatan dan kehangatan antara orangtua dan anak.
Tiba-tiba si puteri berkata, “Mo, ini kunjungan pastoral atau ada pembicaraan khusus ke papa atau mama?”
“Kenapa gitu? Nggak ada yang rahasia sih. Berkunjung saja.”
“Duduk, Mo,” kata si bapak.
Kami pun duduk bersama. Hal yang menggembirakan, mereka semua duduk bersama. Berkumpul dan berbicara bersama. Kami menikmati apa yang ada bersama. Suasana kekeluargaan dan keakraban sangat terasa.
“Iya, Romo datang berkunjung pertama-tama tentu mengenal keluarga lebih dekat. Beberapa kali Romo melihat bapak dan ibumu tidak sungkan-sungkan mengambil sampah yang dibuang sembarangan. Memasukkannya ke tong sampah.”
“Enggak jijikkah? Bahkan romo melihat ada potongan roti.”
“Ya, Romo, risih aja jadinya. Sampah dibuang sembarangan. Pemandangan juga tidak baik. Spontan saja,” kata si bapak.
“Juga ibunya. Kalau sedang bebersih di depan, menyapu melewati batas tetangga. Yang melegakan, pembantu tetangga pun melakukan yang sama. Kami bertetangga baik.”
Yesus berkata, “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka.” ay 11-12.
Tuhan, semoga kami peka akan kehadiran-Mu. Amin.